2. | Transaksional

56.1K 5.3K 638
                                    

Lho, kok sudah update?
Hari apakah ini?
Tenang, Bestie ... ini bukan salah pencet, bukan juga halusinasi melihat ada bab baru dipublish secepat ini~

kebetulan Minggu produktif dan aku berhasil menyelesaikan major plot untuk dua bab berikutnya, hohoho banzaaaiiiii ✨

yha walau yang siap update cuma bab ini, tapi lumayan khan yaa ... sebagai pelampiasan stress kalian, memaki kampret baru a.k.a Bapak Kagendra yang minta dicubit ginjal kanan-kiri, pffttt

jangan lupa tibanin love-lovenya dulu di sini yaa, sarange nomu nomu sarange ❤️

2. | Transaksional


"Suram amat, baru minta traktir sekali ini."

Kagendra menoleh, memberi ringisan pada sahabat karibnya. Al Waffa Zaferino adalah orang yang sudah mengenalnya sejak sekolah dasar dan hingga kini menjadi bagian keluarga sekaligus rekanan berharga bagi perusahaan. "Sekali di bulan ini, bulan-bulan sebelumnya hemat berapa juta lo buat makan siang?"

Waffa menyeringai, menyodorkan telapak tangannya untuk menyambut tinjuan tidak serius dari Kagendra. "Itung-itung amal, ya, Pak Direktur."

"Ck!" decak Kagendra meski berikutnya membiarkan Waffa duduk di kursi yang berseberangan dengannya dan mereka bergantian menyebutkan pesanan pada pelayan yang mendekat.

"Let me guess ... lo udah bilang Lyre soal berkas itu?" ujar Waffa sewaktu pelayan undur diri dan kembali memberi privasi pada mereka.

Kagendra mengangguk. "Yup, semalam langsung."

"Harusnya lo tunggu pagi, Ndra. Lumayan dapat jatah pulang dulu!"

"Enggak ada adabnya gue kalau habis begitu terus ngasih tahu soal cerai," ujar Kagendra sebelum sedetik kemudian mengekeh. "Gue bilang dulu lah, sampai Lyre paham situasinya, baru dapetin ulang consentnya seperti biasa."

Waffa memikirkan maksud kalimat itu, kemudian memaki tanpa ragu, "Brengsek! Itu lebih enggak ada adab! Udah ngasih tahu soal cerai, tapi masih minta."

"Dia masih istri gue dan terhitung sejak Papi tumbang udah dua minggu gue tegang doang."

"Babi!" Waffa kembali memaki dan Kagendra tertawa.

Waffa memperhatikan ekspresi tawa sahabat karibnya yang masih bertahan selama beberapa saat. "Lo beneran yakin enggak sih, Ndra?"

"Yakin." Kagendra menjawab singkat.

"Lyre juga setuju gitu aja?"

Kagendra mengangguk. "Oke, as always. Gue 'kan udah bilang, dia pasti setuju, jelas udah nunggu soal cerai ini."

"Kok bisa, ya? Terus lo merasa beda atau aneh gitu enggak waktu nidurin dia habis bahas cerai?"

"Gue rasa masih seperti biasanya, sama-sama puas juga," ungkap Kagendra tanpa merasa perlu menutupi kenyataan. Waffa adalah orang yang bisa dia percayai untuk cerita-cerita seputar perkawinannya.

"Kok bisa, ya?" Waffa kembali bertanya dengan heran.

Kagendra meringis, "Ya, inilah yang bikin gue merasa yakin, Fa! Karena bahkan di situasi semacam itu, Lyre tetap biasa aja, guenya juga biasa aja."

"Elo sekarang enggak kelihatan biasa aja, Man," ujar Waffa sembari geleng kepala. Ia bisa membaca Kagendra dengan mudah dan raut muram sahabatnya tadi tidak dapat diabaikan begitu saja.

REPEATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang