26. | Scared me

42.7K 4.7K 1K
                                    

Aku datang, KagenBi bestie~
tadinya merasa kependekan jarak update kalau udah nongol lagi, tapi sebagai Single Slay kalau enggak ngetik mau ngapain Mal-ming begini, hufftt 🙈

.

3.898 kata untuk bab ini
serius, makin ke sini makin susah bikin bab yang ringkas gitu, kayak ada aja yang mesti diceritain, amsyong~

sometimes kepanjangan bab itu emang bikin males, cuma aku harap tetep pelan-pelan dibaca yha, supaya nanti pas conclusion part bisa memahami proses menuju ending yang mau kusajikan.

.

oke, selamat membaca
semoga suka
tetap baik ke satu sama lain ya
jangan lupa vote & comment juga

.

Terima kasih banyaakkkk ♥️

🌟

26. | Scared me


Arestio Pradipandya House
Jakarta


Waffa Zaferino mengatur napasnya selama sekitar setengah menit, setelah itu baru berjalan mendekati ruang kerja. Ia mengetuk ritmis dan teratur sebanyak tiga kali.

Pintu terbuka kurang dari lima detik dan asisten Tio Pradipandya memberi anggukan singkat. "Silakan, sudah ditunggu."

"Trims, Pak Bram," ucap Waffa dan berjalan masuk, menghadap Tio Pradipandya yang duduk di belakang meja kerja.

Abanos desk working seharga tiga milyar rupiah. Desain rangka yang kokoh, lebar tanpa sambungan, bermotif serat kayu alami dan ergonomis karena disesuaikan tinggi lengan penggunanya.

Arestio tidak perlu mengatakan apa-apa, cukup dengan gerakan tangan sederhana dan Pak Bram sudah beralih keluar ruangan.

"Om kelihatan jauh lebih sehat," ungkap Waffa, lebih dulu mendekat untuk mengulurkan tangan.

Senyum Arestio terlihat, balas mengulurkan tangan sehingga Waffa bisa memberi salam hormat yang pantas. "Om harus sehat. Dede sudah merengek karena Kaka terus memberimu tumpukan pekerjaan."

"Ketika kami enggak bersama, kesibukan justru menyelamatkan," ungkap Waffa lalu meletakkan sebendel berkas di meja, baru mundur untuk duduk.

Arestio meraih berkas tersebut, membacanya dalam diam. Laporan pekerjaan Kagendra, sekaligus kondisi terbaru Lyre. "Kenapa Kaka ingin melakukan pembelian untuk Camping Park itu?"

"Fran bilang Kagendra agak emosional memberi perintah, biasanya dia begitu saat tersinggung dan kesal."

"Bodoh sekali," ucap Arestio kemudian membuka berkas berikutnya, menatap lekat pada Waffa. "Dan kamu menyetujuinya?"

"Hari itu, sebelum kecelakaan terjadi, Fran sempat menghubungi Lyre untuk menanyakan perihal Camping Park dan Lyre berkata, wilayah tersebut dalam proses pengembangan, saya memeriksanya dan memang benar. Ada akses jalan besar yang siap dibuka, deretan lokasi wisata, ada dua universitas, tiga yayasan sekolah, satu diantaranya elite dan sekali pun ada masa-masa rawan letusan gunung Merapi, camping park tersebut berada dalam jarak aman, justru bisa digunakan sebagai tempat mengakomodir relawan."

REPEATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang