—, Friend zone
Jeongin mengehela napasnya. Ntah sudah yang keberapa kali dia mengehela napas seberat itu. Dengan kedua tangan yang memegang mug berisi air hangat, lelaki itu berjalan menuju ruang tengah tempat biasa dirinya bermain play station kala sedang menghibur diri ditengah hiruk pikuk dunia perkotaan.
Di sofanya, seorang gadis tengah menangis sesenggukan. Mungkin ini sudah yang ke tiga kalinya gadis itu nangis di apartemen milik Jeongin pada malam hari di minggu ini dan anehnya Jeongin tidak pernah keberatan.
Menurutnya, gadis cantik yang tengah menangis sesenggukan disebelahnya itu sudah menjadi tugasnya untuk dihibur.
Jeongin tau dia bisa saja terlihat sangat bodoh kala dirinya harus terus memberi saran dan masukan untuk hubungan si gadis dengan kekasihnya, padahal dalam lubuk hatinya, Jeongin sangat ingin meminta gadis itu mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya itu.
"Ini minum dulu, tenangin diri Lo." Ucap Jeongin sambil memberikan mug ditangannya.
Gadis itu mengusap air mata di pipi dan menarik napasnya meski masih terisak, kemudian pelan pelan ia mulai meneguk air di dalam mug. Beberapa saat setelahnya si gadis terdiam dengan pandangan kosong ke arah lantai.
Hening dari keduanya. Satu pun tidak ada yang berani mengeluarkan isi pikirannya terlebih dahulu.
Begitupun Jeongin.
Padahal dalam hatinya, lelaki itu ingin sekali mengetahui alasan apalagi yang bisa meyakinkan dirinya untuk meluapkan emosi saat bertemu dengan lelaki si gadis.
Gadis itu menghela napas panjang. "Menurut Lo, gue kurang apa ya sama dia?" Tanya gadis itu.
"Baru beberapa hari yang lalu gue liat dia jalan sama cewek lain, dan hari ini gue liat itu lagi." Lanjutnya.
Gadis itu memberi jeda. "Gue ikutin saran Lo soal gue harus komunikasi soal semuanya ke dia. Tapi bukannya dapet jawaban yang gue mau, gue malah ribut sama dia." Ungkap nya.
"Lo ribut sama dia?" Tanya Jeongin.
Gadis itu mengangguk.
"Sejauh mana?" Tanya Jeongin.
"Cuman adu mulut." Jawabnya dengan tatapan kosong.
"Dia ngomong apa aja?" Tanya Jeongin lagi.
"Masih sama kaya sebelum."
"Temen?"
Gadis itu mengangguk.
"Orangnya? Masih sama juga?"
Lagi lagi gadis itu mengangguk.
Kini giliran Jeongin yang menghela napasnya sambil mengusap gusar wajahnya.
Jika perasaan orang lain bisa Jeongin kendalikan. Mungkin sedari dulu semua penyesalannya ini akan dia buang jauh jauh. Mungkin saja jika dia melakukannya sedari dulu, malam ini dan malam sebelumnya yang hanya isi oleh kesedihan si gadis, berubah menjadi canda tawa dipinggir laut sambil menatap langit.
Itu mungkin bisa terjadi jika Jeongin tidak ragu menyatakan perasaannya waktu itu. Dua tahun yang lalu. Sebelum si gadis berkencan dengan lelaki itu.
"Emang gue bener bener enggak bisa bikin dia seneng, ya? Sampai dia jalan sama yang lain terus. Padahal jelas jelas mereka ada sesuatu, tapi bisa bisanya dia malah bilang cuman temen. Temen apa coba yang kaya gitu. Iya, kan?" Ucap si gadis sambil bersandar di bahu Jeongin.
Jeongin terdiam. Lalu bagaimana dengan dirinya dan si gadis? Mereka tidak lebih dari sekedar teman. Oh ralat, mungkin karena posisi mereka adalah sebagai sahabat. Jadi itu yang membedakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
straykids imagine.
Fanfic[CLOSED REQUEST] Alternative Universe [AU] pokoknya kamu sama straykids. • • • ot.8 Disclaimer! : Cerita ini murni dari pikiran author. Dimohon untuk tidak plagiat atau copy-paste