Part 19 (Khawatir)☑️

2.6K 100 1
                                    

Hafiz terus menarik tangan Jihan menuju mobil nya yang terparkir. Tak jauh memang dari fakultas Jihan namun entah karena terik matahari atau memang tubuhnya yang tidak bisa bekerja sama saat ini.

"Mas...Berhenti !! Kepala saya pusing." Ucapnya pelan. Entah kenapa dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan mengikuti langkah hafiz membuat kepalanya semakin berat dan pandangan nya juga mengabur.

"Jangan jangan darah rendah ku kambuh ??." Ucapnya dalam hati.

Hafiz langsung menolah pada istri keduanya itu. Wajah Jihan memerah, seketika hafiz menatap khawatir.

"Han ? Kamu gak papa ??." Tanyanya. Jihan menggeleng pelan. Bukan hanya perutnya yang sakit namun kepalanya juga sangat pusing.

"Kepala Jihan sakit mas, perut Jihan juga sakit." Ucapnya pelan.

"Kamu duduk sini dulu. Mas mau ambil mobil." Ucapnya langsung mendudukan Jihan di pinggir jalan yang ada pohon rindang. Setelah itu hafiz berlari ke fakultasnya secepat mungkin. Jihan hanya bisa menatap suaminya itu menjauh.

Tak lama suaminya kembali dan membawa mobil, hafiz keluar lalu menantu Jihan untuk masuk kedalam.

"Kita ke...."

"Pulang saja mas." Ucapnya cepat. Dia yakin hafiz ingin mengatakan akan membawanya ke rumah sakit.

"Baiklah."
.
.
.
Tak butuh waktu lama hanya beberapa menit perjalanan mereka sudah sampai di pondok pesantren. Agar lebih dekat, hafiz langsung memarkirkan mobilnya di depan rumah Jihan.

Pria itu turun lebih dulu lalu membawa Jihan yang sepertinya sudah lemas karena dari tadi mengeluh kepalanya begitu sakit.

Di kejauhan, terdapat dua wanita yang sedang menatap mereka dengan tatapan tak biasa. Salah satunya Zoya, baru kali ini dia menatap keduanya dengan cemburu namun dalam batas wajar.

"Kakak lihat ?? Wanita yang Kaka bilang sudah dianggap adik itu diam diam berebut cinta Kaka. Sekarang memang hanya seperti yang kakak lihat. Besok ?? Entah apa lagi yang akan dia rebut darimu ??." Ucap adiknya terus memanasi Zoya. Yudia tersenyum puas akan respon Zoya yang tampak sekali kesal. Sudah dipastikan Zoya terpengaruh akan ucapannya.

"Kamu salah."

Senyum Yudia langsung sirna menatap kakaknya tak percaya. Mustahil Jihan Zoya tidak merasa cemburu.

"Jihan tidak mungkin seperti itu. Bagaimana pun juga dia itu istri sah Gus hafiz. Jadi wajar saja. Kamu lihat sendiri kan, Jihan sepertinya tidak baik baik saja....." ucapnya lagi.

Yudia menatap kakaknya kesal, kata katanya tadi ternyata tidak berpengaruh terhadap Zoya.

"Kak. Jangan mudah percaya sama orang. Kaka terlalu menganggapnya baik." Ucap Yudia.

"Sudahlah Yudia.... Kekhawatiran mu itu tidak beralasan. Mas hafiz tidak akan mungkin pilih kasih antara kami berdua." Jawabnya. Tapi yang dikatakan adiknya itu memang benar adanya.

"Sudahlah !!! Terserah kakak saja kalau tidak mau dengar !!!" Ucapnya kesal..

"Yudia ??."

"Pikirkan perkataanku tadi, aku ingatkan jangan sampai kakak menyesal. Baiklah aku kembali ke asrama." Ucapnya langsung pergi, sedangkan Zoya hanya bisa menatap kepergian adiknya itu dengan sendu.

"Siall.... Usahaku untuk meracuni pikiran kakak gagal... Ckk... Dasar bodoh.... Lihat saja nanti aku akan mencari cara agar kakak bisa berada di pihak ku dengan begitu aku lebih mudah mendapatkan peluang untuk menyingkirkan Ning Jihan." Ucapnya sambil tersenyum sinis.
.
.
.
======~~======~~=======~~~=====~~======
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Setelah membawanya ke kamar hafiz membaringkan Jihan di kasur. Jihan yang tertidur membuat hafiz tak tega membangunkannya, jadi dia memutuskan untuk membuat makan malam.

Beberapa saat hafiz berkutat di dapur, dia kembali melihat kondisi Jihan, hafiz menatapnya istrinya itu tengah mengigau. Saat di cek, suhu tubuhnya begitu tinggi, Jihan mengalami demam, segera hafiz mengambil air baskom dan juga kain untuk mengompres nya.

Sudah satu jam hafiz menjaga Jihan yang masih saja tertidur. Pria itu hampir saja memejamkan mata karena mengantuk namun langsung diurungkan ketika melihat Jihan perlahan membuka matanya.

"Mass.." panggilnya pelan.

"Kamu perlu sesuatu ??." Tanyanya. Tak ada Jihan cerita seperti biasa. Justru hanya mata sayu yang hafiz lihat membuatnya semakin kahwatir.

"Haus mas." Ucapnya pelan. Hafiz segera bangkit lalu menuju dapur. Disana dia sudah menyediakan air hangat untuk Jihan minum.

Jihan perlahan bangun dan minum air yang hafiz berikan padanya. "Apa yang kamu rasakan sekarang ??." Tanyanya.

Jihan menatap hafiz, kepalanya memang masih sedikit pusing. Perutnya juga masih terasa belum baikan walaupun sudah makan siang dikantin tadi tapi belum meminum obat yang di berikan oleh Gaffar.

"Pusing... Perut Jihan juga masih sakit." Ucapnya pelan sambil terus memegang perutnya. 

"Kita ke dokter saja yaa. Mas kahwatir lihat kamu seperti ini." Jihan menggeleng.

"Saya gpp mas. Perlu istirahat saja, mungkin karena Jihan hanya kecapean dikit." Ucapnya.

"Tapi tidak sampai seperti ini sebelumnya Han." Ucapnya masih khawatir. Jihan memagang tangan suaminya erat lalu tersenyum.

"Mas tenang saja. Insyallah, besok Jihan sudah sembuh ini hanya sementara saja." Ucapnya.

"Heehhh... Baiklah, percuma juga mas memaksa mau pasti tidak akan mau. Tapi janji. Jika besok belum baikan kamu harus menuruti mas untuk periksa ke dokter." Ucapnya membuat Jihan langsung mengangguk.
.
.
.
.

Adzan magrib berkumandang, hafiz baru saja keluar kamar mandi dan tengah bersiap untuk ke masjid. Sedangkan Jihan masih berbaring di kasur. Untuk bangun saja rasanya atap yang berada di atas kepalanya itu berputar putar.

"Saya pergi dulu yaa. Janji gak lama." Ucapnya. Jihan mengangguk pelan lalu mengulurkan tangannya untuk menyalimi Hafiz.

Setelah kepergian hafiz, Jihan mencoba untuk bangun. Dia ingin menunaikan sholat tapi apa harus menunggu hafiz datang ??

Jihan perlahan bangun, wanita itu langsung memegang kepalanya yang terasa berputar. Setelah dirasa sudah baik, Jihan mencoba untuk bangun perlahan sambil bertumpu pada nakas.

Bruuuukkkkkkkk.... Awwwww.....

Namun naas, Jihan kehilangan keseimbangan sehingga membuangnya terjatuh. Kepalanya terbentur ujung nakas yang tajam membuat nya langsung tak sadarkan diri.

Ketika sholat sudah selesai, hafiz tak menunggu sampai selesai kultum Abi nya. Dia sudah meminta izin karena Jihan istrinya sedang sakit membuat Abi khawatir dan langsung menyuruh putranya untuk merawat Jihan dengan baik.

Hafiz berjalan pelan menuju kediaman Jihan, dari kejauhan Zoya juga terlihat berjalan namun pandangannya kosong hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan suaminya hafiz.

"Astagfirullah mas. Zoya kira siapa ??." Ucapnya kaget lalu mengelus dadanya pelan.

"Maaf maaf, dek kenapa kok keluar malam malam." Tanyanya.

"Mau jenguk Jihan katanya Uma Jihan demam " ucapnya. Hafiz mengangguk.

"Maaf yaa, mas harus rawat Jihan dulu. Kalau sudah sembuh mas janji akan tidur sama kamu." Ucapnya. Zoya mengangguk mengerti.

"Mas. Zoya sangat mengerti situasi ini. Jihan sangat butuh mas untuk saat ini, jadi saya gpp." Ucapnya membuat hafiz langsung memeluk istri pertamanya itu.

"Saya mencintaimu Zoya " ucapnya tulus. Zoya tersenyum sambil memeluk hafiz.

"Saya juga sangat mencintai mas.." Ucapnya membuat hafiz. tersenyum.
.
.
Mereka beriringan menuju kediaman Jihan, hafiz membuka pelan pintu utama dan langsung menuju kamar Jihan.

"Assala..... Astagfirullah !!!! Jihaaaan...!!!!" Hafiz langsung berlari saat melihat Jihan sudah terbaring di lantai dengan darah di keningnya.

"Ya Allah mas cepat bawa jihan rumah sakit mas, kepalanya berdarah !!!." Zoya yang tadinya menunggu di ruang tamu langsung panik ketika mendengar teriakan suaminya.

Tanpa pikir panjang. Hafiz langsung membawa istrinya ke mobil sedangkan Zoya pergi ke dhalem memberitahukan kondisi Jihan pada mertuanya.

Terjebak Cinta Gus HafizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang