Chapter 221 - Second Key (3)

104 14 2
                                    

Sore hari menjelang malam.

Durandal menatap sebuah truk berlambangkan Moth yang sudah melaju menjauh dengan ekspresi gelap.

Malam hari, hampir tengah malam.

Dia berjalan menuju apartemennya dengan kepala tertunduk tanpa memperlihatkan ekspresinya, saat dia sampai ke apartemennya pun dia langsung menuju kamar mandi.

Durandal menghidupkan wastafel sebelum tiba-tiba memukul cermin di hadapannya hingga retak berkeping-keping.

*Crack! *

Dia tidak peduli jika telapak tangannya berdarah, air matanya hanya tergenang di matanya dan turun jatuh ke wastafel.

"Sial!... Dia baru berusia 10 tahun... Dia baru berusia 10 tahun! Mengapa aku tidak dapat menyelamatkan seorang pun dalam 2 tahun ini?! "

Durandal mengeluarkan unek-unek yang berada di dalam hatinya, kegagalan menyelamatkan nyawa Anne telah membuat hatinya hancur.

Dia kemudian mandi dengan shower berharap itu dapat menjernihkan pikirannya sedikit.

Hampir satu jam kemudian.

Keluar dari kamar mandi, dia mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk sebelum mengenakan pakaiannya kembali, dia kemudian tanpa sengaja menatap buku di meja tempat dia sebelumnya tertidur.

Mata Durandal yang kosong mendapatkan cahaya terangnya sedikit dan langsung menepuk pipinya dengan keras menggunakan kedua tangannya.

"Aku harus berhenti bersedih! Waktunya untuk bersemangat! Aku harus melanjutkan studiku. Aku harap ada sesuatu yang berguna yang dapat aku pelajari setelah aku memeriksa mayatnya sore tadi."

Ponselnya yang berada di atas meja tiba-tiba bergetar memperlihatkan bahwa dokter Ragna telah meneleponnya, Durandal kemudian langsung mengangkatnya.

...

"[Direktur Ragna, ada apa?]"

"Maaf mengganggu waktu tidurmu, Bianca." Ucap Ragna yang saat ini sedang bersandar di dinding koridor rumah sakit.

"[Oh, tidak apa-apa, aku belum tidur.]"

Mendengar suara Durandal yang sedikit bersemangat, Ragna sedikit tersenyum, dia sebelumnya khawatir jika kematian Anne akan mengganggu pikiran Durandal, tetapi sepertinya kekhawatirannya itu sia-sia.

"Aku merasa kamu di situ masih mempelajari penyakit Honkai, kan? Aku tidak ingin memarahimu, Bianca. Tapi masa muda itu tidak akan bertahan lama. Jadi Cobalah untuk tidur, kamu dengar?"

"Aku tahu hari ini adalah hari yang sulit bagimu, tapi dengarkanlah saranku sesekali, oke? " lanjutnya dalam menegur Durandal.

Durandal sedikit tersenyum dan hatinya terasa sedikit hangat mendengar perkataan Ragna.

"[Baiklah, Direktur Ragna, terima kasih atas sarannya.]"

"...Ada satu hal lagi, Bianca. "

"[Aku mendengarkan.]"

"... "

Ragna tiba-tiba berhenti berbicara membuat Durandal merasa sedikit aneh, "[Direktur Ragna? Halo, apakah kamu masih di sana? Aku masih mendengarkan, apa ada yang ingin kamu bicarakan?]"

"... Tidak, aku hanya... Tetaplah bekerja keras sampai kamu merasa baikkan, Bianca. " ucap Ragna setelah hening sejenak, terlihat ada garis-garis ungu yang telah muncul di pergelangan tangannya.

"[Terima kasih, aku merasa baikkan sekarang, direktur Ragna. Akan aku tutup, jaga dirimu.]"

Ragna menurunkan ponselnya dan menghela nafas tidak berdaya dengan ekspresi rumit.

Honkai Impact : The Rise Herrscher of Shadow [Part 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang