ADBO 🌠 - 13

166 18 0
                                    

°•♥︎𝕬𝔫ᦋ𝕜𝖆𝔰ꪖ d̷𝖆𝔫 𝕭i̴᭢ᡶ𝔞𝖓g҇ ♥︎•°
*°•♥︎. 𝕺ɾισɳ .♥︎•°*

.

.

.

Plak

Wajahnya berpaling akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan seorang ibu pada putranya yang saat ini tengah terduduk dibankar klinik polres. Luka-luka yang baru saja diobati terasa tak jauh menyakitkan dari pada luka yang kali ini tidak ada yang dapat mengobatinya, goresan luka yang kali ini terlalu samar dan tidak menimbulkan darah membuat angkasa tak mampu hanya untuk sekedar berekspresi sakit.

"Apa ini yang mama ajarkan selama ini pada kamu, huh?! Mama nggak mau punya anak sok jagoan kayak kamu! Udah berapa kali mama bilang, jangan berkelahi, mama nggak suka punya anak berandalan!"

Sensasi panas yang menjalar dipipi nya terasa tidak sebanding dengan rasa sakit atas ucapan mama yang selama ini telah memberikan cinta yang begitu besar padanya.

"Udah ma, Kita harus dengarin dulu penjelasan angkasa. Jangan menghakiminya begini" kali ini hendra kembali menengahi, namun shara kali ini benar-benar meledak dan ia menghiraukan perkataan putra keduanya itu.

"Apa ini yang selama belasan tahun kamu pelajari diakademi? Menghajar orang sampai sekarat, Iya!" Shara menghela nafas panjang, mencoba mengatur emosinya yang meletup-letup.

"Dari awal mama memang nggak setuju kamu ada didunia itu. apa yang sudah mama pilihkan untuk kamu itu yang terbaik, seharusnya kamu bisa mengikuti jejak saudara kamu, melanjutkan pendidikan kebangku kuliah, bukan malah berakhir kayak gini! Mama malu, angkasa"

Semakin sakit rasanya saat mama kembali mengungkit masa depan yang ditolak oleh angkasa demi sebuah medali kompetisi.

Namun setelah mendengar pernyataan sang mama, angkasa jadi merasa tidak pantas berada didunia itu lagi. memegang sabut hitam sebagai murid perguruan karate milik warisan kakek mungkin menjadi pilihan hidupnya sejak kecil, tetapi kini ia sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar. papa pasti lah sangat kecewa diatas sana, dan kakek juga⎯⎯Kakek angkasa dulu adalah seorang jawara didunia beladiri sebelum akhirnya dia merasa tak muda lagi dan memutuskan untuk mewariskan ilmu nya pada papa, namun papa tidak ingin menjadi seperti kakek, papa secara terang-terangan berani mengambil keputusan yang menjadi jalan hidupnya. Papa memiliki keinginan nya sendiri, ia memutuskan menjadi petani desa bukan seseorang yang diharapkan kakek.

Angkasa yang mengetahui sejarah tentang kakek nya ia lantas ingin menjadi penerus sosok beliau, ia mulai mengambil kelas beladiri saat berusia 9 tahun. Wira dan hendra, mereka juga dibebaskan menjadi apapun yang mereka mau, akan tetapi itu sebelum shara mulai memegang setir atas harapan pada putranya⎯⎯hendra untuk mendapatkan gelar dokter.

Melihat angkasa yang begitu tertekan atas perkataan mama, membuat hendra semakin bersalah pada adiknya, ia sebagai yang tertua tidak dapat berbuat apa-apa ketika melihat adiknya selalu disudutkan.

"Kamu bukan anak kecil lagi, Tolong belajarlah dari kesalahan, mama udah capek kasih tau berulang kali tapi nggak didengar. mama harap setelah ini kamu bisa memiliki kesadaran atas perilaku buruk kamu sendiri"

Shara berbalik pergi dari ruang klinik. Tak ada minat lagi untuk menemani putranya yang hanya bisa kembali membuatnya malu dimuka umum. Ia sudah merasa lelah menghadapi sikap si bungsu, ditambah ia juga masih dalam keadaan berkabung atas meninggalnya sang suami.

Sepeninggal Shara, wira dan hendra menatap pada angkasa yang hanya dapat tertunduk diam.

"Coba jelasin sama kita apa yang udah lo lakuin"

Angkasa dan Bintang Orion [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang