Cung yang udah baca Additonal Part 13? Hehehe bibit-bibit jametnya Elio mulai keluar gegara Leta wkwkwk nyesel bgt kalo ga baca 🥹
Bantu tandai typo buat bab ini, yaaa... ♥️Happy reading...
***
Dering telepon masuk membuat kedua orang itu memandang ponsel yang tersimpan di atas meja. Leta melihat telepon dari nomor tidak dikenal yang dari kemarin terus meneleponnya. Perempuan itu tidak mengangkat panggilan itu sampai panggilan tiba-tiba terputus dan ada pesan suara masuk.
Demi menghindari Elio yang tampak sudah emosi luar biasa, Leta membuka pesan suara itu.
Mara: Miss, ini Mara. Kenapa nggak angkat terus telepon Mara? Mara mau bicara. Kalau Miss gak mau bicara, Mara bilang laporin Miss ke-
Leta segera menghentikan rekaman itu karena merasa Mara akan mengungkit perjanjian di antara mereka. Padahal di depan mereka ada Elio. Bisa berabe kalau pria itu tahu.
"Mara?" tanya Elio bingung. "Mara yang telepon kamu?"
Leta mengangguk.
"Kok bisa?"
Leta mengangkat kedua bahu. Jelas, ada sorot curiga di mata Elio.
Kemudian, ada telepon masuk lagi dari nomor Mara. Leta pun mengangkatnya.
"Mara?" panggil Leta.
Terdengar suara tidak jelas di ujung sana. Kemudian Leta mengenali suara itu sebagai isak tangis.
"Kenapa nangis?" tanya Leta dengan suara lembut.
Elio tampak terkejut mendengar perkataan Leta. "Mara nangis?" Pria itu hendak meraih ponsel Leta tetapi Leta segera menahan tangannya dan menghindar.
Elio memandang Leta tidak suka. Selama ini, Mara jarang menangis. Anak itu cenderung marah-marah dan mengamuk untuk meluapkan emosinya. Jadi, begitu mendengar anaknya menangis, jantung Elio serasa dipukul benda tumpul dan rasa khawatir menguasai dadanya. Anehnya, Leta seolah bersikap bisa menangani tangis Mara. Padahal, Elio saja bingung bagaimana harus menghadapinya.
Leta tampak tenang ketika kembali berkata, "Mara kenapa nangis?"
[Miss ingkar janji! Kenapa Miss pergi? Padahal aku udah nurutin permintaan Miss.]
Suara Mara tersendat tangis histerisnya.
[Mara nggak mau sekolah kalau nggak ada Miss!]
"Maaf Miss pergi tanpa pamit ya, Mara. Tapi Miss nggak bisa menghindari pemecatan dari Papah kamu. Kita sepakat kalau Miss nggak bisa jadi pengasuh yang baik buat kamu."
[Papah udah berubah pikiran kok, Miss. Papah udah berusaha ajak Miss kerja lagi tapi Miss susah dihubungi.]
Kali ini, suara marah-marah Mara berubah menjadi nada persuasif. Tangisnya pun sedikit reda.
Leta berpikir sejenak mengenai hutangnya, sandiwaranya, Elio, Mara, dan konsekuensi yang diterimanya jika kembali bekerja. Lantas, perempuan itu berkata, "Iya...Ini sekarang Papah kamu lagi ngobrol sama Miss."
[Beneran?!]
Mara tampak luar biasa antusias.
[Miss bakal kerja lagi?]
"Kalau Papah kamu setuju sama syarat-syarat yang Miss minta." Spontan saja, Leta menjawab itu saat terpikir sesuatu ketika berpikir barusan.
Elio yang mendengar itu mengernyitkan alis curiga dan tidak setuju. Pria itu jelas ingin membantah atau meminta penjelasan maksud ucapan Leta tetapi ditahannya karena ada Mara.
[Bisa teleponnya dikasih ke Papah?]
Leta menyerahkan ponselnya pada Elio. Elio mengangkat satu alis bingung lalu menerima telepon itu dan menempelkannya ke telinga.
"Iya, Mara? Kenapa? Kamu kenapa nangis-"
[Papah! Nggak mau tau Mara sedih banget! Mara mau Tante Leta kerja lagi. Pokoknya Papah harus nurut sama semua yang Tante Leta mau!]
"Iya, Mara. Tante Leta bakal kerja lagi," Elio menenangkan sekaligus berjanji pada anaknya.
[Mara bakal marah sama Papah kalau bohong!] Kemudian, telepon terputus.
Elio memandang telepon Leta lalu mendesah berat. Pandangan pria itu berubah tajam saat memandang Leta dan bertanya, "Syarat apa? Aku udah nurutin semua permintaan kamu tadi bahkan sampai goyang-sialan. Kamu bilang bakal kerja lagi!"
"Aku bilang bakal pertimbangin," koreksi Leta.
Elio mendengus lalu menyugar rambutnya frustasi. "Oke. Apa syarat kamu biar mau kerja lagi?"
Leta tersenyum puas. "Aku pengen kenaikan gaji."
Bekerja double menjadi pengasuh sekaligus Mama pura-pura Mara tidak lah mudah. Leta tidak mau rugi.
Elio memandang perempuan itu jijik, seolah Leta perempuan mata duitan. "Naik 10%," kata Elio.
Leta menggeleng. "20%."
"Deal," Elio mendelikan mata. "Terus?"
Leta butuh uang instan untuk bayar UKT anak tantenya. Jadi... "Gaji bulan ini dibayar dimuka. Saat ini juga. Mau 11 juta dulu nggak apa-apa."
Leta menunggu umpatan atau reaksi kesal dari Elio tetapi justru pria itu mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. "Oke. Tulis nomor rekening kamu."
Leta menuruti permintaan pria itu dan menulis nomor rekening di catatan ponsel Elio.
"Terus?" tanya Elio setelah kembali mendapatkan ponselnya.
Leta menyeringai licik. "Kamu harus mengabulkan 3 permintaan aku."
Elio terbeliak dan memandang seolah Leta adalah perempuans inting. "Ya nggak bisa gitu! Ini 6 syarat masuknya."
Leta mengangkat kedua bahu. "Ya udah kalau nggak mau."
"Oke!" Elio berseru sebelum Leta membalikkan badan untuk pergi. "Apa permintaannya."
Leta tampak berpikir. "Um...belum kepikiran. Tabung dulu aja."
Elio menggertakan rahang kesal. "Asal permintaan kamu masuk akal dan nggak bikin aku mati, dipenjara atau jadi miskin."
"Minta rumah nggak akan bikin kamu mati, dipenjara, atau miskin, kan?"
Elio melotot mendengar itu dan Leta nyengir kuda. "Hehe canda. Deal?"
Elio menerima uluran tangan Leta. "Deal."
Kedua musuh bebuyutan dari remaja itu pun fix melakukan kesepakatan pertama mereka.
Leta tersenyum puas. Dia akan menggunakan 3 permintaan itu untuk jaga-jaga kalau Elio tahu dia pura-pura jadi istrinya. Permintaan pertama, Leta akan meminta Elio untuk tidak melaporkannya ke polisi atau balas dendam padanya. Permintaan kedua, Leta akan minta Elio mencarikan pekerjaan bagus untuknya jika nanti Mara sudah bosan dengannya. Permintaan ketiga...akan Leta pikirkan belakangan.
Ide bagus, pikir Leta luar biasa puas
Uang dapat, properti kesayangannya aman, balas dendam dapat, dan 3 jaminan permintaan dikabulkan juga dapat.
Sungguh keuntungan yang berbanding lurus dengan pengorbanan saat bekerja.
***
hehehe
[Jatinangor, 14 Juni 2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake-Date Proposal [END]
ChickLit#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Namun, Mara, sang anak asuhnya itu susah diatur apalagi diurus. Mara nakal, jail, manja, rewel, dan bik...