"Nggak bisa, Mara."
"Tapi Oma, aku suka sama style Tante itu."
"Tapi kamu nggak akan cocok sama Tante itu."
"Kata siapa? Papa bilang, kita nggak boleh menilai orang lain dari penampilannya. Oma juga pernah bilang kayak gitu."
"Mara..."
"Pokoknya, Mara mau Tante itu!"
Sayup-sayup, Leta mendengar perdebatan dari ruang tengah. Saat style busananya dipuji, Leta melirik pakaian yang dikenakannya lalu menyeringai puas. Menarik. Leta jadi penasaran apa yang dipikirkan Mara saat memutuskan kalau Leta akan cocok menjadi baby sitter-nya. Sambil menunggu hasil dari perdebatan nenek dan cucu itu, Leta menyeruput es jeruk yang disajikan untuknya. Rezeki memang tidak akan kemana, pikir perempuan itu santai. Mendengar dari perdebatan barusan, Leta tahu kalau Mara bukanlah tipe anak yang mau mengalah. Dan karena Bu Lila terlihat sangat menyayangi Mara, mau tidak mau wanita paruh baya itu akan menuruti kemauan sang cucu.
Tidak lama Leta menunggu, akhirnya Mara muncul dari pintu ruang tengah. Leta melempar senyum lebar sambil melambaikan tangan. Namun, berbanding terbalik dengan tekad kuat untuk mempertahankannya, Mara malah tidak balas tersenyum atau melambai pada Leta. Ekspresi anak itu lurus bak ice princess. Langkahnya dibuat tegas dan anggun. Saat duduk di hadapan Leta, sekilas Mara melempar pandangan serius sehingga membuat Leta mengernyitkan alis. Mara masih anak-anak. Belajar dari mana pandangan tajam itu? Wah, benar-benar. Leta dibuat agak kesal sedikit. Namun, kemunculan Bu Lila sambil tersenyum sungkan padanya membuat Leta segera mengendalikan emosi dan balas tersenyum manis.
"Mohon maaf, Leta jadi harus menunggu," kata Bu Lila ramah lalu duduk di samping Mara.
Leta mengangguk paham. "Nggak apa-apa kok, Bu."
"Begini. Bisa dilihat sendiri tadi, kalau Mara merasa cocok dengan Leta." Bu Lila melirik cucunya.
Leta mengangguk.
"Jadi setelah diskusi sama Mara dan Papanya lewat telepon, kami sepakat kalau Leta bisa bekerja jadi baby sitter Mara mulai besok."
Leta terbelalak. "Ini serius, Bu?"
"Iya."
Leta tersenyum lebar. Tebakannya benar. "Wah, makasih banyak, Bu!"
Kepala Leta berisi bayangan nominal hutang-hutangnya yang perlahan hilang. Perempuan itu jadi tidak sabar segera bulan depan agar dapat gaji besar. Dia hanya perlu bekerja dua bulan agar hutangnya lunas. Kalau butuh uang lebih, Leta mungkin bisa bertahan tiga bulan. Ah, lagipula merawat seorang anak yang bukan balita lagi tidak mungkin sulit sekali, kan? pikirnya.
"Sama-sama. Mohon bantuannya ya, Leta."
"Saya juga mohon bimbingannya, Bu."
"Untuk hari ini, apa jadwal kamu kosong? Kalau kosong, saya mau memberikan beberapa arahan dan penjelasan supaya besok pagi kamu bisa langusng mengantar Mara ke sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake-Date Proposal [END]
Chick-Lit#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Namun, Mara, sang anak asuhnya itu susah diatur apalagi diurus. Mara nakal, jail, manja, rewel, dan bik...