31. Tanggapan di Luar Prediksi

2.8K 282 47
                                    


Bantu tandai typo, yaaa
Happy reading~
***

"Pura-pura nikah berarti nggak nikah beneran, Bu."

Suara itu membuat Leta dan Bu Lila menoleh ke arah pintu. Elio berjalan dengan santai mendekati dua perempuan itu lalu mendesah berat. "Ini masalah yang bikin Ibu suruh aku pulang di jam istirahat?"

Leta terbelalak melihat kehadiran Elio, tetapi merasa lega karena pertanyan Bu Lila pasti akan dilempar pada pria itu. Berbeda dengan reaksi Leta, Bu Lila langsung mendekati Elio dan menatapnya tajam. "Kok kamu santai banget!" omel Bu Lila. "Nikah pura-pura gimana?"

"Ya, nggak nikah," jawab Elio terlampau santai.

"Ibu serius! Jelasin sekarang juga apa maksudnya? Semua orang ngomongin pernikahan kamu padahal Ibu nggak tahu sama sekali kalau kamu udah nikah!"

"Ibu tenang dulu, jangan panik-"

"Ya gimana Ibu nggak panik!"

Leta diam seribu bahasa, memandang dua orang di depannya hat-hati. Kalau sudah begini, biarkan Ibu dan anak saja yang menyelesaikan masalah, Leta menjaga jarak dan menonton saja.

"Aku nggak nikah beneran sama Leta, Bu. Kita cuma, yah... pura-pura nikah demi bisnis."

"Maksudnya?!" Nada Bu Lila makin meninggi. "Ngomong yang jelas, Elio! Kamu nggak bisa mainin anak perempuan orang kayak gitu, pake apa barusan? Pura-pura nikah? Ya ampun, Elio!"

"Jadi, Ibu aku yang baik hati, begini..." Elio membimbing ibunya duduk di kursi terdekat dan ikut duduk. "Tarik napas, keluarkan."

Bu Lila mengikuti ucapan Elio, tarik napas, dan hembuskan.

"Leta kan, sering antar Mara ke sekolah. Iya?"

Bu Lila mengangguk. "Heem."

"Nah, dia nolongin Aldo, cucunya Pak Arya, yang tersedak makanan. Tahu kan, Pak Arya?"

"Tahu," jawab. Bu Lila.

"Nah, gatau gimana, orang-orang anggap kalau Leta itu Mama Mara. Otomatis mereka ngira Leta itu istri aku, kan? Dan tiba-tiba aja, Pak Arya, yang selalu aku tawari kesepakatan kerjasama tapi selalu nolak, menghubungi aku dan bilang dia menerima proposal kerjasama aku dan mau ketemu sama istri aku. Aku juga kaget. Kok aku udah punya istri? Kapan nikahnya? Ternyata, Pak Arya tahunya Leta itu istri aku. So, demi kesepakatan kerja aku dan Leta pura-pura nikah sebentar pas ketemu Pak Arya dan keluarga."

"Tapi kenapa semua orang mikirnya kalian nikah?!" seloroh Bu Lila.

"Semua orang itu siapa aja, Ibu?" Elio bertanya dengan nada tenang, berbanding terbalik dengan Bu Lila.

"Temen-temen Ibu. Anak mereka. Menantu mereka. Mereka kepo gimana kamu menikah, sama siapa, dan kenapa nggak undang mereka."

Leta mengernyit. Kok jadi banyak yang tahu gini?

"Bahkan..." Bu Lila melirik Leta. "Katanya Leta hamil duluan."

Leta terbelalak. Waduh, terang-terangan sekali.

"Enggak, lah!" tempas Elio. "Ini cuma pura-pura. Aku sama Leta nggak ada hubungn apa-apa, Bu."

Bu Lila tetap cemberut. Sekilas, Leta bisa tau dari mana cemberut Mara berasal. "Siapa yang ajarin kamu pakai cara ini?"

Elio menunjuk Leta. "Leta udah setuju, kok. Lagian, kami hanya memanfaatkan peluang yang keadaan ciptakan. Iya kan, Leta?"

Leta mengernyit dirinya dilibatkan dalam percakapan. Namun, mengingat gaji yang Elio berikan, Leta akhirnya mengangguk.

Bu Lila mendesah berat. "Jangan lanjut bohong kayak gini. Bilang sama Pak Arya kalau Leta buka istri kamu."

Elio menggeleng tegas. "Nggak bisa."

Bu Lila melotot. "Kalau gitu kalian nikah beneran."

"Ya nggak bisa, Bu!" teriak Leta.

"Nggak, lah!" tolak Elio.

Bu Lila menatap Elio dan Leta secara bergantian lalu mendesah. "Untung aja Ibu nggak banyak omong tadi. Ibu udah tahu pasti ada yang nggak beres waktu denger kamu udah nikah. Makanya, waktu ibu syok denger hal itu dan temen-temen ibu nanyain bener atau enggak, untung Ibu pinter dengan pura-pura ada urusan dan balik ke sini. Kalau Ibu bilang enggak, wah, tamat kamu Elio!" omel ibunya.

Elio nyengir. "Aku nggak tahu bakal nyebar gini."

"Kamu harusnya tahu banyak orang yang kepo sama urusan kita. Kamu harus hati-hati."

Elio mengangguk. "Siap Ibu aku paling cantik. Berarti Ibu bolehin, kan? Pura-pura nikahnya?"

Bu Lila memijat keningnya lalu mengibaskan tangan. "Sana. Ibu lagi nggak mau lihat wajah kamu."

Elio mengangguk dengan senyum lebar. Pria itu berbalik dan berjalan pergi sambil berkata, "Ah, lapar banget. Makan apa ya?"

Tersisalah Leta dan Bu Lila. Leta canggung di tempat, bingung apakah ini sudah giliran dia bicara atau tidak. Melihat Bu Lila yang terus memijat keningnya dan tampak berpikir, Leta angkat bicara, "Maaf ya, Bu. Saya malah bikin rumit keadaan gini."

Bu Lila memandang Leta lalu menyuruhnya duduk di sampingnya. "Bener kamu nggak dipaksa sama Elio?"

Leta berpikir sejenak dan menggeleng.

"Gimana kalau nanti kamu suka sama orang lain dan mau nikah sama dia? Orang-orang nggak mungkin denger kalau kamu nikah sama dua laki-laki, kan?"

"Nanti kita pura-pura cerai juga kok, Bu. Kalau udah beres kerjaan Elio."

"Lah, masa orang-orang nanti tahunya kamu janda? Rugi buat kamu, dong. Anak itu bener-bener! Elio emang-"

"Nggak apa-apa, Bu.  Saya setuju, kok. Lagian saya belum kepikiran untuk nikah."

Bu Lila mendesah berat. "Maaf ya, Leta. Emang Elio kalau udah ambis suka gini."

Leta mengangguk. "Ibu tenang aja. Lagian, aku yakin pak Arya mau kerjasama bareng Elio memang karena kinerja dan proposal penawaran Elio bagus. Aku pasti hanya katalis yang bikin Pak Arya sadar soal hal itu."

Bu Lila mengangguk. "Semoga. Jadi waktu Arya tahu kalian nggak nikah, Arya nggak batalin kesepakatan."

"Saya bakal usaha yang terbaik. Lagian, aku nggak akan sering ketemu Pak Arya."

"Tapi ketemu Katlin dan Gita."

"Iya, juga." Leta tersenyum lebar.

Bu Lila meraih tangan Leta. "Pokoknya, kalau nanti kondisinya merugikan kamu, kamu tenang aja. Ada Elio yang akan tanggung jawab. Dia bisa jadi suami kamu beneran."

Leta mengerjap lalu mengibaskan tangan. "Apa Bu? Nggak perlu!"

"Gitu-gitu, Elio juga baik, kok Leta. Dia memang kadang suka ngeselin, tapi baik hati dan perhatian kalau udah deket. Dia manis dan kadang lucu. Kamu juga bisa lihat kalau Elio ganteng. Dia juga bertanggung jawab dan punya kerjaan bagus."

Leta tertawa garing dan mengibaskan dengan yakin. "Nggak perlu, Ibu. Makasih."

Bu Lila mendesah murah. "Padahal lebih baik kalau kalian nikah beneran, ya. Ibu suka sama kamu. Mara juga. Sejak kamu ada di rumah ini, rumah jadi rame. Elio jadi sering ketawa. Mara jadi happy. Ibu juga ada temen ngobrol seru."

"Tapi, aku sama Elio nggak saling cinta."

Bu Lila terdiam lalu mengangguk. Hening. Tiba-tiba, Bu Lila berceletuk pelan, "Ah, gampang. Cinta mah bisa datang belakangan."

"Apa, Bu?"

"Enggak." Bu Lila tersenyum, jenis senyum yang penuh rencana. Senyum itu mengingatkan Leta pada senyum Mara saat mereka pertama kali bertemu.

Leta jadi merinding sendiri.

***

The Fake-Date Proposal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang