32. Nasi Goreng

2.9K 312 38
                                    



Kalau nemu typo, kasih tahu yaaa ♥️

***

Leta langsung melarikan diri ke dapur, mengikuti Elio. Perempuan itu meninggalkan Bu Lila di halaman belakang yang tiba-tiba saja tampak berpikir serius, entah mengenai apa. Mungkin, berita gila mengenai pernikahan pura-pura Elio berhasil mengenai mental Bu Lila. Atau mungkin, Bu Lila sedang memikirkan jawaban untuk dikatakan pada teman-temannya.

"Oh! Aku baru inget!" seru Leta pada dirinya sendiri begitu sampai di dapur. Elio yang sedang obrak abrik isi lemari dapur menyahut tanpa menoleh. "Apa?"

"Kamu belum bilang ke Ibu soal cerita karangan gimana kita ketemu dan akhirnya mutusin buat nikah. Siapa tahu Ibu butuh jawaban buat pertanyaan tement-temennya, kan?"

Elio mengangguk. "Oiya. Nanti aku kasih tahu. Lapar bentar." Pria itu membuka lemari satunya dan mencari sesuatu.

Leta mendekati Elio dan ikut melihat ke dalam lemari. "Nyari apa?"

"Tiba-tiba pengen bikin nasi goreng. Tapi kayaknya nggak ada kecap." Elio berbalik, menghadap Leta. "Pesen aja kali, ya?"

"Duduk. Biar aku yang bikin," ucap Leta sambil membuka laci dekat lemari dan mengeluarkan kecap dari sana. Perempuan itu menunjukkan kecak ke arah Elio dengan senyum penuh kemenangan, seolah bilang, "ini ada di sini".

"Enak nggak, tapi?"

"Mau dibikin yang nggak enak?" balas Leta.

"Ah, kalau nggak enak pesen aja." Elio merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Pria itu duduk di kursi bar yang ada di dapur.

Leta mengangkat bahu. "Ya udah. Aku mau bikin buat Mara."

"Titip satu, deh."

"Katanya mau pesen."

"Yah, kapan lagi kan, bisa nyoba nasi goreng buatan kamu? Siapa tahu nggak enak, gitu. Kan lumayan buat bahan ngejek."

"Iyuh." Leta mendelik dan mulai fokus membuat nasi goreng. Sedangkan Elio membuka ponselnya untuk kembali mengurusi bisnis. Ibunya yang menelepon dan menyuruhnya langsung pulang saat itu juga membuat Elio harus meninggalkan laporan yang sedang dikerjakannya. Setelah makan siang, dia harus segera kembali ke kantor untuk meneruskan pekerjaan. Kebetulan —yah, beruntungnya— dia makin sibuk setelah Pak Arya setuju untuk bekerja sama.

"Kok kamu tadi tenang banget pas Ibu tahu soal nikah pura-pura kita?" Leta mengaduk-ngaduk nasi goreng, menyebarkan aroma gurih dan sedap ke seisi ruangan.

"Aku sudah ngira kalau pada akhirnya, Ibu akan tahu, cepat atau lambat."

"Terus kenapa disembunyiin? Kan, kasian Ibu tahu dari orang lain."

Elio kembali menjawab dan tetap fokus pada ponselnya. "Biar pas Ibu tahu, nikah pura-pura kita udah terjadi. Kalau Ibu tahu duluan, pasti bakal larang-larang."

Leta menggeleng sambil berdecak maklum. "Bener-bener ambis."

"Makasih."

"Aku nggak muji."

"Tahu."

Leta beralih mengocok telur. "Mara, udah ngupingnya? Sini duduk," seru Leta sambil melirik ke pintu masuk dapur.

Mara keluar dari tempat persembunyiannya sambil nyengir lalu duduk di samping Elio.

"Kok Mama bisa tahu aku mau nasi goreng ya Pa, Keren banget."

Elio mengangkat bahu, menahan senyum tipis, tahu Maras sedang mengalihkan situasi sekaligus menyindir Leta yang tadi salting. "Emang ajaib orangnya."

Papa dan anak itu terkekeh bareng-bareng dan Leta pura-pura tidak mendengar.

"Papa, Mara mau deh, main ke Dufan." Mara tiba-tiba berseru sambil memandang Elio penuh permohonan.

Elio mengangkat satu alis sambil memandang Mara. "Kan, dulu udah. Mau lagi?"

Mara mengangguk. "Sekarang mau bareng sama Mama Leta."

Elio angguk-angguk. "Boleh."

"Sama Papa juga."

"Oh..." Elio tampak berpikir.

"Bisa?"

Melihat sorot penuh harap Mara, Elio mengangguk. "Bisa. Besok pagi?"

Mara mengangguk. "Yeay!"

"Kamu nggak tanya Miss bisa atau engga?" tanya Leta.

Mara tersenyum lebar. "Mama harus bisa." Mara turun dari kursi. "Mara mau ngasih tahu Oma dulu, ya."

Mara berjalan pergi menuju halaman belakang dengan senyum super lebar. Leta kembali fokus memasak. Tidak lama, nasi goreng spesial buatannya jadi. Leta menyimpan dua piring nasi goreng ke hadapan Elio.

"Mara masih sama Oma?"

Elio mengangguk. "Seru ngobrol kayaknya. Kedengeran ketawa." Elio menyimpan ponselnya dan memandang sepiring nasi goreng bagiannya.

Nasi goreng itu ditaburi telur dan udang. Aromanya hangat dan sedap. Elio meraih sendok dan mencoba nasi goreng buatan Leta.

"Eh?"

"Apa?"

"Kok enak?"

Leta tersenyum bangga. "Iyalah."

"Aku nggak percaya ternyata cewek biang masalah bisa masak juga."

Senyum Leta diganti pelototan tajam. "Jangan mulai ngejek."

Elio makin lahap makan nasi goreng buatan Leta. "Nanti sore bikinin nasi goreng gini lagi ditambah cumi, ya. Kirim ke kantor aku."

Leta mengernyit. "Buat siapa?"

"Aku."

"Kamu emang nggak akan pulang?"

Elio menggeleng. "Karena besok mau main dari pagi, malam ini aku mau lembur."

Leta berdecak kagum. "Wah, kamu masih kayak dulu rajinnya."

"Lebih."

"Nggak heran. Orang sukses pasti banyak kerja keras." Leta angguk-angguk.

"Makasih pujiannya." Ucap Elio lalu bersendawa saat nasi gorengnya sudah habis lagi.

"Wah, kamu kayaknya suka nasi goreng bikinan aku. Harus dikasih hara mahal, ini."

"Ini enak karena aku lagi lapar aja," elak Elio.

Leta mencebikkan bibir.

***

Kembali ke kantor, Elio memandang laptop di hadapannya dengan serius. Pria itu mengetik satu kalimat, kemudian menghapus kalimat setelahnya. Sejenak dia tampak berpikir, kemudian mengetik dua kalimat lagi. Ketukan di pintu membuat Elio menoleh ke arah sana.

"Masuk."

Qis muncul sambil menenteng tas kertas berwarna cokelat. "Paket."

Elio melirik tas itu lalu matanya berbinar senang. "Oh, sini. Terima kasih."

Qis berjalan mendekati Elio dan menyerahkan tas itu. "Aneh, tumben banget seneng gitu terima paket. Biasanya, taruh di sana. Atau cuma bilang heem. Apa karena ini paket dari rumah?"

"Nggak usah berisik. Sana, balik kerja." Elio mengibaskan tangan.

Qis berjalan kembali ke pintu. "Oke, oke." Di depan pintu, tiba-tiba Qis mengangkat kedua tangan untuk berdoa. "Ya Allah, semoga lembur hari ini nggak lembur-lembur amat. Aamiin." Kemudian, pintu ruangan Elio tertutup.

Elio mengabaikan ucapan atau doa Qis dan hanya fokus membuka tas kertas tersebut. Ada kotak makanan berwarna kuning dan note pas berwarna pink di dalam sana. Elio meraih beda itu, menyimpan kotak bekal di meja, dan membaca sebuah note dari Leta.

Tagihan Nasi Goreng

Menu: Nasi goreng spesial tralala by Leta

Harga: 1 sepatu cantik yang mahal.

Bonus: *gambar emoticon semangat

Elio tersenyum tipis. Ada sesuatu yang merambat di dadanya. Hangat, lembut, dan manis. Sepertinya, dia akan lembur sampai malam karena punya tambahan semangat.

***

The Fake-Date Proposal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang