52. Kupu-kupu

1.4K 144 21
                                    

Akhirnya, bisa update.

***

Begitu pintu tertutup, Leta menyentuh dadanya yang bergemuruh. Perempuan itu bisa merasakan detak jantungnya makin cepat dan darah di seluruh tubuhnya berdesir. Dia berusaha mengatur napas, menarik kembali akal sehatnya, tetapi tidak berhasil. Leta tidak bisa mengontrol reaksinya akibat ucapan Elio sebelum pria itu pergi. Pernyataan blak-blakan Elio meluluh lantahkan semua jenis emosi yang Leta miliki.

Perempuan itu tiba-tiba saja tersenyum lebar lalu berlari ke sofa dan merebahkan diri di sana.

Gila.

Gila.

Gila.

Leta menggerak-gerakkan kakinya sambil menutup muka. Salting brutal.

Perempuan itu mengenal perasaan ini. Perasaan spesial yang enggan diakuinya. Jenis perasaan yang jauh lebih kuat daripada saat bersama Berlin.

Merasa tak mampu memendam semua perasaan yang membuncah di dadanya saat ini, Leta mengeluarkan ponsel dan menelepon Miya. Begitu panggilan terhubung, Leta memekik tertahan. "Miy! Gimana dong!"

"Apa?" Suara Miya terdengar penasaran di ujung sana. "Kenapa?"

"Gue nggak tahu harus gimana!" pekik Leta, menggigit ujung ibu jarinya dengan resah.

"Apanya?" Miya makin kebingungan.

Leta menarik napas dalam-dalam, menimang, lalu yakin ketika berkata, "Kayaknya gue suka sama Elio! Gimana dong?!"

"What?!" pekik Miya.

"Kayaknya. Gue. Suka. Sama. Elio."

Belum ada balasan, Leta sudah berkata lagi, "Ih, Miy. Gue harusnya nggak boleh suka sama dia, tapi... jantung gue, perasaan gue, reaksi gue...gue sadar banget kalau gua suka sama dia."

Hening sejenak. "Ya udah."

"Ih, kok gitu responsnya?" omel Leta karena reaksi Miya tampak tidak tertarik apalagi memberikan solusi.

"Ya terus? Gue bingung."

"Gue juga bingung." Leta menghela napas. "Ya masa gua jilat omongan Sendiri? Lo ingat kan, dari dulu gue selalu bilang amit-amit sama Elio? Bahkan, gue selalu bilang kalau di dunia ini gue masih jomblo dan cowok cuma tersisa Elio aja, gue nggak akan jatuh cinta apalagi mau deket-deket sama dia. Inget, nggak? Kok bisa-bisanya gue melanggar ucapan sendiri?"

"Ya-"

"Lagian juga kan, sekarang di dunia masih banyak cowok. Gue harusnya bisa pilih cowok lain, dong! Kenapa!" Leta mengerang frustrasi.

"Leta-"

"Aaa gimana, dong?" pekik Leta.

"Leta!" Miya memekik, membuat Leta menjauhkan ponselnya dari telinga. "Kasih gue kesempatan ngomong, oke?" kata Miya yang diangguki Leta.

"Oke."

"Sumpah!" Tiba-tiba, Miya marah-marah. "Kata gue juga apa? Gue udah nyuruh lo jangan deket-deket sama Elio, kan, suka, kan! Kalau udah gini, bingung kan, lo? Lagian ngapain juga lo dulu pake ngomong amit-amit gitu sama Elio, kayak nggak tahu aja karma benci jadi cinta."

"Ih! kok lo jadi marah?!"

"Ya gue sebel aja sama lo."

"Ya siapa suruh Elio kok jadi ganteng dan baik. Padahal dulu amit-amit."

"Semua orang akan glow up pada waktunya." Miya mendesah frustrasi. "Emangnya lo udah siap jadi Ibu?"

"Apa?" Leta mengerjap. "Tiba-tiba ngomong jadi Ibu?"

The Fake-Date Proposal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang