Begitu memasuki mobil...
"Hoek!" Mara mual-mual.
Leta terbelalak- kaget dan spontan merengkuh tubuh mungil itu. "Mara?! Kenapa?"
Mara melambai ke Pak Agus yang baru masuk ke dalam mobil. "Pak Agus cepetan ke minimarket! Mara butuh permen yang banyaaaakkkkk!" teriak anak kecil itu, histeris.
"Siap, Non!" Pak Agus yang merupakan supir pribadi Mara segera tancap gas dan melajukan mobil meninggalkan rumah.
"Kamu punya penyakit hipoglikemia, Mara? Jadi harus makan makanan manis yang banyak?" tanya Leta, masih histeris karena Mara terus mual-mual dan menyentuh tenggorokannya.
Mendengar pertanyaan Leta, Mara menghempaskan tubuh Leta menjauhinya. "Enggak lah, amit-amit! Ini gara-gara Miss!"
Leta mengerjap bingung dan menunjuk diri sendiri. "Gara-raga Miss?"
"Iya! Gara-gara Miss aku jadi harus makan sayuran. Nggak enak banget! Aku nggak suka!"
"Miss nggak nyuruh kamu makan sayuran." Leta tidak mau disalahkan.
"Udah, ah." Mara mengibaskan tangan lalu meraih botol minum di dalam tas dan meneguk air segar dari sana demi menghilangkan jejak sayuran di mulut dan kerongkongan. Setelah itu, Mara melirik Leta sinis. "Lagian, mana ada gejala hipoglikemia mual-mual," cibir anak itu.
Leta mengernyit. "Masa? Seinget Miss ada gejala mual-mual."
Mara mendelik. "Makanya belajar yang rajin."
Leta melotot saking merasa kesal dengan sikap sok dewasa Mara. "Bener kok, mual-mual."
Mara tidak mau mendengarkan dan memilih menatap ke luar jendela.
"Nih, ya. Kita cek di Google." Leta mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu. Lalu, berseru puas. "Tuh kan, bener mual-mual."
Mara mengangkat bahu. "Ya mana aku tau. Aku masih kecil. Miss aja yang main percaya gitu aja."
Leta melotot sewaktu sadar kalau Mara asal ngomong. Saat akan membalas anak itu, mobil sudah berhenti di depan sebuah minimarket.
"Aku mau permen jelly sama minuman manis," beritahu Mara sambil memandang Leta.
Leta mengernyit. "Kita nggak ke sana bareng?"
Mara menggeleng. "Panas."
Leta mendesah sambil mendelik lalu turun dari mobil dan berjalan menuju minimarket. Dia membeli pesanan Mara dan membeli beberapa cemilan kecil untuknya. Kemudian, Leta kembali memasuki mobil dan disambut dengan kehebohan Mara meraih kantong belanjaan, membuka kemasan permen jelly, dan melahapnya seperti kerasukan.
"Pelan-pelan," beritahu Leta.
"Nggak bisa. Ini bener-bener oasis di antara tumpukan sayuran," bual Mara merujuk pada jeli di tangannya.
"Lebay," ejek Leta sambil menyeringai geli.
Mara menjulurkan lidah. "Biarin."
Mobil pun kembali melaju menuju tujuan utama mereka. Sekolah elit tempat Mara menuntut ilmu. Sekolah itu merupakan sekolah dasar internasional swasta yang terletak di jantung kota. Kalau Leta tidak salah mencari informasi, iuran bulanan sekolah itu paling mahal di kota ini. Julukannya; sekolah untuk anak-anak orang kaya. Leta tidak bisa membayangkan apa yang akan dia temui di dalam sana, terutama jenis seperti apa anak-anak di sana. Apa semuanya sama menyebalkan seperti Mara? Entahlah.
Namun, ketika perempuan itu berjalan memasuki kawasan sekolah, Leta terpukau dengan interior bangunan yang minimalis, asri, dan luas. Bangunannya bertingkat tiga dengan berbagai jenis ruangan di setiap lantai. Ketika tiba di lobi sekolah yang ramai, Mara berhenti melangkah lalu berbalik ke arah Leta, memperhatikan ibu pura-puranya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake-Date Proposal [END]
Literatura Kobieca#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Namun, Mara, sang anak asuhnya itu susah diatur apalagi diurus. Mara nakal, jail, manja, rewel, dan bik...