Begitu Leta sibuk di dapur, Elio berjalan menuju kamarnya, membersihkan diri sambil beristirahat sejenak, kemudian setengah jam berikutnya, dia turun kembali ke ruang tengah. Terdengar suara percakapan dari arah dapur. Suara Leta dan Mara yang sedang tertawa, sedang Ibunya sedang membaca buku di ruang tamu. Elio berjalan menuju dapur dan menyandarkan bahu di salah satu bagian pintu ruangan itu. Kedua tangan pria itu terlipat di dada dan sorot matanya memperhatikan interaksi seru Mara dan Leta.
Leta sedang mengeluarkan bolu susu mini yang disimpan di dalam paper cup mini lalu menyimpannya di atas meja bar. Mara yang duduk di kursi menyambut kedatangan bolu tersebut dengan senyum lebar.
"Wangi!" seru Mara senang.
Salah satu tangannya memegang cream berwarna putih yang belepotan ke tangan dan celemek mini yang dipakainya. Di samping bolu yang baru Leta keluarkan, ada beberapa bolu yang sudah dihias. Leta dan Mara pasti sudah menghias sebagian bolu itu tadi. Ada bolu susu yang dihias oleh krim dan diberi toping buah strawberry, buah anggur, buah kiwi, chocochips, meses, keju, cokelat, dan susu.
"Ih, Mama! Ini satu bolunya gosong." Mara berseru dengan wajah mengkerut sambil menunjuk salah satu bolu yang ada di loyang.
Leta melirik arah telunjuk Mara, tersenyum tipis, lalu berkata, "Bagus. Nanti kasih buat Papa kamu."
"Eh?" seru Mara bingung.
Elio yang memperhatikan mereka tidak mampu menahan senyum. Pria itu tertawa kecil lalu cepat-cepat mengendalikan tawanya. Tawa itu menarik perhatian Mara dan Leta. Dua perempuan itu memandang ke arahnya.
Mara tersenyum lebar sedangkan Leta memutar mata dan mengabaikan keberadaan Elio.
"Papa! Bolunya sudah jadi." Mara berseru sambil menunjuk bolu-bolu di depannya. "Mara bantu Mama bikin, eh, Miss Leta bikin adonan bolunya dan bantu hias bolu. Lihat. Bolu rasa cokelat ini buat Papa. Mara yang hias, bagus, kan?"
Elio berjalan mendekati meja bar lalu memperhatikan sekitar 10 bolu yang sudah dihias dengan berbagai macam rasa. "Bagus. Mara keren banget!" Elio menunjukkan kedua jempol.
Mara tersenyum lebar. "Makasih, Papa. Miss Leta juga keren."
Elio melirik Leta. "Aku kira kamu nggak bisa masak."
"Emang," jawab Leta datar. "Tapi main sama Miya bikin aku bisa bikin kue dikit-dikit. Nggak tahu ini enak atau enggak, jadi kalau cuma mau komen nyebelin, kamu mending nggak usah makan."
Elio mengangkat satu alis. "Aku mau coba kue buatan kamu."
Leta memandang Elio dengan kedua alis bertaut.
"Biar bisa pamer kalau kamu jago bikin kue ke keluarga Pak Arya nanti," terang Elio dengan seringai jahil. Leta melotot, tahu Elio sengaja mengangkat topik rencana pura-pura menikah mereka.
"Papa mau coba hias bolunya?" tanya Mara.
"Boleh."
Mara menyerahkan krim di tangannya. "Papa bisa pakai ini. Papa mau hias bolunya pakai apa?"
"Um...cokelat?"
"Ini," Mara menunjukkan wadah berisi meses dan cokelat.
Elio meraih satu bolu dan mencoba melapisi bagian atas bolu itu dengan krim dengan gerakan memutar agar krimnya berbentuk lucu seperti di gambar-gambar cupcake yang pernah dilihatnya. Namun ternyata, melapisi bolu dengan krim tidak mudah. Tangan Elio tidak bisa diam atau digerakkan dengan baik sehingga krim itu malah berantakan di atas bolu.
Mara tertawa kencang begitu pula Leta yang terkekeh pelan. "Bangga banget aku bisa hias bolu pake krim," ejek perempuan itu.
Elio tersenyum geli. "Iya, kamu paling jago kalo soal bikin bolu."
"Emang."
Elio menaburkan meses ke atas krim. "Karena kayaknya bakal mengacau, aku jadi tim makan aja."
Elio mundur dengan kedua tangan terangkat, tanda menyerah, lalu duduk di meja makan. Pria itu memutuskan memperhatikan interaksi Mara dan Leta saja yang terlihat sangat menikmati kegiatan mereka. Beberapa saat kemudian, Leta dan Mara sudah selesai menghias bolu. Mereka menata bolu susu mini itu ke dalam nampan dan membawanya ke meja makan.
"Nah! Sudah jadi!" seru Mara gembira. "Oma! Bolunya sudah jadi!"
"Iya, Oma ke sana," seru Bu Lila dari ruang tamu.
Leta dan Mara duduk di meja makan dan Bu Lila menyusul.
"Wah, kelihatannya enak," puji Bu Lila.
"Seadanya ya, Bu," kata Leta sambil tersenyum malu. "Saya baru belajar bikin bolu, soalnya."
"Makasih ya, Leta," kata Bu Lila dengan senyum lebar dan sorot penuh syukur.
Leta agak bingung melihat sorot mata itu, seolah Leta sudah memberikan hal besar saja bagi perempuan paruh baya itu. Namun, Leta tetap mengangguk dan tersenyum hangat.
Mara memimpin acara dadakan itu. Dia dengan semangat membagikan kue.
"Oma rasa anggur." Mara memberikan bolu dengan toping anggur kepada Oma.
"Papa rasa cokelat." Elio menerima bolu rasa cokelat yang Mara berikan.
"Mama Leta rasa..."
"Rasa cokelat aja. Mama Leta nggak suka rasa keju," sela Elio sambil menyerahkan bolu susu buatannya yang jelek ke depan Leta lalu memandang perempuan itu sambil menyeringai jahil. Namun, Elio menyadari kalau tiga perempuan di meja makan tersebut sedang memandangnya dengan kedua alis terkejut. Elio mengernyit.
Apa dia baru bikin kesalahan?
***
MEREKA GEMES BANGET, TOLONG T_T
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake-Date Proposal [END]
ChickLit#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Namun, Mara, sang anak asuhnya itu susah diatur apalagi diurus. Mara nakal, jail, manja, rewel, dan bik...