Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elio merasa kena mental. Pria itu syok dengan apa yang terjadi saat dirinya menyatakan perasaan pada Leta.Elio tidak pernah mengira kalau Leta akan mual serta hampir muntah saat mendengar pengakuannya. Elio belum pernah melihat respons seperti itu, bahkan di film-film sekalipun.
Kemudian Leta kabur begitu saja, dengan wajah pucat dan tangan membekap mulut. Leta pulang, meninggalkan Elio mematung di tempat.
Apa kata perempuan itu waktu itu?
Resign?
Yang benar saja!
Apa prospek Elio untuk jadi pasangan seburuk itu?
Dan sialan, kenapa perempuan itu tidak ada kabar sampai hari ini?
Elio memandang ponselnya yang menampilkan percakapan pesan antara Leta dan dirinya. Pesan itu dipenuhi pertanyaan dari Elio, tetapi tidak mendapat balasan satu pun. Keesokan hari setelah pernyataan suka, Leta tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Elio datang ke rumah perempuan itu, benar-benar khawatir, tetapi tidak membuahkan hasil.
Elio dipenuhi pertanyaan. Apa Leta sakit gara-gara dirinya, atau cuma alasan untuk menghindarinya?
Kemudian besoknya, perempuan itu mengirim pesan pada Bu Lila kalau dia ingin mengundurkan diri. Lalu hari ini, Leta bahkan tidak kunjung membalas pesannya sejak 3 hari terakhir. Padahal status pesannya terkirim dan sesekali Elio melihat kalau Leta sedang online.
Elio tidak habis pikir.
Sebenarnya apa yang Leta lakukan sampai memperlakukannya seperti ini. Elio khawatir, marah, rindu, semua jenis perasaan bercampur menjadi satu, membuat konsentrasinya buyar dan kakinya tidak mau berhenti bergerak.
Pria itu mendesah, menjauhkan berkas di hadapannya yang sedari tadi tidak selesai dibaca. Gerakan itu menarik perhatian Qis yang duduk di sofa ruangan. Qis sedang menunggu Elio senggang untuk mendiskusikan hasil pekerjaannya yang butuh persetujuan Elio untuk lanjut.
Elio melirik Qis. "Jangan banyak tanya, jawab aja."
Qis mengangkat satu alis bingung.
"Apa wajah ini jelek?" Elio menunjuk wajahnya sendiri.
"Tiba-tiba?" Qis mengernyit.
"Iya."
"Kenapa tiba-tiba tanya gitu?"
"Dibilang jangan tanya."
Qis angguk-angguk, tampak berpikir serius. "Sedikit...ganteng. Tapi maaf, saya suka cewek, Pak."
Elio memutar bola mata kesal dengan Qis yang berusaha bergurau. Memang tidak ada yang bisa menjawab semua kegundahan di hatinya selain Leta.
"Bapak habis ditolak cewek, ya?"
"Mana ada," elak Elio.
Qis berdiri, mendekati Elio bak pakar cinta. "Kelihatan dari wajahnya, kok," jawab Qis, asal nebak. "Bapak pasti bingung kenapa bisa ditolak padahal penampilan oke, saku oke, masa depan oke."
"Ya," tanpa sadar Elio menjawab.
Qis menjentikkan jari di depan wajah Elio. "Ceweknya pasti minder dan lagi denial."
Kini, alis Elio terangkat.
"Pepet terus, Pak," hasut Qis.
Elio melirik bawahannya serius. "Kalau malah makin ditolak, gimana?"
"Tetep perjuangin."
Elio berdiri, seolah mendapat ilham begitu saja. "Bilang ke Bayu tolong atur jadwal saya. Saya sibuk." Kemudian, Elio berjalan menuju pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake-Date Proposal [END]
Literatura Feminina#Vitamin 2 Patah hati dan jadi pengangguran, Leta memutuskan melamar pekerjaan sebagai baby sitter untuk membayar utang pernikahannya yang gagal. Namun, Mara, sang anak asuhnya itu susah diatur apalagi diurus. Mara nakal, jail, manja, rewel, dan bik...