Chapter 24
[WINTER]
Bau obat obatan rumah sakit menyeruak masuk ke hidungku. Aku membuka mataku dan melihat Henry sedang tidur di sofa pojok ruangan. Dia tertidur bersama Dom, Lily, Danny dan Bree juga Camaie. Tapi berpisah kursi.
Aku melihat tanganku yang terinfus. Apa aku juga sakit?
"Winter?"aku tidak kenal suara itu.
Aku menoleh kesamping.
"Aku Gwen."ucapnya.
"Aku sakit?"tanyaku.
"Ya. Keracunan makanan. Tapi tenang kau sudah baikan."jawab Gwen santai sambil melihat infusku.
"Bagaimana kakakku?"tanyaku bingung.
Gwen sedikit terkejut dan menelan ludahnya dengan susah payah. "Dia belum bangun."jawab Gwen. "Tapi sudah stabil."
"Dennis menjaganya?"
"Selalu. Sampai dia ikut sakit."
"Killian?"
"Mati."
"Blondies?"
"Mereka ternyata pengedar narkoba juga perampok dan pembunuh bayaran. Mereka ditembak dan mati ditempat saat berusaha lari dari penjara."
Aku duduk. Tapi rasanya susah sekali dan Gwen membantuku.
"Berapa lama aku sakit?"
"Sekitar 5 hari. Butuh waktu lama untuk mengeluarkan semua ricin itu dari tubuhmu." Gwen menjelaskan.
"Ricin?"
"Itu semacam racun pembunuh. Pertama bisa membuatmu langsung demam tinggi. Lalu kau bisa tertidur lama - sepertimu. Dan pelan pelan membuatmu meninggal." Gwen menyebutkan semuanya, seakan dia mengerti.
"Kau sekolah kedokteran?"tanyaku.
"Ya. Aku mau tinggal dengan kalian semua. Dan menjadi sedikit berguna."jawab Gwen sambil mengecek saluran infusku.
"Bisa aku melihat kakakku?"aku memohon.
Gwen melihat temanku yang tertidur pulas. "Tapi mohon jangan beritahu siapapun aku yang melepasnya?"
"Ya."
"Kakakmu ada diruangan seberang. Luke dan lainnya sedang mengurus keperluan dirumah."
Gwen segera mengambil tiang infus dan menggantung kantung infusku. Lalu membantuku berdiri. Dia juga membuka pintu untukku lalu berpura pura tidur.
Aku berjalan keruang seberang dan membuka pintu. Aroma obat obatan dan suara alat alat medis langsung menyambutku setelah aku membuka pintu.
Aku mendorong tiang infusku masuk kedalam. Aku melihat Dennis yang sedang memegang tangan kakakku. Terlihat dari ujung matanya bekas air mata. Dia pria setia. Aku percaya itu sekarang.
Aku menghampiri Dennis dan kakakku. Dennis melihatku dengan matanya yang terlihat lelah. Gwen benar. Dennis terlalu lama menjaga kakakku sampai dia ikut sakit.
Aku mengambil kursi kecil di pojok ruangan dan duduk di sebelah Dennis.
"Thank you."ucapku pada Dennis.
"Thank to her." Dennis mencium tangan kakakku.
Aku melihat kakakku. Tangannya dipasangi dua infus sekaligus dan hidungnya diberi alat bantu pernafasan.
Aku mengelus rambut kakakku yang bewarna hitam berbeda jauh dariku yang pirang terang. Tidak seperti si pembunuh dari masa lalu itu.
Dennis terus memegang tangan kakakku dan mencium jarinya. "You love her?"tanyaku begitu saja.
"So much..."jawab Dennis.
Aku melihat Dennis yang kelelahan. "Kau tidur saja. Biar aku yang jaga dia."ucapku.
"Kau juga sakit, Rora."jawab Dennis sambil memanggilku dengan nama Aurora.
"Tapi aku sudah baikan."balasku. "Tidur saja, nanti kalau ada apa apa aku bangunin."suruhku.
"Ok."jawab Dennis sambil membaringkan kepalanya di pinggir ranjang kakakku. Aku tau dia tidak akan mau tidur di sofa.
#ToBeCountinued
Date : Senin, 1 Juni 2015

KAMU SEDANG MEMBACA
Wine Part 2 (SOHL #3)
RomanceHAPPILY EVER AFTER Hal yang kuinginkan selama ini.