Prolog

161 8 0
                                    

"IBUUU.. AYAHHH...LUNAAA. KALIAN DIMANAAA." Tangisan lucano histeris terdengar sampai ke penjuru ruangan rumah sakit.

"Adek, adek jangan nangis yaa, nanti kita temuin ibu dan ayah kamu." Ujar irven sambil mengelus kepala lucano yang sudah ada perban putih membalut luka yang ada di bagian depan juga belakang kepala lucano.

"IBUUU...AYAHHH.. LUNAAA..."

Irven memberikan lucano kepada suster yang ada disana untuk menangani lucano yang masih menangis. Sebab irveh harus menangani kondisi pasien yang lain, yang baru saja datang.

Banyak dari korban tsunami yang sudah meninggal. Ada yang mengalami luka berat dan juga luka ringan. Namun Tuhan masih menyelamatkan nyawa lucano.

TIM SAR menemukannya tepat diatas kayu balok yang lumayan cukup besar mengapung dan berhenti di sebuah tumpukan kayu dan benda - benda yang terapung lainnya disana, ia tersangkut disana dengan kondisi kepala, tangan dan kaki yang sudah berlumuran darah.

Lalu TIM SAR membawa lucano untuk segera mendapatkan menanganan medis dari pihak rumah sakit.

Setelah tangisannya berhenti dan ia terlihat sudah mulai tenang. Irven mencoba mengajak berbicara lucano meski dengan tatapan mata yang terlihat kosong.

"Adekk, nama adek siapa?." Tanya lembut irven kepada lucano yang masih terbaring di atas ranjang rumah sakit.

"Lucano."

"Nama yang bagus, lucano usianya berapa?."

"6."

"Oh 6 tahun, berarti kamu sudah sekolah ya sayang."

Lucano hanya menggangguk dan ia masih dengan raut wajah yang sangat sedih.

"Ibuuu.. ayah.. lunaaa." Gumam lirih lucano yang terdengar sampai ke telinga irven.

"Lucano, nanti kalau kamu udah sembuh. Om bantu kamu cari ibu sama ayah kamu yaaa."

"Lunaaa."

"Luna siapa luc?."

"Adik lucano."

"Iya luc, kamu sembuh dulu ya nanti cari ibu ayah sekaligus luna adik kamu."

"Om janji?."

"Iyaa om janji."

Lucano tidak menjawab apapun lagi, dia masih terlihat meratapi peristiwa yang terjadi menimpa dirinya dan juga keluarganya.

Setelah kondisi lucano cukup membaik setelah 2 minggu di rawat di rumah sakit. Akhirnya irven mengajak lucano untuk tinggal di rumahnya. Yang awalnya sampai di rumah, istri irven tidak setuju jika irven harus mengadopsi lucano sebagai anak angkatnya.

"Kamu kenapa mas sok - sokan mau ngadopsi anak orang segala."

"Kasihan dia ra, dia sudah kehilangan orang tuanya saat peristiwa tsunami yang menimpa sulawesi tengah waktu itu."

"Tapi apa kamu tidak berfikir dua kali dulu untuk merawat dia mas?. Siapa tau dia keluarganya masih hidup namun terpisah oleh anak itu?."

"Sudah 1 minggu TIM pencarian mencari keluarga lucano ra, tetapi tetap nihil."

"Aku tidak setuju mas pokoknya kalau kamu mengadopsi anak itu di rumah kita."

"Kalau kamu tidak setuju, aku yang akan merawat lucano sampai dewasa nanti. Aku sudah janji kepada dia untuk menemukan orang tua sekaligus adik perempuannya yang telah hilang." Jawab tegas irven dan langsung keluar dari kamarnya.

"Pa, dia siapa?." Tanya deon yang baru saja masuk ke rumah membawa bola sepak di tangannya.

"Dia adik kamu yo. Ayo kenalan dulu."

Deon bersalaman dengan lucano dengan raut wajah yang datar.

"Nah, pinter anak - anak papa."

"Lucano, ini kakak mu. Namanya deon. Dan sekarang kamu panggil om papa ya."

"Iya papa."

"Pinterr." Ujar irven dengan mengusap kepala lucano penuh kasih sayang.

Hujan Yang Memeluk LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang