02. Si Anak Beasiswa

350 129 690
                                    

"Sshh!!" Nala menundukkan wajahnya, merasakan setiap sensasi kepedihan yang setiap hari jadi santapannya.

Air matanya luruh tanpa melirik mereka yang masih saja membentak, bahkan memukulnya tiada henti. Ucapan serta pukulan yang sangat menyakitkan itu, sangat menusuk hatinya berkali-kali. Dia berusaha menghapus air matanya, tapi nihil, buliran tersebut tidak bisa berhenti.

Nala hanya bisa meringis menahan rasa sakit yang sering dialaminya. Melawan pun, apa daya? Sang ratu sekolah, hanya akan terus semakin menyakitinya.

"Aw!" ringisnya.

"Rasain!" sang Ratu beserta antek-anteknya semakin menguatkan jambakannya pada rambut panjang Nala. Satu tangan lainnya, mulai mencekik leher jenjang itu tanpa ampun.

Melihat Nala yang mulai lemas, langsung saja dilepaskan oleh sang ratu. Dia mulai terbatuk-batuk dengan mengeluarkan darah segar dari mulutnya yang dengan segera ia tutup menggunakan tangan. Terlihat jelas tubuhnya yang bergetar hebat akibat menahan kepedihan, baik raga mau pun jiwanya. Ia bisa merasakan dengan jelas, bahwa nyawanya akan melayang. Deru nafasnya tak beraturan, menatap nanar sosok yang sedang berada di hadapannya ini.

Di sisi lain, Kathrine sebenarnya ingin lebih menyiksanya. Tapi ia takut jika Nala akan meninggal yang ujung-ujungnya berakibat fatal pada sekolahnya dan reputasinya juga.

"Untuk kali ini kamu beruntung karena aku tidak langsung menghabisi nyawamu, tapi lain kali ..." ucap Kathrine menggantung.

Plak!

Plak!

Tamparan keras, mendadak mendarat dengan sempurna di pipi kanan milik Nala. Refleks, ia terkejut. Gadis itu meringis seraya memegang pipinya yang sudah dipastikan akan memerah, bak kepiting rebus.

Kathrine menampar pipi mulus Nala berkali-kali, hingga membuat pipinya menjadi bengkak. Darah segar mengalir.

"Ayo, pergi!" seru Kathrine, pada beberapa anak buahnya. Sebelum mereka pergi, salah satu anak buahnya meludahi Nala.

Ya Tuhan, tolong kuatkan aku. Nala membatin, ia kesusahan untuk berdiri. Lututnya lemas, berjalan tergopoh-gopoh untuk menuju ruang kesehatan. Biar bagaimanapun, ia harus mendapatkan pertolongan pertama terlebih dahulu.

Perutnya sakit, kepalanya pusing, pandangannya berkunang-kunang, itu yang sedang ia alami saat ini.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya, begitu melihat jika Nala yang hendak terjatuh.

Nala yang melihat sekilas, dengan segera melepaskan diri dari lelaki asing itu. Ia tidak ingin dikasihani, ia benci dikasihani, dan ia membenci hidupnya yang sangat menderita ini.

"Biar aku antar ke ruang kesehatan," ucapnya lagi, dengan segera memapah Nala, namun gadis itu tetap menolak. "Kamu tidak bisa jalan sendiri, lihatlah kondisimu saat ini. Tolong turunkan egomu sedikit saja."

Nala tak bereaksi, itu membuat pemuda tersebut dengan segera membawanya menuju ruang kesehatan tanpa pikir panjang.

"Apa kau mengalami perundungan?" tanyanya penasaran, namun Nala tak menjawab. "Kita belum saling mengenal, aku Aaron Brandon, kau bisa memanggilku Aaron saja."

Nala hanya menatapnya sekilas.

"Apa kau selalu mendapatkan hal seperti ini?" tanyanya.

Sungguh, lelaki di sebelahnya ini sangat cerewet. Ia membenci itu.

"Siapa namamu?" tanya Aaron, namun Nala masih saja diam. "Jika seseorang sedang berbicara padamu, dengarkanlah. Lalu jika orang tersebut bertanya, maka jawablah. Apa kau tidak diajari tatakrama oleh orang tuamu?"

The Sibling's [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang