Bagaskara terhenyak dalam tidurnya, kedua matanya membuka lebar. Napas tersegal-segal, dahi berkeringat. Apa itu tadi? Apa yang diucapkannya barusan? Ia berganti posisi menjadi duduk, disekanya peluh pada dahinya. Memijit-mijitnya kepalanya yang terasa berdengung.
Malam itu, Bagaskara tidak dapat melanjutkan tidurnya kembali. Pikirannya terlalu kacau. Ditemani kesunyian malam, dan suara rintik hujan. Ia berdiri dan memandang butiran air yang tumpah ruah dari langit. Berkah pemberian Tuhan yang tiada tara bagi kehidupan umat manusia. Seandainya saja, air hujan dapat menghanyutkan segala kegundahannya, mungkin ia akan senang hati berdiri di luar bermandikan air hujan tersebut.
Berdiri memandang keluar jendela, Bagaskara berdiri seraya memanhatkan doa dengan lirih dan hikmat. "Tidak adakah jawaban untukku, Tuhan? Sebenarnya siapa anak itu, dan mengapa wajahnya selalu terbayang? Jangan biarkan aku tersesat dan hilang tertelan kegelapan yang aku sendiri tidak tau penyebabnya. Aku merasa kosong dan kehilangan."
Gemuruh suara petir membelah langit. Membuat Bagaskara mengeratkan pelukannya pada dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Bagaskara ditemani oleh Nala dan Melvin, pergi menuju rumah Danica. Meskipun gadis itu enggan untuk menemani, meningat pertengkaran tempo lalu, masih belum bisa diselesaikan.
Di rumah bergaya minimalis yang sederhana, Danica sedang berbicara pada anak perempuan yang parasnya sangat menawan. Wajahnya sangat cantik, bibirnya tipis, kulitnya putih bersih.
"Ingat pesan Mama. Jangan pernah keluar atau membuat kegaduhan, selama Mama tidak ada, do you understand?" nasihat Danica pada anak kecil itu.
"Understood, Mom!" pekiknya dengan suara menggemaskan.
"Be a good girl, oke?" pintanya lagi, yang langsung diangguki oleh gadis kecil itu.
Baru saja hendak masuk ke dalam rumah, suara seseorang membuat Danica mematung di tempat. Dadanya bergemuruh, kedua matanya melotot sempurna, ini tidak boleh terjadi. Anaknya tidak boleh diketahui oleh orang tersebut.
"Flo, masuklah," ucap Danica dengan suara pelan.
Sang anak hanya menatapnya dengan tatapan tak mengerti. "Pergilah!"
Teriakan itu, membuat sang anak dengan segera berlari.
"Kak Nica," panggil Nala.
Nica menoleh, yang langsung mendapat serangan pelukan dari Nala. Langkahnya memberat, saat menangkap sosok Bagaskara. Napasnya tercekat, matanya tak dapat berkedip, rasa rindu dan rasa cinta membakar hatinya. Mengapa perasaan ini belum mati, setelah sekian tahun tidak bertemu? Siapa yang patut ia salahkan? Lalu, bagaimana seharusnya dia bersikap? Isi pikiran Danica kacau balau.
Bagaskara balas memandang Danica dengan tatapan dalam. Perasaan yang sudah lama dipendam, menghambur meminta untuk keluar. Bak air bah yang memancar deras. Ingatan yang terlelap, langsung terjaga dari tidur panjangnya. Pasungan yang terpasang kokoh memenjara jiwanya, terbuka dengan sekali tarikan. Jujur, dia sangat merindukan sosok gadis yang sedang berada di hadapannya sekarang.
Wajah sempurna tak bercacat. Mata indah berwarna cokelat. Hidung mancung. Bibir tipis kemerahan. Serta untaian rambut kecokelatan yang bergelombang diterpa sang angin, membingkai sempurna wajah cantiknya. Harum lembut dari tubuh Danica menguar begitu saja, menusuk indera penciuman Bagaskara.
Matanya turun dan singgah pada kalung berliontin bunga lili yang terpasang pada leher jenjangnya. Kenangan bersamanya, kembali memutar di kepalanya. Rasa pening tiba-tiba menjalar, ingatannya kembali diputar bak kaset film yang sengaja dimainkan dengan tempo cepat.
"Ada apa?" tanyanya, lalu tatapannya menatap Bagaskara. "Bukankah pembicaraan kita sudah selesai?"
"N-ica," suara purau yang dikeluarkan oleh Bagaskara, membuat Nica menoleh Tatapan mereka saling bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sibling's [SUDAH TERBIT]
Romance⚠️CERITA LENGKAPNYA, HANYA TERSEDIA VERSI NOVEL, YA.⚠️ ⚠️Sudah tersedia di Shopee dan Tokopedia, ya guys.⚠️ Ini kisah Angkasa Sibling's, yang berusaha untuk menata kembali kehidupannya yang hancur karena ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka seja...