19. Abang(?)

59 16 35
                                    

"Bagaimana keadaanmu, Nala?" tanya Bagaskara, mereka kini sedang berada di area taman rumah sakit.

"Aku baik-baik saja, Bang."

"Apa sesuatu dalam dirimu, kembali merengek meminta untuk keluar?" tanyanya lagi, dengan hati-hati.

"Bang, setelah aku berpikir lebih jernih. Ternyata monster tidak terlahir jahat, melainkan mereka yang menciptakan rasa sakit dan rasa sakit itulah, yang membuat monster itu bangun."

Bagaskara menatap Nala dengan tatapan sendu. "Apa kau bisa mengatasinya?"

"Tentu harus bisa, bukankah begitu?" tanya Nala, seraya tersenyum.

Lelaki itu mengangguk. "Kau pasti bisa, Abang yakin."

"Aku akan berusaha semaksimal mungkin, untuk bisa mengendalikan dia yang ada di dalam tubuhku."

"Jadi, apa kau tidak merindukan masa sekolahmu?" tanya Bagaskara.

"Tentu aku merindukannya, selama ini aku hanya sekolah di rumah sakit. Jika ada ujian, guru yang mendatangi muridnya, bukan murid yang mendatangi gurunya."

"Itu jauh lebih baik, bukan? Abang tidak ingin kejadian serupa, kembali menimpamu."

"Tapi, Bang ... Aaron kemarin memberitahuku, bahwa anak kelas merasa kehilangan aku," ucap Nala.

"Iya, merasa kehilangan karena nggak ada lagi objek penindasan di sekolah." Bagaskara nampak emosi dibuatnya.

"Tidak, bukan seperti itu. Ada Aaron, Jae dan teman-temannya yang lain, yang pasti akan menjagaku, Bang."

"Dan penjagaan mereka tidak berlaku selama 24 jam, Nala."

"Bang, bisa tidak, ikuti apa yang Nala inginkan?" tanya Nala, ia sudah mulai muak dengan segala peraturan yang Bagaskara ucapkan.

"Baiklah, tapi dengan syarat," ucap Bagaskara.

"Apa itu? Perasaan Nala menjadi tidak enak," cicitnya.

"Abang yang akan mengantar jemputmu!" serunya.

"Abang harus kuliah dan berkerja, tidak mau! Aku tidak akan menuruti syarat darimu."

"Maka, belajarlah di rumah." Bagaskara lalu tersenyum licik.

Oh, tidak! Senyuman iblis itu. Nala membatin.

"Bagaimana? Apa yang akan kamu pilih?" tanyanya.

"Aku tidak akan memilih apapun," jawab Nala.

"Benarkah? Berarti kau sudah memutuskan, bahwa kau tidak akan bersekolah?"

"Siapapun pasti menginginkan untuk bisa sekolah, Bang. Hanya saja, pilihanmu membuatku tidak bisa untuk memilih satu di antaranya."

"Maka dari itu, pilihlah yang menurutmu bisa kau pilih."

"Aku akan bersekolah kembali, dengan diantar olehmu. Tapi, jika misalkan Aaron atau yang lainnya mengajakku untuk pulang atau berangkat bersama, maka kau akan mengizinkannya. Deal?"

Bagaskara nampak berpikir, ia lalu menghembuskan napas lelahnya. "Terserahmu saja."

"Oh, iya. Aku ingin bertanya," ucap Nala.

"Tanyalah sesukamu," jawab Bagaskara.

"Bagaimana kuliahmu, Bang? Apakah semuanya berjalan lancar? Apa kau kesusahan dalam mengambil mata kuliah? Jadi, kau mengambil jurusan apa? Mengambil sesuai passion yang kau mau, bukan? Lalu, bagaimana kondisi ruang lingkupnya? Apakah itu nyaman? Jika tidak nyaman, jangan diteruskan."

Rentetan pertanyaan dari Nala, membuat Bagaskara menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Bisakah kau menanyakannya secara perlahan? Satu-satu, gitu?" rengeknya.

The Sibling's [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang