"Gimana sekolah kalian?"
Pertanyaan tiba-tiba itu, membuat Nala dan Nila menatap Bagaskara dengan tatapan bingung.
"Tumben?" beo Nala.
"Abang baru sadar, ternyata Abang terlalu cuek terhadap kalian."
Nala adalah orang yang nampak terkejut dengan hal itu. Ada perasaan hangat tersendiri, ketika Bagaskara menanyakan mengenai hari-harinya di sekolah.
Maaf, Bang. Nala belum bisa terbuka. Nala membatin, ia lalu tersenyum dalam diam.
"Kak, Nala! Yuhuuu ..." Nila memanggil kakak keduanya, sembari bersiul.
Tak ada sahutan dari Nala, membuat Nila kebingungan. Apa yang sebenarnya kakak keduanya pikirkan?
"Kak, Nala?" panggil Nila sekali lagi, namun tetap sama. "Kakak, ih!"
"Eh, kenapa?" tanya Nala.
"Ada yang ganggu pikiran kamu, Nala?" tanya Bagaskara.
"Ah, tidak. Kenapa?" tanya Nala lagi.
"Terakhir kali Abang liat, wajahmu babak belur. Tentu itu bukan tamparan salah sasaran lagi, bukan?" tanya Bagaskara.
Pertanyaan Bagaskara, membuat Nala terdiam dibuatnya. Apa yang harus ia katakan sekarang? Haruskah ia jujur? Atau, apa harus ia kembali berbohong?
"Setiap kali kamu berbohong, itu akan membawamu selangkah lebih maju untuk mengucapkan selamat tinggal." Bagaskara lalu membawa salah satu lengan Nala, mengelusnya dengan pelan dan menatap kedua mata adiknya itu, dengan tatapan hangat. "Apa kamu paham, apa yang aku ucapkan barusan?"
Nala mengerjap polos, membuat Nila menghembuskan napas lelah. "Kejujuran adalah hadiah yang sangat mahal. Jangan mengharapkannya dari orang murahan."
Pernyataan dari Nila, mampu memukul telak Nala. Dinding yang semula ia bangun dengan kokoh, perlahan mulai runtuh. Air matanya luruh begitu saja, dadanya sesak, pasokan oksigennya menipis. Lalu, haruskah ia jujur saja? Tapi, apa yang akan Bagaskara serta Nila berikan, jika ia jujur? Dirinya tak sanggup jika harus melihat raut wajah kecewa Bagaskara. Senyum cantiknya yang selalu membanggakan pencapaian Nala, akan pudar, begitu mendengarkan kejujurannya malam ini. Haruskah ia berkata jujur, dan menghancurkan semua ekspektasi yang diberikan oleh keluarganya untuknya? Atau, haruskah ia diam saja?
"Kak Nala?"
Panggilan Nila, membuat Nala kembali sadar dari lamunannya. "Kena--eh?" ia mengusap salah satu pipinya yang basah, akibat air mata yang tiba-tiba saja luruh.
"Jangan menangis," ucap Nila. "Aku nggak tau, seberapa tersiksanya Kakak. Yang mau aku omongin sekarang cuma satu, Kakak hebat, karena bisa lewati itu semua. Aku nggak akan tanya, kenapa. Karena mungkin Kakak juga nggak bisa cerita sama kita. Tapi, Kak, salah satu teman terbaik itu, ternyata keluarga sendiri loh. Jangan pernah sungkan buat cerita sama kita, ya?"
Nala tersenyum, lalu mengangguk. "Aku nggak apa-apa, kok. Cuma nangis karena terharu aja, ternyata Adik serta Kakakku sangat perhatian sekali."
"Kebersamaan keluarga menjadi sempurna, manakala senyuman tiap orang di dalamnya penuh dengan keikhlasan dan saling menyayangi." Bagaskara lalu tersenyum, ia mendekap Nala dengan erat.
"Hari terindah adalah selalu ada waktu untuk keluarga."
Sindiran dari Nila, membuat Nala memicingkan kedua matanya. "Iya, selama ini aku terlalu sibuk dengan sekolahku, maaf, karena tidak ada waktu untuk kalian berdua."
Nila yang mendengar itu, tak kuasa untuk tertawa terbahak-bahak. "Syukurlah, jika kamu sadar, Kak."
"Bang! Boleh tidak, aku memukul Nila?" pinta Nala.
![](https://img.wattpad.com/cover/344132113-288-k356303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sibling's [SUDAH TERBIT]
Romance⚠️CERITA LENGKAPNYA, HANYA TERSEDIA VERSI NOVEL, YA.⚠️ ⚠️Sudah tersedia di Shopee dan Tokopedia, ya guys.⚠️ Ini kisah Angkasa Sibling's, yang berusaha untuk menata kembali kehidupannya yang hancur karena ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka seja...