Bibir pucat itu, berhenti sejenak. "Jika aku mati sekarang, apa kamu akan memaafkanku?" imbuhnya menerawang jauh.
Iya. Cepat atau lambat ia pasti akan membusuk, baik di dunia maupun di neraka. Jadi tak ada untungnya, bertahan dalam rasa sakit ini. Terlebih keberadaannya, sangat mengganggu keindahan dunia.
"Maaf untuk semua kesalahanku, aku harap--kamu bahagia selalu. Maaf, karena aku telah meninggalkan bekas luka yang sangat mendalam, sehingga mungkin kau tidak bisa untuk melupakannya."
Ia mengulum bibir ke dalam, selagi dadanya meraup oksigen dengan rakus, untuk kesekian kalinya. Meski sudah membulatkan tekad, tapi ketakutannya tetap datang. Sekali lagi, kristal bening itu berguguran begitu saja. Meratapi nasib yang akan ia terima setelahnya.
"Dosaku sudah terlalu banyak, aku sudah menyakitimu beserta kedua adikmu. Bahkan--"
Kalimatnya terpotong, berganti dengan deru napas tak beraturan. Rasanya benar-benar sakit. Tak hanya air matanya yang menolak, namun tubuhnya seolah menentang keputusannya untuk bertemu dengan Bagaskara.
"Untuk apa kau menemuiku lagi, Nica?"
Kelopak matanya mengatup rapat. "A-aku, m--"
"Kau sudah tidak berharga lagi, Nica. Di mataku, bahkan di mata kedua Adikku!"
Selama beberapa waktu, hanya ada suara tangisan. Di detik berikutnya ia memaksakan dirinya untuk tenang, walau deru napasnya masih terdengar kacau.
Danica menelan ludahnya sendiri. Ini kesalahannya, jadi apapun kondisinya, harus bisa diterima dengan lapang dada.
"Aku minta maaf, Bagas ..."
"Aku sudah memaafkanmu, jauh sebelum kau meminta maaf. Maka, anggap saja kita tidak pernah saling bertemu satu sama lain."
"Ba--"
"Berhenti berbicara, Nica. Itu hanya akan membuat dirimu sakit sendiri," tutur Bagaskara.
"Apa kau tidak membenciku?" tanya Nica.
"Aku tidak membencimu. Aku hanya kehilangan rasa hormatku untukmu."
Pernyataan dari Bagaskara, membuat hatinya kembali sakit. Air matanya tak dapat dia bendung lagi.
"Yang tak kupahami adalah, bagaimana seseorang dapat menceritakan banyak kebohongan dan tak pernah merasa bersalah tentang hal tersebut." Bagaskara lalu berjalan selangkah lebih maju, membuat Nica mundur beberapa langkah. "Harapan adalah akar dari semua rasa sakit di hati."
Bagaskara lalu tertawa hambar, ia menatap Nica dengan tatapan nyalang. "Aku bahkan seperti orang bodoh, Nica! Aku mencarimu kesana-kemari layaknya orang gila, tapi setelah aku tau, hatiku sakit, Nica. Jika kau memang akan menyakitiku seperti ini, mengapa tidak kau pergi dari belahan dunia ini? MENJAUH DARI PANDANGANKU?!"
"B-agaskara, aku minta maaf. Aku memiliki alasan," cicit Nica.
"Suatu hari nanti, kamu akan ingat padaku dan betapa besarnya aku mencintaimu. Lalu kamu akan mulai membenci dirimu sendiri karena telah melepaskanku."
Penjelasan dari Bagaskara, mampu memukul telak dinding tinggi yang Nica bangun. Hatinya berdenyut nyeri.
Bagaskara menatap Nica, ia tersenyum remeh. "Cinta merupakan sesuatu yang indah, ia laksana sebuah lukisan di awan cerah membingkai di ufuk senja. Karena keindahannya itu, membuatku tak sadar, bahwa cinta itu juga yang membuatku merasakan sakitnya yang teramat pedih."
"Bag--"
"Sudahlah, aku tidak ada waktu untuk meladenimu kembali. Tolong ingat ini, Nica. Kau sudah memiliki keluarga yang seharusnya kamu jaga, kau memiliki anak yang cantik, untuk kau jaga hatinya. Kau tidak ingin bukan, jika apa yang aku rasakan, menimpa anak cantikmu itu?" tanya Bagaskara.
![](https://img.wattpad.com/cover/344132113-288-k356303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sibling's [SUDAH TERBIT]
Romansa⚠️CERITA LENGKAPNYA, HANYA TERSEDIA VERSI NOVEL, YA.⚠️ ⚠️Sudah tersedia di Shopee dan Tokopedia, ya guys.⚠️ Ini kisah Angkasa Sibling's, yang berusaha untuk menata kembali kehidupannya yang hancur karena ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka seja...