24. Luka Dan Cinta

106 39 185
                                    

Luka, terima kasih. Hari ini aku memutuskan untuk beranjak, tapi bukan berarti aku kalah. Aku pergi, karena aku tidak bisa bersamamu. Aku tidak ingin kamu merusak hari-hariku. Bagaskara membatin, kedua matanya menatap kosong hamparan laut lepas di depan sana.

Ada perasaan lega, ketika dirinya menatap hamparan laut tersebut. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang membelai wajahnya, membuat dirinya terhanyut. Ia seakan lupa akan lukanya sendiri, luka yang tidak bisa disembuhkan begitu saja. Perlu cukup waktu, untuk bisa kembali menata hatinya.

Ia paham, tidak akan mudah untuk melupakan luka tersebut. Namun dia percaya, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Terima kasih, karena telah merombak diriku menjadi lebih tangguh, luka. Lelaki itu membatin, dengan sesekali menatap Nala, serta Nila yang sibuk dengan dunianya. Ia tersenyum, karena baru kali ini bisa melihat kedua adiknya sebahagia itu.

Sebenarnya ini tidak mudah baginya, hati serta pikirannya berperang sengit. Tapi tenang saja, ia tidak akan hidup bersama kepedihan selamanya. Perlahan, Bagaskara mulai mengatahui cara mengatasinya, agar kepedihan itu tidak menyakitinya lebih parah. Cepat atau lambat, semuanya akan segera sampai pada muaranya. Sedih dan bahagia, akan menemukan tempatnya sendiri.

"Bang?" panggil Aaron. Lelaki itu tetap nekat mengikuti mereka, tentu dengan teman-temannya yang lain. Oh, jangan lupakan Melvin. Dia juga ikut, atas usulan dari Jae.

Bagaskara menoleh. "Ya?"

"Apa ada yang mengganggumu, Bang?" tanya Aaron, karena Bagaskara hanya diam menatap lautan di depan sana.

"Tidak ada, Aaron."

Bohong. Bagaskara hanya dapat mengucapkan itu, ia tidak ingin jika laki-laki yang mencintai adiknya itu merasa terbebani.

"Aku siap mendengar ceritamu, Bang."

"Sungguh, aku tidak ada masalah apapun, Aaron." Bagaskara berusaha untuk membantah praduga yang sedang dilayangkan oleh Aaron.

"Bang, mau kuceritakan satu hal?" tanya Aaron.

Kedua alis Bagaskara saling bertaut. "Apa itu?"

"Hal yang membuatku jatuh cinta pada Nabastala Angkasa, si gadis dengan sejuta pesonanya, si gadis dengan segala kesabarannya."

Bagaskara mulai tertarik dengan arah pembicaraan kali ini, kini dirinya menatap Aaron dengan sorot mata menunggu lelaki itu untuk berbicara lebih lanjut.

"B-baiklah, aku akan menceritakannya," ucapnya, begitu mengerti tatapan Bagaskara. Kedua matanya menerawang jauh, ia kembali mengingat bagaimana pertemuannya dengan Nala. Senyumnya merekah, begitu kembali mendapatkan ingatannya. "Tahun kapan, ya?" tanyanya pada diri sendiri. "Kurang lebih setahun yang lalu, kami bertemu dengan tidak sengaja. Kita satu kelas, dia berada di barisan paling depan, sedangkan aku berada di barisan paling belakang. Aku yang semula acuh akan pelajaran, dan lebih memilih mengandalkan kekuasaan dari kedua orang tuaku, tak sengaja satu kelompok dengan Nala--"

Aaron menghela napas panjang. "--tapi apa kau tau, apa yang dia katakan sebagai teman satu kelompokku? Jika gadis lain, akan berusaha untuk berduaan denganku, dia beda, Bang."

"Apa yang membuatnya beda?" tanyanya.

"Dia berkata, bahwa dia bisa mengerjakannya sendiri. Tapi namaku tetap ada dalam daftar kelompoknya. Se-simple itu, dia seakan enggan untuk dekat denganku." Aaron kembali menjutkan kalimatnya. "Lalu, pertemuan kedua, ketika kelompok kami sedang mempresentasikan tugas, saat guru bertanya padaku, dia dengan segera mengambil alih jawaban itu. Dia mengatakan bahwa aku sedang tidak enak badan, jadi kesusahan untuk berkonsentrasi."

The Sibling's [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang