"Hah??"
Kini Varsha hanya diam.
"Oh iya iya, ngerti. Bagus tuh, berarti lu udah paham kan soal rasa suka dalam arti itu?"
"Iya, paham."
Wajahnya memasang ekspresi sombong, "Sekali doang gue ngejelasin, tapi orang kayak lu ternyata bisa langsung paham. Keknya gue emang jenius."
"Saya gak bodoh."
"Iye kagak! Tapi lu lemot banget!!!"
"Saya enggak."
"Gak usah ngebantah! Gue yang ngerasain!" Tubuhnya ia hempaskan pada jok mobil. Dilihatnya kembali pemandangan di depan yang ternyata sudah memasuki perumahannya.
Saat sudah tiba di depan rumah gadis itu, Varsha pun langsung mengemudikan mobilnya ke halaman rumah lalu memarkirkannya.
Sebelum turun, Varsha lihat dahulu di teras rumah itu. Apakah masih ada motor ninja berwarna hijau yang sejak kemarin terparkir di sana atau sudah tidak ada.
Melihat hanya ada dua kursi dan satu meja rotan di sana, ia pun bisa menyimpulkan bahwa sahabat dari gadis pemilik rumah itu sudah pulang.
"Turun gak lu?" Vanilla yang sudah melepas sabuk pengamannya, bingung melihat Varsha yang hanya diam sembari menggenggam tali dari sabuk pengaman itu.
Kepalanya pun menoleh pada Vanilla. "Iya." Lalu, akhirnya ia melepaskan sabuk itu dan mereka sama-sama keluar dari mobil. Varsha berjalan mengikuti gadis itu di belakang.
Saat di depan pintu rumah, Vanilla melepas sepatunya terlebih dahulu. Melihat itu, membuat Varsha sedikit bingung. "Kenapa dilepas?"
Badannya yang membungkuk, sedikit ia arahkan pada Varsha yang berdiri di sampingnya. Ia mengerti kenapa gadis itu bertanya hal demikian. "Emang biasanya dilepas. Di dalem, lantainya dipel dua kali sehari. Gue bisa disambit nyokap kalo pake sepatu ke dalem. Udah lepas aja, gak usah banyak nanya. Lantainya juga bersih, kok!"
Varsha mengangguk lalu melakukan hal yang sama.
Vanilla yang sedikit memperhatikan gadis itu yang sedang melepas sepatunya, langsung kembali bersuara. "Sepatunya lepas, tapi bawa aja ke dalem."
"Kenapa? Yang kamu disimpen di rak itu." Tunjuknya pada rak sepatu yang terpajang di dekat pintu.
"Walaupun ni perumahan aman, tapi gue agak ngeri bayanginnya. Sepatu lu itu harganya pasti di atas belasan juta, mending bawa masuk daripada tar taunya ada bocil iseng ngambil tu sepatu." Tuturnya sembari melihat logo pada sepatu tersebut. Ia jelas tahu bahwa itu adalah merk internasional yang banyak digemari oleh kalangan selebritis kelas atas. Chanel. Tak mungkin ia mengambil resiko dengan tetap membiarkan sepatu tersebut di teras rumahnya.
"Nanti taruh di mana?"
"Di mana ajalah, asal di dalem rumah!"
"Ok." Kegiatan membuka sepatunya pun ia lanjutkan. Kemudian, dirinya kembali mengikuti Vanilla saat gadis itu melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Vanilla langsung duduk di sofa dan menghempaskan tas selempangnya ke atas meja. "Taro bawah sofa aja sepatunya."
Varsha mengangguk dengan meletakkan benda itu di sana. Ia pun ikut duduk.
Melihat Varsha yang duduk sangat tegak di sampingnya, sementara dirinya yang bersandar pada sofa dengan asal, tentunya merasa tak enak sendiri. Ia pun menegakkan duduknya dan menatap gadis itu heran. "Santai aja napa, Var! Kek tegang banget lu duduk begitu."
"Duduk memang harus kayak gini biar posturnya bagus."
"Yyya iya sih, cuma-- dahlah terserah lu!" Vanilla pun kembali bersandar karena tak kuat jika duduk tegak terlalu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
Teen Fiction(Completed) Kok ada ya manusia unik kayak gitu? Gak gak, lebih tepatnya ANEH! Bertemu dengannya adalah suatu ketidaksengajaan yang aku harapkan. #GXG