27. Gelud

2.1K 237 23
                                    

Vanilla berujar sepelan mungkin karena khawatir akan ada orang lain yang mendengar walaupun di sana hanya ada mereka bertiga karena bel masuk sudah berbunyi sedari tadi.

"Varsha... Kamu inget kan tentang mantan aku semalem? Wren ini tau permasalahannya karena dulu 'kan kita emang udah temenan. Dan ya, aku ceritain ke dia kalo mantan aku itu muncul lagi. Wren coba ngasih tau strategi buat ngadepin orang itu..." Vanilla raih tangan Varsha di sana. "Tadi kamu ngira apa...? Kenapa aku denger kamu ngebentak Wren dan nanyain dia mau ngapain aku??? Emang apa yang ada di pikiran kamu?"

Wren tersenyum miring di sana. Ia ingin tahu Varsha akan menjawab apa dari pertanyaan itu.

Varsha hanya bisa menghela nafas.

"Kenapa...? Kamu cemburu sama Wren? Kamu masih ngira dia suka sama aku gara-gara omongannya kemaren?? 'Kan aku bilang dia cuma bercanda..."

Wren memainkan lidah di balik pipi kanan sembari terkekeh miris. Ternyata, sahabatnya itu hanya menganggap perasaannya sebuah candaan? Ayolah, ia ingin Varsha mengatakan sesuatu tentang ini.

"Iya maaf, aku cemburu liatnya."

Vanilla senang gadisnya itu merasakan hal demikian. Itu artinya, Varsha betul-betul mencintainya. Namun, tidak seperti ini juga sampai hampir membuat kedua gadis tadi ribut.

"Yaudah kalo ternyata kalian lagi ngobrolin soal itu. Tapi, sekarang kita harus masuk kelas. Ngobrolnya nanti lagi." Varsha genggam tangan gadis itu lalu berjalan menuju tangga. Ia tatap dengan tajam terlebih dahulu Wren yang berdiri di sana seolah memberi peringatan.


☕☕☕


Tengah malamnya....

Srang srang!

"Permisi, Pak."

"Oh iya, Neng? Mau beli nasi goreng?"

"Enggak. Saya mau nanya, rumah Wren yang mana, ya?"

Tukang nasi goreng itu mematikan kompornya. "Oh ini Neng yang pernah ke sini waktu itu ya gak? Yang pas si Wren kejengkang kursi??"

Varsha mengangguk. "Iya. Jadi, rumahnya di mana? Ini urgent."

Melihat gadis itu yang nampak tak tenang, tukang nasi goreng pun tak ingin basa-basi lagi dan langsung menunjuk ke jalanan di depan sana. "Lurus aja, Neng. Gak jauh kok dari sini. Kira-kira ngelewatin... sebelas rumah ada lah ya. Nanti rumah dia warna kuning. Biasanya di depan ada motor gede warna ijo, kok!"

"Makasih, Pak." Varsha pun memasuki mobil dan melajukannya menuju rumah itu.

Saat sudah menemukan rumah yang di maksud, gadis itu pun langsung memarkirkannya di halaman yang tak begitu luas itu, kemudian turun dari mobil dan berlari kecil menuju pintu depan.

Tok tok tok tok tok!!

Entah ketukan yang keberapa kali, penghuni rumah pun akhirnya muncul. Seorang bapak-bapak berkumis tipis dengan jambang di kedua sisi wajahnya, kini berdiri di hadapan Varsha. "Ada apa, ya? Saya gak pernah minjem uang di depkolektor. Kok mbaknya ngetok-ngetok kayak yang emosi dan mau nagih utang??"

"Saya teman sekelas Wren. Wren-nya ada?"

"Hoalah... Ada di kamarnya. Masuk aja dulu..." Pria itu mundur dan membiarkan Varsha untuk masuk.

"Um, mohon maaf sebelumnya. Tapi, saya gak bisa lama. Boleh Wren-nya aja yang dipanggil?"

"Sebentar kalo gitu, yaa!" Yanto pun masuk kembali lalu menyeret sang anak yang sedang bermain game di kamarnya. "Heh buocah! Game mulu lu mainin! Dah malem juga! Tuh ada temen dateng!"

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang