I'M FINE

183 24 2
                                    

Happy reading, friends...


CLARUS JAY

Kurasa rumor baru tentang V mungkin akan muncul lagi. Entah menyerah atau mati, aku yakin V akan dijadikan berita ekslusif lagi di media massa. Wajah tampan V itu bukan alasannya, melainkan nama Viore dan julukan pengkhianat yang membuatnya terkenal.

Setibanya di Mellius, keadaan V berangsur membaik. Kurasa Ciel dan Aurum banyak menemaninya. Aku juga sesekali menghampirinya untuk melakukan hal konyol. Aku hanya tidak ingin melihatnya kesakitan lagi. Aku sedih saat mendengarnya mengeluhkan bayaran atas sihir terlarang yang ia gunakan.

Di sisi lain, Reich juga sama. Terakhir kali, ia bertengkar dengan Vion sebelum Vion bergi bersama Genio dan Aurum. Bisakah ia tidak melakukannya lagi?

Aku pun memutuskan untuk bicara dengannya sambil menyerahkan buku harian yang selalu dibawa Vion. "Kalau kau tetap bersikap seperti itu, kau akan membuat Vion kecewa."

"Buku ini...,"

"Kau persis sama dengan dirimu di dalam buku itu. Bahkan setelah Vion menggunakan sihirnya, kau tidak berubah."

Reich tertunduk seraya memandangi buku harian itu. Ia mengangguk, menjelaskan bahwa ia paham maksud perkataanku. Ia juga tahu kebiasaannya menganggap dirinya sebagai beban. Ia selalu merasa takut.

"Aku iri padamu," katanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku iri padamu," katanya. "Kau bisa berubah setelah Vion mengulang kehidupan ini."

"Itulah yang ingin kukatakan padamu," ujarku serius. "Kau ingat apa yang Vion korbankan untuk sihir berbahaya itu? Kita tidak boleh membuat usahanya sia-sia."

"Vion terus menulis kelanjutan kisah kita untukku. Kelihatannya, ia tidak mau aku berakhir menyedihkan. Setiap kali membaca tulisan Vion, rasanya ini seperti sebuah pesan untukku."

Aku tidak punya peran banyak dalam kisah ini. Selain karena aku pernah membantu Lucas, tak ada lagi hal tertentu yang aku lakukan. Aku hanya ingin terus berada di sisi teman-temanku untuk memberi mereka kekuatan.

V terlihat hancur. Ia menjadi pendiam sejak datang membawa kabar buruk soal kematian neneknya. Aku selalu menghiburnya, tapi anak itu hanya tertawa palsu.

Suatu malam kudengar V menangis keras saat Ciel bersamanya. Ia mencurahkan semua isi hatinya kepada Ciel. Aku bahkan tidak bisa menjangkau Vion sejauh yang dapat Ciel lakukan. Tapi, aku bersyukur ada Ciel dalam hidupnya. 

Aurum menghampiriku dan kami bersama-sama mendengar suara menyakitkan itu. Aku hanya bisa mengelus pundak Aurum yang terlihat gemetar menahan tangis.

"Aku berjanji pada Kakak tidak akan menangis lagi. Tapi, kenapa malah Kakak yang menangis terus?" sahut Aurum polos.

"Kau harus membuat kakakmu bahagia," ujarku.

Aurum menatapku dengan mata bulatnya yang lucu. Aku tersenyum manis untuk membuatnya nyaman. Aku merangkulnya menyalurkan kehangatan. Kulihat bibirnya pun ikut terangkat dan ia tersenyum tipis.

Behind The Story of King's Diary (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang