OUTRO: TEAR

140 26 2
                                    

VION VIORE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VION VIORE


Kakiku kebas setelah beberapa kilometer menempuh perjalanan sambil menggendong adikku dan membawa ransel berisi dokumen. Kami sudah hampir sampai tapi keributan terdengar dari arah tempat tinggal kami. Asap mengepul dan bunyi ledakan bersahutan. 

Aku menyandarkan adikku di sebuah batang pohon besar lalu memanjat untuk mengecek. Benar saja, pemandangan yang kulihat pertama kali adalah bangunan tempat tinggal kami mulai roboh besama dengan munculnya orang-orang berseragam prajurit dari dalam. Sayang sekali, Aku pun kehilangan alat komunikasiku, jadi tak bisa menghubungi siapapun. 

Aurum merintih kesakitan karena lukanya. Seharusnya aku membawanya ke markas dan melakukan pertolongan pertama bagaimanapun caranya. Tapi, markas kami diserang. Apakah aku akan gagal lagi melindunginya? Aku tersenyum padanya sambil menyeka air mataku yang mengalir deras lalu membawanya lagi dalam gendongan.

"Kita mau kemana, Kak?" tanyanya sambil meringis karena punggungnya perih.

Aku merasakan tubuhnya melemah, napasnya pendek, dan lirihan kecil terdengar di telingaku. Makin lama suara itu menghalus, aku yakin dia sudah terlelap. Aku berharap dapat melakukan hal seperti ini sejak dulu, menggendong dan membawanya kemana-mana di punggungku. Seharusnya aku tidak pernah melepaskannya dan meninggalkannya barang sedetikpun.

Hanya ada satu tempat yang terpikirkan olehku, yang dapat memberikan pertolongan pada Aurum dan menjadi tempat kami bermalam. Langkahku berhenti tepat di depan sebuah pondok yang menjadi tujuanku. Aku memandangi tanaman obat yang tumbuh dengan baik di pekarangan. Hari sudah malam, tapi kehangatan bisa kurasakan dari dalam rumah itu.

"Nenek..."

Suaraku tercekat, tidak sanggup mengucap dengan volume yang lebih tinggi. Aku merasa banyak bersalah dan berutang padanya. Aku telah meninggalkan Nenek untuk pergi ke istana, mengirim surat sesekali dan amplop berisi uang seadanya. Nenek pasti khawatir karena surat itu tidak pernah datang lagi dan berita buruk tentang Vion Viore telah menyebar.

Setelah beberapa kali mengetuk pintu, pintu itu terbuka menampilkan Nenek yang sedikit pucat dari yang terakhir kali kulihat. Nenek terkejut sampai hampir kehilangan keseimbangannya. Detik itu juga aku menagis di hadapan Nenek karena sangat merindukannya.

"Syukurlah kau baik-baik saja. Nenek mendengar kabar buruk belakangan ini. Poster wajahmu terpasang di mana-mana."

"Aku butuh bantuan Nenek," ucapku membuat Nenek mengalihkan pandangan pada seseorang yang ada di punggungku.

Aku masuk dan menidurkan Aurum di ranjang tidurku. Aku menyimpan tas berisi dokumen di sudut kamar. Dengan cekatan, Nenek mengobati luka Aurum lalu menutupnya dengan perban. Aku juga mendapat sedikit perawatan luka meski tidak parah.

 Aku juga mendapat sedikit perawatan luka meski tidak parah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Behind The Story of King's Diary (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang