BLOOD SWEAT AND TEARS II

331 44 3
                                    

AURUM

Aku sudah lama tinggal dalam kegelapan ini. Yang kumiliki hanyalah Tuan Levi, Kak Genio, dan orang-orang kami. Aku memiliki dendam tersendiri yang tidak bisa kujelaskan secara gamblang. Aku bukan orang yang banyak bicara dan aku tinggal dalam lingkungan yang mengharuskan kami untuk diam dan bergerak tanpa suara. 

Aku berhutang budi pada Tuan Levi. Ia menolongku saat aku benar-benar tersesat dalam kesedihan dan kesepian. Aku terpuruk saat itu dan Tuan Levi hadir memberikanku sedikit demi sedikit cahaya. Aku ingin melupakan hal-hal yang buruk dan hidup sebagai Aurum yang kuat dan berbakat.

Aku bisa melakukan apa saja dan aku menjadi salah satu kepercayaan Tuan Levi dalam hal kekuatan. Di sisi lain, kami memiliki Kak Genio yang sangat kukagumi. Kurasa dia yang membuatku tergabung dalam kelompok ini, dia yang memberiku semangat untuk mengembangkan diri dan mendorongku untuk menjadi lebih kuat. Ia membuatku ingin bertahan dan mempertaruhkan segalanya.

Aku masih muda, usiaku belum genap delapan belas tahun, masih enam belas. Aku hanya anak-anak yang masih senang berkeliaran. Aku senang bermain-main sambil mengasah keterampilanku. Aku selalu membawa ketapel ini, dan memainkannya untuk membidik sasaran.

Hari ini aku menemukan orang yang selama ini kucari. Aku memberitahu Tuan Levi dan mengatakan ingin membunuh orang itu. Aku tidak bercanda, jangan karena usiaku masih muda lalu kalian anggap semua ini adalah lelucon. Tuan Levi sangat mengenal diriku, hingga akhirnya aku ada di sini bersamanya mengintai mangsa kami.

Pria paruh baya yang bernama Veloz itu adalah sasaran kami. Kami mengikutinya sejak ia membeli makanan di desa dekat tempat tinggal Viore. Tak kusangka ia bersama dengan seorang pemuda yang kelihatannya sedang bertransaksi membeli tanaman obat di sebuah kedai tradisional. Entah siapa anak itu, mungkin anaknya atau hanya kenalannya.

Kami masih memperhatikan mereka saat mereka beristirahat di tepi sungai. Aku juga kelaparan, tapi Tuan Levi bilang tidak seharusnya aku memikirkan makanan sebelum berhasil membunuh buruan kami.

"Bisakah kau suruh perutmu itu diam?" ujar Tuan Levi saat kami berdiri di atas pohon.

"Apa kau tidak lapar, Tuan?"

"Kita sudah makan di desa tadi."

"Huft, seandainya kau membiarkanku membeli sebotol susu sapi tadi, mungkin sekarang aku tidak kelaparan," keluhku sambil cemberut.

"Gerakanmu akan lamban kalau terlalu kenyang!" katanya dengan kesal.

Kami terkejut saat mangsa kami itu malah menyerang anak laki-laki yang sejak tadi berjalan bersamanya. Veloz bahkan menikam anak itu dengan pisaunya. Aku tidak bisa mendengar percakapan mereka tapi sepertinya anak laki-laki itu terlihat amat terluka perasaannya. Apakah ini pengkhianatan?

Aku dan Tuan Levi menyaksikannya. Veloz yang kami benci itu sepertinya hendak membunuh anak itu. Dadaku sesak dan tubuhku tiba-tiba gemetar, terkadang aku memang merasakannya. Aku memiliki trauma masa kecil yang membuatku punya ketakutan tersendiri melihat mata yang ingin membunuh.

"Hei, kau baik-baik saja?" suara Tuan Levi membuatku tersadar. "Lakukan sesuatu, jangan hanya diam!"

Entahlah, tapi tanganku bergerak begitu saja. Aku memainkan ketapelku. Aku membidik tepat sasaran, menyingkirkan pisau yang digunakan Veloz untuk melukai laki-laki itu.

"Jangan melukai orang itu karena kau yang pantas mati!" ujarku lalu menyembulkan kepalaku dari balik pepohonan. "Aku hanya sedang bermain ketapel, dan tak kusangka bisa menemukanmu, Pak Tua!"

Tuan Levi menarik tanganku, ia tersenyum sinis khas. Aku tahu apa yang ia maksud. Ini saatnya kami beraksi, memangsa siapa yang menjadi target kami. Sepertinya menarik, karena Veloz mungkin adalah orang yang menyimpan banyak rahasia. Kami telah menguntitnya sejak lama, bertahun-tahun, sejak aku masih kecil. Dan tak kusangka, bermain ketapel bisa mempertemukanku dengan orang itu.

Behind The Story of King's Diary (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang