BLOOD SWEAT AND TEARS I

528 40 0
                                    

VION VIORE

"Vion!!" suara serak Nenek disertai aroma manis vanila dari dapur memaksaku untuk membuka mata.

Nenek punya cara jitu untuk membangunkanku meski cuaca mendung membuat tubuhku malas bergerak. Aku pun merapikan rambut kecoklatanku sambil sesekali menguap dan berjalan lemas ke arah suara Nenek. Kulihat ia sedang menyiapkan sepotong roti dan segelas susu di meja kecil multifungsi itu.

Aku menyantap sarapan itu sambil memandangi punggung Nenek yang kian membungkuk sedang membersihkan beberapa tanaman obat yang dipetiknya dari pekarangan.

Rumah sederhana Nenek sedikit berubah sejak aku bergabung di dalamnya. Aku pandai mengacak-ngacak rumah dan menambah benda-benda yang tidak lazim ditemukan di dalam rumah seorang nenek tua yang hanya tinggal dengan pria paruh baya yang merupakan putra semata wayangnya, Paman Veloz.

Peristiwa sepuluh tahun yang lalu di desa Viore masih jelas tergambar di kepalaku. Malam itu hujan, dan aku tidak tahu bagaimana caraku melarikan diri dari pembantaian yang berlangsung dalam semalam. Secepat itulah aku kehilangan ayahku, adikku, dan keluarga Viore. Nenek menolongku, menghangatkan tubuh lemahku, merawat lukaku, dan memberikanku makanan hangat. Sedangkan Paman Veloz adalah tentara yang saat itu turut serta dalam pembantaian Viore namun ia berhenti dari pekerjaannya dan kembali ke rumah Nenek.

Ini sangat pelik. Nenek merawat dan melindungiku meskipun ia tahu aku adalah seorang anak Viore yang selamat. Nenek tidak memberitahu Paman tentang kejadian malam itu dan tentang identitasku, jadi Paman hanya mengenalku sebagai Vion yang tersesat.

Kini usiaku dua puluh satu tahun, dan aku masih membuat nenek berumur tujuh puluh tahun itu kerepotan. Aku pikir Nenek telah berusaha keras membuatku bertahan hidup dengan segala kekurangannya.

Nenek adalah seorang ahli pengobatan. Pekarangan Nenek ditumbuhi banyak tanaman obat, dan di dapur Nenek rajin meracik obat-obatan untuk dijual. Saat pertama kali Nenek menemukanku, lukaku juga disembuhkan dengan cepat olehnya. Kami bertahan hidup dengan mengirim obat-obatan ke Ibu Kota dan menjualnya kepada tabib istana. 

Sejak Paman Veloz kembali ke rumah ibunya, aku memiliki kebiasaan baru. Paman melakukan beberapa permainan. Ia mengajariku keahlian untuk membela diri. Ia adalah prajurit yang kuat namun harus berhenti karena sebuah alasan. Aku tidak banyak bertanya pada Paman karena ia selalu terlihat kesal jika masa lalunya dibicarakan.

Hari ini aku pergi dengan Paman Veloz. Kami menuju ke desa sebelah untuk menemukan beberapa tanaman kering pesanan Nenek. Entahlah apa yang Paman pikirkan, tidak biasanya ia menemani perjalananku.

"Paman, kita harus berjalan cukup jauh," ujarku memecah keheningan. "Apakah Paman tahu kalau di desa sebelah itu memiliki tanah yang subur?"

"Yah, bangsa Viore dahulu tinggal di dekat sana. Bukankah Viore memiliki perkebunan yang luas?" kata Paman yang berjalan di depanku, mungkin raut wajahku kini berubah.

"Kau pernah melihatnya?" tanyaku. "Kurasa tidak heran jika banyak tanaman langka ditemukan di sana."

"Saat ini perkebunan itu digarap oleh istana. Mereka sudah menghilangkan keaslian tanah Viore dan sengaja menanam jenis-jenis tanaman yang paling dibutuhkan istana. Namun, mereka menjualnya dengan harga tinggi," jelasnya lalu menghela napas panjang. "Istana memang ingin melenyapkan Viore selamanya, walau hanya tinggal sebuah kisah."

Paman menjelaskan sesuatu yang terasa terlalu menohok tenggorokanku. Ia menoleh sedikit kepadaku saat menyebut nama Viore, dan aku jadi sedikit curiga.

"Ah!" aku berseru untuk mengalihkan pembicaraan. "Jangan kaget kalau aku cukup dikenal di sana. Aku bisa dengan mudah meminta diskon! Aku termasuk pelanggan tetap yang disukai, lho!"

Behind The Story of King's Diary (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang