6

6.7K 440 1
                                    

Berendam beberapa saat ke dalam air yang beraroma lavender membuat seketika tubuhku merasa rileks. Kakiku keluar dari bak mandi dengan cepat lalu menerima uluran kain lebar dari Anne yang setahuku berfungsi sebagai handuk.

Jariku mengetuk dagu pelan, menimbang. "Em, kira - kira aku pakai gaun yang mana, Anne?" tanyaku pada wanita di sebelahku yang matanya turut fokus memindai puluhan gaun yang terjajar rapi di hadapan.

"Apa nona ingin pergi hari ini?" tanya Anne memastikan.

"Tidak. Hari ini aku berencana untuk jalan - jalan di sekitaran kediaman ini saja."

"Ah, baiklah. Nona pakai gaun ini saja, lebih nyaman."

Pilihan Anne jatuh pada gaun berwarna biru langit dengan aksen pita besar dipinggang belakang. Arti kata nyaman menurut Anne terlalu luas, karena gaun yang kupakai ini tetap saja berat yang berlapis dan juga harus memakai korset ketat untuk memperindah tampilan katanya.

Helai rambut yang menjuntai di kedua sisi wajah memantul seiring langkahku yang berjalan semangat karena hari ini cuacanya cerah.

"Anne, sekarang Derren ada dimana?" tanyaku antusias pada Anne yang sedari tadi mengekoriku.

"Mungkin di ruang kerjanya, nona," jawabnya.

"Em, ya udah deh gak jadi," gumamku pelan.

Aku urungkan saja keinginanku untuk menemui Derren saat ini. Tidak mungkin aku bertanya pada Anne dimana ruang kerja suamiku itu karena pasti ia akan langsung mengomeliku habis habisan karena tidak tahu seluk beluk rumah sendiri. Memikirkan itu membuat diriku merasa bodoh karena tidak mengenali denah rumahku ini, padahal aku di sini memang bukan tuan rumah asli, diriku hanyalah seseorang yang sedang cosplay menjadi duchess Louis gadungan.

Aku menghembuskan napas panjang. Hasil kegiatan berjalan - jalan santai mengelilingi kediaman ini yaitu cukup membuat kakiku terasa pegal karena memang sangat luas. Agaknya aku bisa mengingat ruangan-ruangan di kediaman ini walau tidak semuanya.

"Duchess!" Seruan itu seketika membuat tubuhku yang tadinya merebah langsung terduduk lalu kepalaku menoleh pada seseorang yang berjalan ketempatku saat ini.

Yah, kegiatan jalan - jalan di rumah sendiri berakhir di sebuah taman kediaman ini dan merebah di atas rumput pendek. Walaupun tadi aku harus berdebat sedikit dengan Anne yang katanya gaunku bisa kotor oleh tanah. Tapi pada akhirnya wanita itu hanya menyerah saat aku mengancam akan mencari pelayan baru untuk menggantikannya jika ia tetap protes terus padaku.

"Ada apa, Hugo?" tanyaku. Sebelah alisku terangkat karena pria itu yang berdiri agak jauh dari tempatku saat ini.

Aku bangkit dari duduk dan menghampiri Hugo yang tetap pada tempatnya. "Ada apa?" tanyaku sekali lagi.

Hugo berdehem sejenak, "Duke memanggil Anda, Duchess."

"Wah, iyakah? Ada apaan memangnya?" tanyaku antusias.

"Saya kurang tahu, duchess."

"Oh gitu ya. Ya sudah ayo!"

***

Aku masih belum mengerti benar bagaimana hubungan antara Camilla si duchess dengan Derren—suaminya itu saat ini, apa mereka punya komunikasi yang terjalin baik selama dua bulan pernikahan mereka ini atau malah sebaliknya? Tapi yang kutahu beberapa waktu ini kalimat yang dilontarkan Derren saat berbicara padaku selalu saja pedas.

Dan yang paling penting apakah pernikahan mereka ini didasari rasa cinta atau hanya karna kepentingan lain? Yah, setahuku biasanya di dalam cerita novel seperti ini, pernikahan kerap terjadi sebab hubungan politik yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak atau bisa saja karena hal lainnya.

Duchess LouisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang