Rencanaku sebenarnya ingin memanggil penjual gaun-gaun bangsawan itu ke rumah karena aku sedang malas berpergian, tapi kuusir dulu kemalasanku itu dan akan membeli langsung di tokonya.
Kali ini Anne yang menyarankan agar mendatangi sebuah butik terkenal yang juga biasanya menjadi langganan setelah aku tinggal di wilayah Lamelia ini dan menjadi Duchess di sini. Jadi aku mengiyakan dan menurut saja karena aku pun tidak mengetahui apapun di sini.
Merasakan kereta sudah berhenti berjalan, aku dan Anne segera turun dari kereta untuk segera menuntaskan tujuan diriku ke sini. Sebenarnya ada aturan untuk pelayan bahwa mereka tidak diperbolehkan menaiki kendaraan yang sama dengan majikannya. Bahkan, tadi sebelum berangkat Anne sempat mendebat keputusanku agar menemaniku di kereta ini karena aku tidak mau jika terlihat seperti rombongan jika membawa dua kereta sekaligus yang hanya diperuntukkan untuk membeli baju. Itu berlebihan menurutku.
Melangkah dan mataku langsung disambut oleh bangunan bergaya klasik, dari depan seperti ini kelihatannya tidak terlalu besar tapi berbeda kenyataan saat aku memasuki butik khusus menyediakan gaun-gaun mewah para bangsawan kelas atas ini. Bangunan ini luas dan memanjang ke belakang.
Diriku langsung disambut oleh wanita paruh baya yang bergaun lebar. Senyumnya mengembang, "wah, Duchess. Lama tak bertemu!" sapanya.
"Ah, iya." Aku ikut tersenyum membalasnya.
"Saya ingin menebak terlebih dulu. Apakah Duchess ingin gaun untuk ke pesta pertunangan Putra Mahkota?" ucapnya antusias. Aku mengiyakannya dan segera menyelesaikan urusanku yang ini.
Pilihanku berakhir pada gaun berwarna gading, alasannya karena gaun itu terlihat cantik jadi aku memilihnya. Meskipun Anne tadi bersikeras untuk tidak memilih gaun itu, tapi aku juga bersikeras dengan pilihanku. Jadi, jalan tengah yang dipilih Anne adalah membawa gaun lain juga yang menurutnya cocok saat kupakai.
Seperti perintah Derren, aku pun mengatakan pada pemilik butik untuk menyerahkan tagihan gaun-gaun yang kubawa kepada Derren. Dan urusan pergaunan di sini telah selesai.
***
"Anne, apa kau tahu di mana ada ahli sihir yang sakti di sekitaran sini?" Aku menyakan hal yang menjadi sebab untuk segera menyelesaikan urusan sebelumnya.
Jadi sekarang aku meminta pada kusir kereta agar terlebih dulu berkeliling di sekitaran kota Lamelia ini sebelum pulang. Tentu saja alasannya agar aku dapat mencari tahu suatu hal yang amat penting dan yang harus kucari tahu alasannya dari sekarang sebelum diriku makin terperosok dalam kehidupan enak orang kaya ini.
Semua itu adalah hal yang masih membuat otakku pusing apakah kejadian yang menimpaku saat ini adalah kenyataan yang jika dipikir-pikir sangat diluar nalar dan tidak bisa diterima akal sehatku ini.
"Apa? Ahli sihir?" Anne mengulangi ucapanku mungkin ingin memastikan pendengarannya tidak salah. "Untuk apa Nona mencari ahli sihir?!" lanjutnya sambil menatap horor padaku.
"Iya. Apa kau tahu di mana mereka biasanya membuka prakteknya?" Dengan tenang aku menjawab pertanyaannya.
"Apa Nona tidak tahu jika sihir tidak diperbolehkan masuk di wilayah kekuasaan Raja Arthur ini," jawabannya sukses membuatku seketika menoleh terkejut. "Tidak mungkin Nona tidak tahu aturan yang itu," lanjutnya.
"Lah, kok gitu?" Otomatis pikiran-pikiran buruk bahwa aku akan terjebak di dunia novel ini selamanya semakin membuat diriku panik.
"Saya tidak tahu alasannya, Nona. Jangan tanya alasannya pada saya! Tapi emm... mungkin Duke tahu alasannya, Nona bisa bertanya pada Duke," katanya mengusulkan. "Bukankah memang sihir hitam tidak diperbolehkan di wilayah kekuasaan Raja Arthur sudah sejak lama? Saya juga tidak tahu kapan tepatnya, tapi banyak orang sudah tahu tentang hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Louis
Historical Fiction"Tentu saja suami nona, Duke Louis. Dan kerajaan Balethiva tentunya. Lalu saya Anne, pelayan nona sejak kecil dan kenapa nona malah menanyakan hal sudah nona ketahui?! Lalu saya tidak mengenal Lisa, apakah ia pelayan baru nona?" jelasnya frustasi. *...