"Kita sudah sampai?" tanyaku antusias pada pria di sampingku ini.
Istana megah berada di depan mataku ini sangat indah. Persis seperti istana dalam film-film bertema fantasi. Dan sangat tinggi, sampai aku harus menyipit untuk melihat ujung istana yang berupa bendera kebangsaan Balethiva.
Pilar-pilar berwarna putih tinggi menjulang dan besar berjajar sebagai penyangga. Istana kerajaan Balethiva ini di dominasi warna putih dan emas yang menunjukkan kemewahannya. Aku curiga jika itu benar-benar emas asli. Bagaimana jika mencukilnya sedikit untuk kubawa pulang, hm, ideku tidak buruk. Bisa kupertimbangkan nanti.
"Tentu kau punya mata. Kenapa masih bertanya?" Aku seketika mendelik menoleh pada Derren. Sialan! Kenapa mulutnya itu sangat pedas? Apa dia tadi makan cabai sebelum bicara?
"Kok gitu, sih!" Tanganku sukses menampar lengannya. Ugh, keras. Kenapa malah tanganku yang sakit, sih!
"Ini tangan atau batu? Kenapa keras sekali!" kesalku padanya. Ia hanya terkekeh, apa maksudnya itu?!
"Ini adalah batu. Batu yang bisa kau gandeng. Cepatlah!" Aku mengerjapkan mataku cepat, lalu melihat ia menarik tanganku untuk melingkari lengannya yang besar dan berurat.
Aww, inikah rasanya digandeng orang ganteng?
Diriku mencoba melangkah anggun di samping Derren, diikuti Hugo dan beberapa orang lainnya. Netraku menatap beberapa orang beberapa orang yang menyambut kedatanganku dan Derren.
Di sana terdapat dua orang yang paling mencolok di antara mereka semua, pria paruh baya dan seorang wanita bergaun lebar berdiri anggun di sampingnya. Yah, mereka terlihat mencolok karena hiasan di atas kepalanya, mahkota, sangat indah dengan permata ruby sebagai hiasannya.
"Salam Yang Mulia, semoga keberkahan dan keselamatan selalu terlimpah kepada sang penguasa Balethiva." Aku melirik Derren ketika ia melepas lenganku lalu menunduk hormat pada penguasa Balethiva ini dengan meletakkan tangan kanan tepat di dada kirinya pada penguasa Balethiva ini.
Dan aku? Bagiamana denganku, apa yang harus kulakukan? Mataku melirik Derren yang juga sedang melirikku. Karena gelagapan aku pun mengikuti gaya Derren tadi, memberi hormat pada sang penguasa Balethiva. Apakah itu benar? Baiklah semoga saja.
"Duke Louis. Selamat datang, oh kau membawa istrimu juga ternyata." Raja itu terkekeh lalu tersenyum pada pria di sampingku ini. Beralih padaku, dan aku tersenyum lalu menundukkan kepalaku sebentar menanggapinya.
"Terima kasih, saya merasa terhormat kedatangan kami telah di sambut oleh anda sendiri." Raja itu, aku tidak tahu namanya, hanya mengangguk lalu tersenyum.
"Wah, Camilla! Lama tidak berjumpa. Dan sepertinya kau sangat senang sekali bisa ikut bersama suamimu kemari? Lihatlah! Wajahmu dengan jelas mengatakannya." Sang ratu itu, bertanya padaku atau 'kah sedang menyindirku. Kemudian ia tertawa sebentar lalu diam. Yah, lebih baik diam saja!
Dan kenapa dengan matanya itu, ratu bersurai pirang itu menatapku sinis. "Kenapa anda memelototi saya, Yang Mulia!" Apakah anda ingin saya mencolok netra anda?!" Huh, sayangnya tidak mungkin aku berteriak mengucapkan kalimat itu padanya. Aku masih waras dan sayang nyawa.
***
Di bumi, tepatnya di kehidupanku sebelumnya. Aku hanyalah seorang koki di sebuah kedai makan milikku sendiri. Tidak terlalu terkenal ataupun ramai pengunjung sampai berdesak-desakkan. Hanya saja, sudah cukup membuat diriku kewalahan karena memang pekerjanya diriku sendiri dan Lisa, temanku.
Kedai itu sebenarnya adalah warisan dari kedua orang tuaku. Mereka menitipkannya padaku, dan berpesan agar aku tetap menjalankan kedai itu meslipun saat itu pengunjungnya tidak terlalu banyak.
Lalu aku berinisiatif untuk membuat kedai itu lebih menarik dengan sentuhan suasana klasik. Tentu saja aku tidak punya banyak modal saat itu karena aku tidak sekaya itu, dan aku pun memaksa agar Lisa mau memberikan sedikit uangnya untuk mewujudkan ide itu.
Tak kusangka, ideku itu berdampak baik pada perkembangan kedai itu. Lebih banyak pengunjung datang karena penasaran dengan gaya klasik yang disuguhkan.
Dan sekarang kembali kesini, aku tersadar dari lamunan karena ketukan dipintu dengan susulan suara orang itu. Aku pun menginterupsinya agar langsung masuk saja.
"Anne, kukira kau tidak ikut tadi," ucapku saat melihatnya masuk serta membawa nampan ditangannya yang sepertinya berisi makanan. Ia menghampiriku yang sedang rebahan di kasur, lalu menyerahkan nampan itu padaku. Oh, ternyata sebuah roti yang kelihatannya masih hangat dan secangkir teh.
"Saya tidak mungkin meninggalkan nona. Saya bisa mati khawatir kepada nona jika saya tetap berada di Lamelia," katanya.
"Kau selalu berlebihan, Anne. Aku kesini bukan untuk berperang!" Aku melihat Anne terkikik geli menyahuti.
Raja Arthur-aku baru tahu namanya setelah menguping pembicaraan Derren tadi, yang dengan baik hatinya mempersilahkan diriku untuk beristirahat setelah perjalanan melelahkan tadi. Yah, diriku sekarang berada di kediaman yang khusus untuk tamu istana, kamar ini sangat luas dan interiornya pun indah, menonjolkan kesan kuno, tetapi elegan.
Sedangkan Derren, pria itu pergi bersama raja Arthur tepat setelah menyambut kedatangan kami. Derren juga mengatakan bahwa ia akan mengikuti rapat penting bersama raja tentunya dan bangsawan lainnya. Entah apa yang akan didiskusikan, aku tidak tertarik dan repot-repot menanyakannya.
Aku menyuap roti hangat yang dibawa Anne tadi ke dalam mulut, entah darimana ia mendapatkannya aku tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu. Rasa manis menyebar di dalam mulut dan intinya enak. Juga sekarang diriku tidak peduli dengan etiket bangsawan itu, aku makan dengan lahap karena lapar, tepatnya kelaparan.
"Nona, saya tadi sempat berpapasan dengan putra mahkota." Aku menolehkan pandanganku cepat pada Anne.
"Putra mahkota?"
"Iya nona. Em, apa nona tidak ingin bertemu dengannya? Seminggu lalu nona mengatakan jika merindukan putra mahkota."
Aku mendelik menatap Anne. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus merindukannya?"
Wajahnya terlihat terkejut. "Apa nona sudah benar-benar melupakan putra mahkota?" tanyanya menyelidik. Keningnya berkerut heran.
Ada apa ini sebenarnya? Apa hubungan Camilla dengan putra mahkota? Otakku mencoba berpikir keras mungkin ada secuil ingatan mengenai hal itu. Sampai seluruh bagian roti habis kumakan serta secangkir teh sudah lolos menuju lambung, tetap saja aku lupa-sebenarnya sih tidak tahu tepatnya.
***
Bersambung...
with luv♡
(づ ̄ ³ ̄)づ
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Louis
Historical Fiction"Tentu saja suami nona, Duke Louis. Dan kerajaan Balethiva tentunya. Lalu saya Anne, pelayan nona sejak kecil dan kenapa nona malah menanyakan hal sudah nona ketahui?! Lalu saya tidak mengenal Lisa, apakah ia pelayan baru nona?" jelasnya frustasi. *...