22

3.1K 165 2
                                    

Aku menghembuskan napas beberapa kali dengan kasar. Sungguh sangat diluar dugaan, sekarang aku hanya bisa berdiri dengan keringat bercucuran di samping pria yang ingin sekali kugetok kepalanya itu dengan buku tebal yang kubawa ini.

Sebelumnya dengan tampang meyakinkan, pria itu mengatakan jika ia akan mengajakku ke suatu tempat yang tidak akan membuatku bosan. Dengan senyum semringah, setelah keluar dari ruang kerjanya itu diriku meminta Anne agar menyiapkan setelan gaun paling cantik yang kupunya.

Aku benar-benar belum menyadari ketika telah dalam perjalanan memang kereta kuda kerap kali terguncang karena jalanan yang tidak rata, karena memang bukankah biasanya juga seperti itu?

Namun, semua terjawab ketika Derren mengulurkan tangannya menyambutku untuk keluar dari kereta lalu menyuguhkan pemandangan yang tak biasa kepadaku. Pria itu menarik tanganku dalam genggamannya untuk lebih dekat ke arah tujuannya yang sangat diluar ekspetasiku. Kupikir ketika ia menagih janjinya untuk melakukan semua tugas sebagai istri, pria itu akan benar-benar membuat kenangan manis sebagai pasangan. Tapi, itu salah besar. Seharusnya memang aku seharusnya tidak sepenuhnya mempercayai segala ucapan dan tindakannya.

"Kau tahu,  Derren?" Mataku melirik pria itu yang memang berdiri tepat di sebelah kananku.

"Hm?"

"Jangan lupa beritahukan semua keperluaanya tanpa terkecuali pada Her Grace, Will!" Bahkan, dia masih sempat menyela ucapanku.

"Katakan, Camilla. Ada apa?" ulangnya bertanya.

"Kau tahu, kau sangat menyebalkan, Derren! Dan kau tahu tidak, jika gaun yang kupakai ini adalah yang paling cantik di semua lemari pakaianku! Dan apa ini, ternyata kau malah membawaku ke konstruksi jalan?!" ucapku bersungut. "Bahkan kau menyuruhku berdiri di bawah terik matahari langsung seperti ini untuk mencatat batu-batu itu?! Kau benar sudah mengeksploitasi istrimu, Derren!"

Kali ini Derren menoleh ke arahku, lalu menggenggam tanganku untuk menjauh dari tumpukan batu yang katanya akan dibuat jalan itu. Tapi, aku curiga dengan apa yang akan dikatakannya sekarang.

Aku berdehem ketika ia sudah membawaku ke tempat yang lebih teduh, aku menebak jika tempat ini adalah sebuah toko milik seseorang yang tinggal di dekat konstruksi ini. "Setidaknya sedikit kemajuan darimu, Derren. Jika berlama-lama di tempat terik terus-menerus bisa membuat kulitku kemerahan lalu gosong, apa kau mau istrimu yang jelita ini menjadi jelek?"

"Tentu tidak," jawabnya enteng. "Dan sekarang, berteduhlah di sini sebentar untuk mencatat segala keperluan beserta dana yang dibutuhkan! Kau tahu, Camilla, bahwa ini adalah wujud dari tanggungjawabmu sebagai istriku?"

Aku menipiskan bibir menahan hasrat untuk mencaci maki manusia menyebalkan yang sayangnya berparas tampan itu. "Tidak mau!" Tanganku lalu melambai seseorang yang tengah berdiri tegak di samping bebatuan. "Hugo, kemarilah!"

Pasti dengan patuh, pria yang tak kalah tampan dengan Derren itu senang hati menghampiriku. "Apa ada yang Anda perlukan, Duchess?"

"Ya, aku perlu air dingin untuk berendam! Jadi, tolong bawa aku pulang kembali ke rumah, karena kusir kuda itu tidak mau kuperintah selain dari tuannya!" jawabku yakin. Aku melangkah lebih dulu sebelum pria itu menjawabku, tapi tentu Hugo tidak akan menolakku bukan?

"Kau tidak akan pergi, Hugo!" Aku kenal suara yang menyeru itu, dasar otoriter!

***

Panas di wilayah ini memang tidaklah terlaku terik, tapi tetap saja akan terasa membakar kulit jika di bawah sinarnya terlalu lama seperti beberapa waktu lalu. Kuakui Lambrigh adalah kota dengan udara yang cukup hangat, berbeda dengan Lamelia dan lainnya. Kukira itu disebabkan adanya banyak penambang besi beserta pengrajin-pengrajin senjata yang selalu menyalakan api di tungkunya sudah membuat tanah di Lambrigh ikutan panas.

Duchess LouisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang