Aku menghentikan langkah, dan menghembuskan napas panjang. Sedari tadi diriku hanya berputar-putar terus di tempat ini, bahkan aku sudah tak lagi menghitung berapa kali aku mencoba keluar dari sini.
Aku menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jauh ke depan. Tapi, tidak ada apa-apa di sana. Seolah tidak ada ujung dari tempat ini. Karena sudah lelah, aku pun menghempaskan tubuhku untuk merebah langsung di atas rumput.
"Sebenarnya aku sekarang ada di mana? Kenapa tiba-tiba aku bisa ada di sini?" gerutuku kesal. Mungkin sekarang bibirku menjadi lebih lancip beberapa senti ke depan.
Aku mengernyitkan dahi. "Aku tidak pikun untuk mengingat kalau tadi aku masih ada di kamar. Bahkan aku tadi bersama Derren di sana. Lalu kenapa bisa tiba-tiba aku di tempat ini?"
Mendesah pelan, "aku yakin kalau aku tidak punya kemampuan teleportasi."
Tempat ini terlihat seperti padang rumput. Bahkan sejauh apapun aku melihat, hanya rumput yang terlihat. Namun, yang membuatku merinding, saat di kamar aku ingat bahwa hari masih malam, sedangkan di sini sudah siang walaupun tidak ada matahari yang terlihat.
Apakah semalam ada yang menculikku lalu membuangku ke tempat ini?
Tapi untuk apa? Aku juga tidak terlalu cantik, siapa juga yang mau menculikku?!
Tapi, jika aku sekarang dibuang oleh penculikku, bukankah seharusnya Derren menolongku? Namun, sekarang apa? Dia sepertinya benar-benar tidak peduli denganku, karena, yah, aku menyadari kalau diriku ini hanya beban untuknya.
Aku meringis. "Setidaknya tolong cari aku, lalu jika ingin mengembalikanku ke ayahnya Camilla, aku tidak apa-apa kok. Aku ikhlas..."
***
Sudah berapa lama aku di sini sebenarnya?
Aku merasa aneh jika harus sendirian di tempat asing seperti ini.
Sekarang aku jadi mengingat sesuatu.
Lisa. Bagaimana kabarmu sekarang? Seperti terasa sudah lama sekali aku tidak melihatmu, tapi, yah memang benar. Aku jadi sedih jika harus memikirkan bagaimana keadaanmu saat kau tiba-tiba melihat diriku tidak juga bangun saat hari sudah pagi untuk kembali membuka kedai itu.
Aku tersenyum kecil membayangkan Lisa yang akan marah-marah saat kewalahan melayani pelanggan yang datang. Perempuan itu pasti akan menggerutu dengan muka masam.
Lisa adalah teman yang sangat berarti untukku, bahkan ia mungkin lebih dari teman. Umurnya berada di atasku lima tahun.
Aku dan Lisa dulunya tinggal bersama di sebuah rumah asuh. Saat itu mungkin umurku sepuluh tahun saat mengenal Lisa di sana. Ibu pengasuh sedikit demi sedikit memberi tahuku alasan kenapa aku bisa ada di rumah itu.
Ia menceritakan kalau sebelumnya Ayah dan Ibuku telah tiada setelah kecelakaan yang dialami oleh kami. Bersyukurnya, aku selamat dari kejadian nahas itu. Walaupun saat itu aku jadi tidak bisa mengenali diriku sendiri karena sebuah benturan yang cukup fatal di kepalaku.
Aku merasa menyelami kehidupanku sebelumnya melalui kisah yang diceritakan Ibu pengasuh. Jadi saat itu aku tidak merasa sangat terpuruk karena itu, mungkin hanya sedikit sedih mengingat nasibku tidak beruntung sekali karena aku sudah tidak bisa bersama kedua orang tuaku lagi.
Ibu pengasuh juga mengatakan kalau ia sudah diberi amanat oleh Ibuku untuk menjagaku. Bahkan, ketika aku sudah merasa harus keluar dari rumah itu, Ibu pengasuh memberikan sebuah kunci yang merupakan peninggalan kedua orang tuaku. Ia mengatakan kalau sebelumnya ia sempat menjalankan bisnis kedai itu, tetapi sudah saatnya ia memberikannya padaku.
Dan saat itu Lisa juga selalu ada di sampingku. Apapun keadaannya.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Tidak, bukan karena terharu dengan itu. Tapi, aku merasa tidak bisa menghirup udara untuk mengisi oksigen ke paru-paruku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Louis
Historical Fiction"Tentu saja suami nona, Duke Louis. Dan kerajaan Balethiva tentunya. Lalu saya Anne, pelayan nona sejak kecil dan kenapa nona malah menanyakan hal sudah nona ketahui?! Lalu saya tidak mengenal Lisa, apakah ia pelayan baru nona?" jelasnya frustasi. *...