23

3K 223 7
                                    

Aku turun dari kereta dengan santai. Mataku melirik keranjang kecil di genggaman tangan kananku dengan senyuman lebar di bibir. Lalu mendekatkan keranjang itu mendekat ke arah wajahku untuk melihat isi darinya entah yang keberapa kali.

Beberapa waktu lalu selepas menghabiskan seporsi daging panggang itu, perutku cukup mulas setelah melihat tagihan menu yang sudah terlanjur kupesan. Untung saja isi dari kantung untuk menyimpan uang yang diberikan Derren itu masih cukup untuk membayar tagihan seharga langit.

Mau ditaruh mana mukaku jika uangnya tadi kurang? 

Lalu setelahnya akan beredar surat kabar yang mengatakan jika istri seorang Duke tidak bisa membayar tagihan makannya sendiri.

Oh, tidak! Aku bingung mau melipat mukaku dengan bentuk apa jika itu benar terjadi?!

Jadi, meskipun harus menguras semua uang yang kubawa tadi, aku dapat melunasinya.

Oke, tapi lupakan itu! Sekarang sebelum kusir kereta kuda yang tadi berhasil mengantarkanku pulang dari Lambrigh itu pergi. Aku mendekat menuju tempatnya. "Namamu siapa? Nanti aku akan melunasi hutangku padamu," ujarku.

Kusir setengah abad itu tersenyum membuat kumis di atas bibirnya pun ikut terangkat. "Tidak, Duchess. Anda tidak perlu melunasinya, saya merasa senang karena telah membatu Anda tadi."

Mataku memicing padanya. "Apa kau pikir aku tidak bisa melunasi hutangku padamu?!"

Kusir itu sedikit gelagapan. "Bukan, seperti itu maksud saya, Duchess."

"Lalu, apa maksudnya?"

"Ehm, Saya merasa senang sekali karena bisa membantu Anda yang ingin sekali dengan kue-kue itu. Jadi, Anda tidak perlu menganggapnya hutang lalu mengembalikannya," pria itu berujar lebih panjang.

Aku menghembuskan napas kasar. Apa aku perlu memberitahunya bahwa Derren itu kaya?

Astaga! Apa aku terlihat sombong?! Ya ampun, bukan begitu maksudku.

"Sudahlah, kau tunggu saja di rumah atau dimanapun itu, aku akan menyuruh seseorang untuk memberikan uang yang telah kupinjam tadi kepadamu. Dan terima kasih karena sudah meminjamkannya?" pungkasku akhirnya.

Aku sedikit melambai. "Baiklah, aku pergi. Kau juga lalu beristirahatlah!"

***

Aku kembali melanjutkan langkah hendak menuju ruangan yang paling disukai si pria dengan gelar Duke di kediaman ini. Aku tidak bermaksud apapun, hanya saja aku ingin memberikan sedikit kue kering hasil dari pinjaman uang si kusir tua baik hati.

Tok tok tok

"Derren, apa kau di dalam? Aku mau masuk," kataku sedikit menaikkan volume suara.

Tidak ada jawaban.

Namun, aku tetap saja memegang kenop pintu untuk membukanya. Belum sempat diriku mengintip ke dalam seseorang menghentikan niatku sebelumnya.

"Duchess! Anda dari mana saja?"

Aku mengerutkan dahiku. "Tentu saja dari Lambrigh. Eh bukankah kau yang bernama Will? Bukannya saat aku pulang kau masih di sana dengan Derren? Lalu, sekarang kau malah sampai lebih dulu dariku, bagaimana bisa?!"

Pria berkemeja itu mengangguk membenarkan pertanyaanku. "Benar. Yah, dan itu masalahnya! Duke bersama yang lainnya sudah sampai sejak satu jam yang lalu, dan tadi His Grace terlihat cemas karena tidak menemukan Anda walau sudah mencari di seluruh kediaman."

Aku melebarkan mataku. "Oh, kasihan sekali dia pasti kebingungan. Padahal aku tadi sempat mampir ke rumah makan lalu ke pasar untuk membeli kue kering he... he... he... "

Duchess LouisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang