Kakiku melangkah turun dari kereta kuda yang berhenti di halaman rumah. Aku melanjutkan langkahku menuju kamar untuk segera mandi agar virus - virus gosip para wanita kaya itu tidak menempeliku.
"Anne aku ingin mandi. Gaun ini sangat panas, tubuhku rasanya sangat gerah!"
Dengan sigap wanita paruh baya itu langsung menyiapkan apa yang kuinginkan tadi. Sebenarnya aku tidak tega jika harus menyuruh - nyuruh Anne melakukan perintahku. Tapi, aku juga tidak ingin melewatkan kesempatan menjadi Nyonya besar di kediaman bangsawan terpandang ini. Kenapa aku merasa seperti menjadi tokoh jahat, sih!
Mungkin setelah ini aku akan menemui Derren karena banyak hal yang ingin kutanyakan padanya. Yang paling penting tentang Camilla istrinya dan Putra Mahkota si tokoh utama pria dalam novel ini. Tadinya aku ingin mengorek informasi lebih dari wanita kepala apel itu, tapi Countess Mersia lebih dulu menutup acaranya itu dan mempersilahkan tamunya agar pulang ke rumah masing - masing.
***
Gaun yang kupakai ini lebih ringan dari biasanya jadi bisa lebih leluasa kakiku melangkah cepat menuju ruang makan karena Anne mengatakan jika sudah waktunya makan malam.
Menghempaskan tubuhku agar bertumpu pada kursi dan duduk tenang sembari menunggu Derren yang memang diriku sudah lebih dulu sampai di ruangan ini. Aku melirik berbagai makanan yang terhidang di atas meja membuat perutku berteriak minta diisi.
Tidak lama kemudian pria yang kutunggu sedari itu telah datang dan duduk tenang di tempatnya. Penampilannya agak berantakan dengan rambut menutupi dahinya dan kemeja yang ia pakai sudah tidak serapi yang biasa kulihat sebelumnya. Meskipun begitu, itu tidak akan mengurangi kadar tampan padanya.
Sedangkan pria itu membuka kegiatan makan ini dengan mempersilakan diriku untuk makan juga bersamanya.
Kegiatan makan ini berlangsung dengan hikmat karena memang aku juga sangat fokus memindahkan hidangan di depanku ini ke dalam perutku. Oke, itu terlihat sedikit berlebihan!
Menutup kegiatan makan malam ini dengan mengelap sudut bibir dengan kain yang telah disediakan. Mataku melirik Derren yang sepertinya ia juga telah menyelesaikan makanannya.
"Austin ke sini tadi saat kau pergi," kata Derren membuat atensiku terfokus padanya.
"Hah, siapa?"
Siapa lagi Austin ini? Kenapa aku selalu dihadapkan pada situasi sulit seperti ini yang membuatku seolah baru saja kehilangan ingatan.
"Apa indra pendengaranmu sekarang menjadi berkurang?"
"Apa katamu?!"
"Ternyata benar."
Aku melotot padanya. Ingin sekali ku sentil bibir indahnya itu dengan vas bunga. Ugh, itu terlalu sadis! Baikah kuurungkan saja niatku itu.
"Dia mencarimu," ungkapnya. "Kenapa dia mencarimu? Tidak biasanya," lanjutnya.
"Ya mana aku tahu kenapa dia mencariku!" balasku kesal. Seharusnya aku yang bertanya begitu bukan malah sebaliknya.
Aku juga tidak tahu tokoh yang bernama Austin itu. Tentulah karena aku memang sudah melupakan jalan cerita novel My Charlotte ini bersama dengan tokoh - tokoh tak pentingnya. Aku sudah pernah mengatakan bahwa yang kuingat hanya dua tokoh utamanya dan akhir bahagia pada kisah cinta mereka.
Berdehem pelan, "Oh, baiklah." Pria itu berdiri lalu tangannya menyugar surai hitamnya ke belakang karena memang sedikit menghalangi indra penglihatannya.
Mataku mengerjap cepat teringat dengan tujuanku ingin segera menemui pria itu tadi.
"Eh, tunggu aku, Derren!" Aku mengikuti Derren yang melangkah keluar dari ruang makan ini dan mengekori pria itu dibelakangnya.
Mengerutkan dahiku berpikir. Apa aku harus bertanya sekarang padanya. Tapi, aku harus mulai dari mana saat menanyakannya? Bukankah terlihat aneh jika seseorang menanyakan tentang mantan kekasih pada suaminya? Kedengarannya saja sudah sangat aneh.
Apa aku bertanya saja pada Anne. Mungkin dia lebih tahu banyak karena wanita itu mengatakan jika ia sudah menjadi pelayanku sejak lama sebelum Camilla menjadi istri Derren. Baiklah mungkin bisa kupertimbangkan. Nanti aku juga harus bertanya kepadanya tentang ahli sihir paling sakti di Balethiva ini.
Namun, aku segera sadar diri bahwa aku tidak mempunyai uang sebanyak itu untuk nanti membayar ahli sihir itu. Eh, tapi bukankah seharusnya seorang bangsawan itu kaya? Apa aku akan meminta pada Derren saja? Ataukah aku harus mencari tahu keluarga Camilla ini yang pastinya juga seorang bangsawan?
"Kenapa kau mengikutiku?" Suara itu menyentak dan menyadarkanku dari lamunan.
Mataku mengedar memindai ruangan tempatku berdiri saat ini, nuansa putih dan abu gelap. Sepertinya ini kamar, sangat luas karena memang tidak banyak barang yang memenuhi kamar ini. Tapi...
"Di mana ini?!" teriakku tersadar. Aku menatap Derren yang berada di depanku ini meminta penjelasan padanya. Sangat jelas bahwa ini bukanlah kamarku, lalu kamar siapa?
Pria itu dengan santainya malah berbalik dan melangkah menuju satu - satunya ranjang di ruangan ini. Lalu ia dengan santai berbaring telentang dengan kedua tangan menekuk di bawah tengkuknya—menggunakannya sebagai bantal.
"Ini kamarmu? Kenapa aku bisa di sini?" tanyaku menggebu.
"Seharusnya tidak perlu kau tanyakan lagi. Tentu saja karena kau istriku bukan," jawabnya.
Aku mendelik, memang benar sih jawabannya itu. Tapi kan jiwaku ini bukan istrimu, bapak!
"Baiklah, aku akan kembali ke kamarku saja!" putusku akhirnya. Masalah menanyakan tentang hubunganku dengan Putra Mahkota aku akan bertanya pada Anne saja mungkin, yang terpenting sekarang aku harus kembali ke kamarku sekarang.
"Hm," yang kudengar hanya gumaman darinya yang ternyata ia menutup matanya. Ini belum terlalu malam, apa dia akan tidur sekarang? Seperti anak kecil saja padahal umur sudah tua!
Aku mengalihkan pandanganku darinya dan memutar tubuhku. Tanganku menarik pintu kamar ini yang emtah sejak kapan tertutup. Tapi kenapa ini susah dibuka?!
Sampai akhirnya usahaku pun berhasil membuka pintu itu dan kepalaku melongok keluar mengintip situasi di luar ini. Tiba - tiba bulu kudukku meremang.
"Gelap sekali," gumamku. Tanganku merinding. Pemandangan di luar ini sangat menyeramkan, hanya ada beberapa obor di lorong dan aku melihat dua prajurit berjalan menjauh dari kamar ini. Sepertinya mereka memang ditugaskan untuk menjaga keamanan kediaman ini dengan mengelilinginya. Masih sempat aku berpikir apa kakinya tidak pegal?
Aku menoleh ke belakang ketika mendengar suara kekehan pria yang ada di atas ranjang itu. "Apakah sudah sangat yakin akan kembali ke kamarmu, Camilla?"
"Ke-kenapa tidak?" Kenapa aku malah gagap begini, sih?
"Jarak dari sini ke kamarmu itu lumayan jauh. Jadi, sudah benar - benar yakin?" tanyanya lagi.
Aku menyipitkan mata dan menipiskan bibir. Ternyata dia sedang mengejekku. Pria itu tahu bahwa aku takut kegelapan.
"Aku bisa menyuruh prajurit disana untuk mengawalku. Jadi, Tuan tidak perlu repot - repot mengantar saya," jawabku.
"Oh, tentu tidak. Aku tidak akan merepotkan diriku untuk mengawalmu sampai ke kamarmu itu, Camilla." Tawa ringan keluar dari bibirnya sejenak lalu melanjutkan, "dan para prajurit akan tetap menjalankan tugasnya. Mereka hanya akan menurut padaku, tidak pada siapapun. Jadi, maaf kau harus kembali ke kamarmu sendiri."
Aku mendengus kesal.
"Atau kau bisa menginap di kamarku saja, lebih mudah bukan?" Ia terkekeh lagi.
***
Bersambung...
with luv♡
(づ ̄ ³ ̄)づ
KAMU SEDANG MEMBACA
Duchess Louis
Historische fictie"Tentu saja suami nona, Duke Louis. Dan kerajaan Balethiva tentunya. Lalu saya Anne, pelayan nona sejak kecil dan kenapa nona malah menanyakan hal sudah nona ketahui?! Lalu saya tidak mengenal Lisa, apakah ia pelayan baru nona?" jelasnya frustasi. *...