Satu

66.3K 2K 11
                                    

Berkali-kali Sava membaca nama pembimbing skripsinya di lembar surat pengajuan judul yang akan diberikan ke Akma jurusan untuk membuat surat keterangan judul dan surat keterangan pembimbing. Namun, nama Afkari Sadewa Adiyatma, S.H, M.H membuat Sava seakan tak percaya dengan apa yang ada di selembar kertas tersebut.

"What the fuck?! Gila!" umpat Sava padahal gadis itu masih di depan ruangan ketua prodi jurusan Hukum. Belum lagi suaranya cukup keras.

Hal itu jelas saja mengundang banyak pasang mata melihatnya. Baru Sava satu-satunya mahasiswa yang berani mengumpat tepat di depan ruangan ketua prodi, selama ini tak pernah mereka mendengar mahasiswa yang mengumpat. Ini kalau ketua prodi yang mendengarnya, kira-kira apa yang akan terjadi pada Sava?

Walau begitu, Sava malah tak peduli dengan tatapan itu, dia lebih memfokuskan dirinya pada nama yang tertulis sebagai dosen pembimbing keduanya. Sang mantan calon suami akan menjadi dosen pembimbing keduanya, jelas hal tersebut membuat Sava ketar-ketir. Bagaimana kalau seandainya Afkari balas dendam karena Sava pernah menyakitinya?

Apa yang Sava pikirkan memang pikiran gila yang pastinya tak akan terbesit di pikiran siapapun, tetapi bagi Sava yang merupakan orang yang pernah menyakiti Afkari, pasti berpikir hal seperti itu.

"Sumpah, lo malu-maluin," ucap Adriana seraya menarik lengan Sava agar menjauh.

"Na, tunggu dulu, gue masih gak percaya sama apa yang gue lihat," ujar Sava tak terima ditarik begitu saja. Nyatanya gadis itu memang masih tak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Urusan belakangan itu, kita pergi dari sini. Gue yang malu ngeliatnya," ungkap Adriana.

"Bukan hanya Adriana sih, gue juga," timpal Cantika ikut-ikutan menarik Sava.

Pasalnya, kala Sava mengumpat tadi, beberapa orang yang mengenal Sava dan tahu kalau Adriana serta Cantika adalah sahabatnya, mereka juga melihat pada Adriana dan Cantikan.

Sava tak memberontak, tetapi mendelik tajam mendengarnya, kesal bukan main. Sahabatnya ini, mentang-mentang dapat dosen pembimbing yang baik-baik, semuanya malah bicara seperti itu. Bagaimana nasibnya ini?

"Lo berdua bisa tenang dikit, gak? Kasih gue kesempatan buat kesal, contohin tuh bang Fahri, gak banyak komen," sungut Sava membuat kedua gadis itu melirik pada orang yang ditunjuk Sava.

"Mahasiswa abadi kayak bang Fahri mau dicontoh? Aneh lo. Dia tuh dua semester lagi bakal di-DO," kata Cantika.

Membuat Fahri yang diam melotot mendengarnya. Dia padahal diam tanpa berkomentar, tapi namanya malah dibawa-bawa, parahnya dibilang mahasiswa abadi.

"Yang penting gue udah tahap nyusun proposal skripsi," balas Fahri membela diri. Fahri tak bisa protes karena nyatanya, dia memang mahasiswa abadi.

Fahri si mahasiswa abadi. Teman-teman sekelasnya yang dulu sudah lulus semua dan tersisa Fahri seorang, itu semua karena pria itu program mata kuliah yang tak lulus, dan berujung bertemu dengan tiga orang gadis yang se-frekuensi dengannya. Alhasil, Fahri berteman dengan ketiga gadis itu.

Sava memutar bola matanya malas, apabila tak dilerai, kedua orang tersebut tak akan berhenti berdebat. Gadis itu memilih untuk menjauh dari ruang ketua prodi dan duduk di gazebo tak jauh dari ruang Akma fakultas.

"Kenapa lo? Kesal banget tadi?" tanya Cantika saat mereka sudah duduk di gazebo.

Sava tak menjawab, tapi langsung menunjukkan lembar surat pengajuan judulnya pada ketiga temannya. Sontak saja membuat ketiganya melotot tak percaya lantaran membaca nama mantan calon suami Sava di sana.

"Mampus lo ketemu mantan. Lo rasain gimana bimbingan sama doi, banyak revisi lo pasti."

Bukannya mencoba menenangkan Sava karena mendapatkan dosen pembimbing mantan calon suami sendiri, Fahri malah membuat Sava semakin ketakutan. Siapapun tahu kalau Afkari merupakan dosen berwajah malaikat tapi berhati iblis.

Julukan itu pertama kali Sava dengar saat dia semester dua dan saat dia pertama kali menjalin hubungan dengan Afkari. Afkari terlihat begitu baik, sering menyapa mahasiswa, dan cara mengajarnya pun asik, terlihat seperti dosen idaman. Namun, dosen itu sangat pelit dengan nilai. Kata mahasiswa yang pernah masuk di mata kuliah Afkari, mendapatkannya nilai bagus di mata kuliah Afkari merupakan kemustahilan. Dapat dihitung jari mahasiswa yang mendapatkan nilai A dari Afkari. Walau begitu, Afkari tak memberikan nilai pada mahasiswa sesuai dengan moodnya, pria itu cukup profesional menurut Sava.

"Sial banget, 'kan? Kok bisa dapat pembimbing dia? Kenapa juga kita gak bisa pilih pembimbing kayak fakultas lain?" Sava bertanya, membuat ketiga temannya tak peduli.

Peraturan di tiap-tiap fakultas Universitas Wirabraja berbeda-beda, ada yang mengizinkan mahasiswa memilih dosen pembimbingnya sendiri, ada yang apabila menyetor judul lewat website, ada yang kalau KKN harus memiliki surat keterangan judul, dan masih banyak lagi. Bersyukurnya Sava berada di fakultas Ilmu Hukum, sehingga dia tak bertemu dengan persyaratan ataupun peraturan yang mampu membuatnya kesusahan. Sayangnya, Sava melupakan apa yang akan dia hadapi selama menjadi mahasiswa semester akhir nantinya.

"Gue ganti judul aja kali, biar bisa ganti pembimbing," ucap Sava. Gadis itu langsung mengeluarkan pulpen juga notebook dari tasnya, bersiap untuk menulis judul baru.

"Heh, ingat, judul lo di-ACC setelah pengajuan kesebelas. Lo mau ngajuin judul ulang? Yang ada pak Maulana malah mempersulit lo," peringat Cantika.

Adriana dan Fahri mengangguk, membenarkan apa yang Cantika katakan.

"Yang ada pak Maulana malah marah sama lo," tambah Adriana.

Sava berdecak kesal. Benar saja, yang ada nanti dia akan dipersulit dan dimarahi. Sava sudah mengajukan judul sejak empat bulan yang lalu dan baru di-ACC pada pengajuan kesebelas. Berkali-kali dimintai teori, kemudian ditolak dengan alasan sudah banyak yang memakai judul tersebut. Bersyukurnya saat judul yang di-ACC, dia sama sekali tak dimintai teori, langsung di-ACC tanpa ditanya lokasi penelitian dan hasil risetnya.

"Udah, mending lo hadapin aja. Anggap ini karma buat lo," kata Fahri dengan santainya, membuat Sava langsung memukul pria itu dengan notebook.

"Sialan. Ini namanya kesialan buat gue, bukan karma," balas Sava tak terima.

Gadis itu berdecak kesal, lalu mengambil surat pengajuan judulnya yang terdalam tanda tangan ketua prodi dan nama dosen pembimbingnya. Mau tak mau, Sava harus menerima kenyataan bahwa salah satu dosen pembimbingnya adalah mantan calon suaminya.

Mengajukan judul ulang juga tak mau, Sava tak ingin repot-repot, tak mau membuat semuanya lama. Sebentar lagi mereka memasuki semester delapan, KKN juga baru saja selesai sebulan yang lalu.

"Mau ke mana?" tanya Adriana.

"Ke Akma. Gue terima nasib aja, deh."

Daripada harus mendengar ejekan dari teman-temannya, Sava memilih ke Akma dan menyetor surat pengajuan judulnya. Yah, walau gadis itu ogah-ogahan mengingat kalau dosen pembimbingnya adalah mantan calon suaminya.

***

Yahooo...

Series dosen yang ketiga akhirnya rilis juga😚

Uhuy, bakal buat kalian baper nih.

Gimana pendapat kalian tentang Sava?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang