Tujuh

28.3K 1K 11
                                    

Sava menarik napasnya panjang, lalu menghembuskan perlahan sebelum memasuki ruang dosen untuk bertemu Afkari. Gadis itu tadi sudah menghubungi Afkari akan mengatakan alasan dia memilih judul skripsinya dan Afkari langsung menyuruhnya ke ruang dosen. Jantung Sava berdebar, banyak hal yang dia takutkan apabila menjawab alasan dia memilih judul skripsinya.

Pertama, takut Afkari tak menerima alasannya. Kedua, takut Afkari marah karena dia mungkin saja menjawab asal-asalan. Ketiga, takut Afkari malah melarangnya untuk revisi apabila alasannya tak jelas.

Gadis itu mengenal bagaimana Afkari. Pria perfeksionis yang tak bisa melihat ataupun mendengar hal yang menurutnya tak sesuai dengan keinginan dan harapan. Afkari selalu mengedepankan kesempurnaan dalam hal akademik, makanya jarang mahasiswa yang berada di kelas Afkari mendapatkan nilai sempurna.

"Pagi, Pak," sapa Sava kala gadis itu sudah berada di depan Afkari.

Afkari yang tadinya cuma memainkan ponselnya, seketika melepas ponselnya dan membalas sapaan Sava.

"Duduk," perintah Afkari.

Gadis yang tengah dilanda kegugupan dan kekhawatiran itu, menarik kursi di depan meja Afkari, lalu duduk berhadapan dengan sang dosen pembimbing. Sava meneguk ludahnya susah payah kalau, tenggorokannya terasa gatal, dan untuk batuk saja, Sava merasa takut.

"Gak usah tegang, saya gak marahin kamu," kata Afkari sadar bahwa Saga saat ini tengah gugup.

Gadis di depan Afkari tersenyum kikuk, ternyata Afkari dapat melihat kalau dia tengah gugup. Oh, padahal ini hanya menjawab saja alasan dia mengambil judul skripsi, bukan hal lain, tapi kenapa rasanya malah menegangkan seperti ini?

"Jadi, apa alasan kamu?" tanya Afkari menatap pada mata Sava dalam, membuat Sava seketika memundurkan sedikit wajahnya.

Kenapa Afkari menatapnya dalam? Sava yakin, dia masih belum berbuat kesalahan pada Afkari.

"Karena judul tersebut jarang ada yang gunakan dan juga saya ingin meneliti judul tersebut, Pak."

Afkari mengernyit, sebelah alisnya terangkat seakan mencerna ucapan Sava.

"Hanya itu?"

Sava mengangguk, lalu menjawab, "Iya, Pak."

"Bukan karena hal lain? Contohnya, kamu ambil judul itu dari Google, jadi gak tahu apa alasan yang pasti," kata Afkari menyindir Sava.

Sementara Sava yang mendengarnya langsung melotot tak percaya. What the hell?! Afkari mengetahui judulnya yang di-ACC dari Google. Harusnya Sava ingat bahwa Afkari bukan dosen yang mudah dibohongi.

"Saya bukan pak Maulana yang mudah dibohongi, saya sudah membaca banyak skripsi, jadi saya tahu. Judul kamu bagus, toh juga memang belum ada mahasiswa Hukum di sini menggunakan judul itu, atau mungkin jarang. Saya gak permasalahkan, yang saya tanyakan alasan kamu memilih judul itu, Sava," tutur Afkari.

Sava menunduk dan memilih diam, dia tak berani membalas atau mungkin membantah karena apa yang dikatakan Afkari itu benar. Judulnya memang dia mencari di Google, tapi siapa sangka pak Maulana menerima judulnya.

"Alasan kamu ambil judul skripsi gak jelas, gak bisa diterima. Kamu jangan berpikir saya seperti ini mau balas dendam. Saya seperti ini sama kamu bukan karena saya mau balas dendam karena kamu pernah menyakiti saya, saya gak suka mencampuri urusan pribadi dan pekerjaan. Itu saya lakukan karena saat seminar proposal nanti, kamu akan ditanyakan alasan mengambil judul tersebut. Setidaknya, kalau kamu nanti lupa menjawab saat seminar proposal, saya sebagai pembimbing bisa bantuin kamu," lanjut Afkari semakin membuat Sava tak bisa membalas.

Sava hanya diam, menunduk dalam. Bodoh sekali dia ini, kemarin sempat berpikir kalau Afkari bisa saja balas dendam padanya saat bimbingan nanti, tapi ternyata pemikir itu dipatahkan oleh pernyataan Afkari. Namun, gadis itu tetap saja kesal pada Afkari, apa susahnya menerima dia bimbingan sampai dia mendapatkan alasan yang pas karena telah memilih judul skripsi tersebut.

"Kamu bisa kembali kapan saja kalau alasan kamu sudah jelas, saya masih belum mau menerima mahasiswa bimbingan apabila alasannya mengambil judul skripsinya sendiri saja tidak tahu."

Sava tak membantah, dia malah berdiri dari duduknya dan langsung keluar dari ruang dosen tanpa pamit pada Afkari. Ini kalau dia berlama-lama di depan Afkari, yang ada Sava kebablasan jadi memukul wajah Afkari dengan proposal skripsi miliknya.

***

"Sialan emang!" umpat Sava cukup keras, membuat Fahri langsung memukul tengkuk gadis itu pelan.

"Heh, ini masih di kampus. Lo kalau mau bilang sialan, anjing, dan teman-temannya bisa di rumah," tegur Fahri. Jelas saja dia menegur Sava, di kantin fakultas bukan hanya mereka saja, tapi ada beberapa dosen juga staf fakultas yang tengah makan siang.

"Berisik lo, gue lagi kesal," ungkap Sava kini menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

Selanjutnya yang didengar Fahri, Cantika, juga Adriana adalah isak tangis dari Sava. Fix, sepertinya dia habis dimarahi saat bimbingan dengan Afkari. Memang tadi sebelum kumpul bersama mereka, Sava mengatakan akan bimbingan dengan Afkari. Siapa sangka kalau gadis itu ternyata dimarahi Afkari.

"Loh, kenapa malah nangis? Sava, woi!" Adriana mencoba menghentikan Sava menangis, tapi malah membuat Sava semakin mengeraskan suara tangisnya.

"Sava, gue perasaan tadi gak marahin lo, deh," ucap Fahri tiba-tiba merasa bersalah. Apa mungkin Sava marah karena dia tegur tadi?

"Atau gue mukul lo terlalu keras?" lanjut Fahri padahal dia merasa kalau dia tak memukul Sava dengan keras.

"Sava—"

Belum sempat Adriana berkata, suara Sava yang terdengar begitu emosi membuat ketiga sahabat Sava terkejut, apalagi saat melihat ekspresi wajah Sava.

"Tuh dosen maunya apa, sih? Kenapa susah banget terima gue bimbingan sambil nungguin gue punya alasan tepat kenapa pilih judul skripsi gue?"  Sava menggebu-gebu mengutarakan isi hatinya yang kini tengah dilandasi kekesalan pada dosen pembimbingnya.

"Ngakunya gak mau balas dendam, tapi ini malah kelihatan mau balas dendam. Gak tahu aja kalau gue lagi sibuk plus banyak pikiran," lanjut Sava membuat Fahri menoyor kepala gadis itu.

"Eh, makanya, gue udah bilang sama lo untuk nyari alasan lo pilih judul itu, tapi lo malah gak peduli. Kali ini gue ada di pihak pak Afkari. Dia pastinya gak bodoh dan tahu kalau judul lo itu dari Google," timpal Fahri.

Sava cemberut mendengarnya, dia memang malah tak peduli saat Fahri menyuruhnya untuk mencari alasan memilih judul tersebut, dan memilih untuk mengabaikan perkataan Fahri.

"Udah, nanti dicari lagi, 'kan bisa." Cantika ikut bersuara, kali ini dia membela Sava membuat Fahri mendelik.

"Ngomong gampang, tapi nyari yang pas itu susah. Gue yakin, pak Afkari nolak karena judul sama alasan lo gak sinkron."

Sava mengangguk, lalu memperbaiki sedikit perkataan Fahri. "Lebih gak masuk akal, sih."

"Makanya jangan asal ambil judul tanpa mikirin gimana kedepannya. Jadinya kayak gini, 'kan?"

"Gue 'kan iri lihat yang lain udah ACC, junior juga udah ada yang di-ACC judulnya," ujar Sava.

"Gak usah mikirin yang kayak gitu kalau lo gak paham sama judul lo. Ingat, ya, kalau mau pilih judul skripsi itu yang diperhatikan paling utama ada tiga. Pertama, metode penelitian. Kedua, veriabelnya. Ketiga, alasan memilih. Lo cukup tahu sama tiga hal itu, proposal skripsi lo aman," jelas Fahri.

***

Pak Afkari galak, yah?🤣

Gimana sama part ini? Suka gak?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang