Sembilan

26.6K 949 4
                                    

Sava menatap satu per satu anggota lembaga yang tengah duduk melingkar membahas perihal majalah kampus yang akan terbit kurang lebih dua bulan lagi.

"Gue harap divisi yang bersangkutan segera ngurus kerja sama antar percetakan. Kita gak bisa berlama-lama sementara beberapa naskah mulai dari artikel sampai berita sudah tahap editing. Kita bisa kasih apresiasi kepada tim wartawan yang bergerak cepat," tutur Sava seraya bertepuk tangan memberikan apresiasi kepada tim wartawan.

"Kak, tapi gimana sama layout-nya? Kami sepakat untuk pakai background kampus?" tanya Alfian—salah satu tim layout dalam dewan redaksi.

"Kalau pakai background kampus kayaknya lebih cocok di cover, deh?" Andini dari tim editor menimpali.

"Gambar kampus sebagai background majalah kampus itu kayaknya udah biasa banget. Coba kita pakai background yang lain gitu."

Sava tak menyela, tak juga menegur pada dewan redaksi yang saling mengeluarkan pendapat. Mereka semua diberikan kesempatan untuk berpendapatan, hal itu semua demi proyek majalah kampus mereka selesai dengan hasil yang memuaskan.

"Ini 'kan majalah kampus, jadi gambar kampus sebagai background cover itu pilihan yang cocok," timpal Nana dari tim editor.

"Tapi itu udah biasa banget, kalau kayak gitu, gak akan ada yang tertarik baca majalah kita. Mungkin orang akan berpendapat kalau majalah itu hanya untuk menarik mahasiswa baru karena pakai background kampus. Tujuan kita itu untuk menarik pembaca karena minat baca sekarang itu kurang," tutur Andri dari tim fotografer.

Novia sebagai moderator kali ini meminta kepada yang lainnya untuk berhenti sejenak karena berbicara sebelum dipersilakan. Ketika semuanya sudah diam, Sava meminta untuk berbicara dan dipersilakan oleh Novia.

"Untuk layout kita bisa lihat setelah naskah selesai tahap editing, tapi gue harap tim layout tetap cari layout yang cocok buat majalah kita. Kemudian desain cover, kita akan lihat jadinya nanti dan semuanya akan diberikan kesempatan untuk berpendapatan mengenai desain covernya," tutur Sava.

Matanya melihat pada anggota lembaga, lalu tersenyum kecil.

"Rapat kali ini kita tutup, gue harap semuanya dapat bekerja sama dengan baik. Adapun pendapat dari kalian semua akan ditampung. Gue tahu kita semua mau yang terbaik, maka dari itu kerja sama kalian sangat dibutuhkan," pungkas Sava sebagai penutup rapat siang ini.

Seharusnya rapat kali ini diadakan sore nanti, tetapi ada beberapa anggota yang tak bisa saat sore hari sementara mereka adalah anggota yang akan ditanyakan mengenai kinerja mereka semua. Bersyukurnya siang ini banyak anggota yang tak memiliki kelas, mungkin karena sebentar lagi akan UAS. Selain itu, Sava juga akan bimbingan saat sore dengan Afkari.

***

Pukul empat sore merupakan jadwal Sava bimbingan, tetapi sayangnya dosen pembimbing gadis itu masih juga belum datang sehingga membuat Sava menunggu Afkari di depan ruang dosen. Hal ini dilakukan agar dia bisa secepatnya bertemu Afkari dan bimbingan secepatnya.

Sava tak ingin berlama-lama, dia ingin mengejar seminar proposal awal semester delapan nanti, sementara waktu memasuki semester delapan kurang lebih tiga bulan lagi.

"Lama banget nih dosen," gerutu Sava. Padahal dia baru menunggu sekitar lima menit, tetapi kini sudah mengeluh karena Afkari tak kunjung datang.

Gadis itu menatap layar ponselnya yang sejak tadi di genggamannya, hanya menatap saja dengan lama tanpa melakukan apapun pada layar datar tersebut. Sava masih bosan memainkan ponselnya saat ini, terlebih lagi dia yang tengah gugup menunggu kedatangan Afkari.

"Sava."

Sava yang tadinya menunduk melihat layar ponselnya, seketika mendongak dan menatap Afkari yang kini berdiri di depannya. Sejak kapan Afkari berdiri di depannya? Kenapa dia malah tak sadar?

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang