Lima

41K 1.5K 11
                                    

Teori judulnya yang diminta Afkari telah selesai dicetak pagi tadi, oh atau mungkin sangat pagi. Demi bimbingan proposal skripsi, Sava rela datang ke kampus pukul enam pagi kemudian ke sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa untuk mencetak teori judulnya. Padahal Sava adalah orang yang paling malas ke kampus pagi-pagi, paling juga ke kampus mepet-mepet.

Gadis itu membaca kembali teori judulnya yang telah dia cetak, barangkali ada beberapa hal yang salah pengetikan. Dibaca berkali-kali, Sava yakin sudah tak menemukan kesalahan dalam pengetikan. Dia melihat pada arloji yang melingkar dipergelangan tangannya, waktu telah menunjukkan pukul sebelas siang, tetapi Sava sama sekali tak melihat kedatangan Afkari sejak pagi tadi.

Sava bahkan rela duduk di depan ruang dosen demi bimbingan proposal skripsi, bahkan untuk makan bekalnya pun, Sava memakan di depan ruang dosen di mana dari depan ruang dosen dia dapat melihat parkiran khusus dosen. Namun, sejak pukul setengah delapan gadis itu duduk di depan ruang dosen, hingga pukul setengah sebelas, dia masih belum menemukan keberadaan Afkari.

Mungkinkah dosen pembimbingnya itu tak datang?

Sial, Sava lupa mencari tahu jadwal Afkari. Harusnya dia cari tahu dulu jadwal Afkari biar dia bisa tahu kapan waktu yang tepat untuk bimbingan.

"Bu Pimred, udah berapa jam lo di sini?"

Suara Azka membuat Sava yang tadinya sibuk memainkan ponselnya langsung teralihkan, dia menatap Azka sejenak kemudian kembali memainkan ponselnya.

"Sekitar tiga jam-an mungkin, gue gak tahu."

"Ngapain? Gue di lantai tiga gedung kelas lihat lo di sini dari tadi, kayak gak ada kerjaan aja. Mending ke sekretariat, bantuin anak-anak di sana," kata Azka.

Walau begitu, pria usia dua puluh tahun itu mendudukkan dirinya di samping Sava. Tanpa izin lebih dulu dengan Sava, Azka mengambil proposal skripsi Sava juga teori judul yang tadi dibaca Sava beberapa kali.

"Gue mau bimbingan, tapi dospem gue malah gak ada," ujar Sava. Gadis itu mengklik tombol kembali dari ponselnya untuk keluar dari game Candy Crush.

"Siapa?"

"Apanya yang siapa?" tanya Sava tak mengerti dengan pertanyaan juniornya itu.

"Dospem lo."

"Oh itu? Pak Afkari."

Seketika Azka tertawa cukup keras, hal itu jelas menimbulkan tanda tanya besar bagi Sava. Perasaan dia hanya menjawab pertanyaan Azka, tapi Azka malah tertawa mendengarnya.

"Pak Afkari tadi pagi masuk di kelas gue, ngajar metode penelitian," ungkap Azka membuat Sava seketika tak dapat berkata-kata.

Gadis itu mengerjap beberapa kali, dia seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar. Afkari pagi tadi mengajar di kelas Azka? Lalu kenapa dia tak melihat Afkari memarkirkan kendaraannya di parkiran khusus dosen.

"Lo kayak orang bodoh, Kak, nungguin hal yang gak pasti. Mending sama yang pasti-pasti aja," kata Azka.

"Azka, gue tahu lo habis ditolak sama Novia, jadi jangan ngomong gitu sama gue, sama Novia sana," ucap Sava yang kini kesal.

Bukan kesal pada Azka, tapi kesal pada Afkari yang ternyata sejak pagi sudah datang dan mengajar di kelas Azka. Sial sekali bukan? Dia di sini sudah berkeringat menunggu Afkari, tapi dosen pembimbingnya itu ternyata mengajar di kelas Azka.

"Bang Afka tadi nebeng sama gue, jadinya gak bawa mobil."

"Sumpah, ya, gue kesel sama sepupu lo itu," ujar Sava.

Azka dan Afkari merupakan satu keluarga, ayah Azka adalah kakak dari ibu Afkari. Azka juga dekat dengan ibu Afkari, maka dari itu Azka juga dekat dengan Afkari.

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang