Delapan

27K 1K 5
                                    

Mengeluh sudah menjadi teman Sava akhir-akhir ini, membuat ketiga temannya sampai muak mendengar. Sudah dua hari berlalu saat Sava bertemu Afkari untuk mengatakan alasan memilih judul skripsinya, tapi sampai sekarang Sava sama sekali tak menemukan alasan yang pas.

Dibantu oleh ketiga temannya, Sava kini berada di perpustakaan, tengah mencari referensi juga mencari alasan dia memilih judul skripsinya.

"Nyusahin banget lo," gerutu Adriana pada Sava yang tengah mencari-cari alasan memilih judul skripsinya di laptop Adriana.

"Bantuin gue, kek. Gak lama," balas Sava kemudian menjauhkan laptop Adriana dari sang empunya.

"Gue mau revisi, Anying," ucap Adriana kesal.

Walau begitu, Adriana tetap membantu Sava mencari alasan memilih judul skripsi. Dia bukan orang se-tega itu tak membantu Sava mencari alasan memilih judul sementara dulu Sava pernah membantunya mengerjakan tugas saat semester bawah.

"Lo riset gak kemarin?"

Pertanyaan dari Fahri yang tiba-tiba datang seraya membawa tumpukan skripsi yang sesuai dengan judul skripsinya, membuat Sava mengernyit heran, tetapi tak lama gadis itu mengangguk cepat.

"Gue riset, kok."

"Lah, terus kenapa bukan hasil riset lo yang lo kasih?" timpal Adriana.

Gadis itu menggeleng pelan tak mengerti dengan Sava yang kelewatan bodoh, menurutnya. Harusnya Sava menjawab hasil risetnya saja sebagai alasan memilih judul skripsi, bukan malah menjawab asal-asalan sehingga Afkari menolak dan mengatakan bahwa alasan Sava tak masuk akal.

Sementara Sava, menggaruk kepalanya seraya cengengesan. Sava sama sekali tak terpikir sampai ke sana, yang dia pikirkan, alasannya memilih judul skripsi dapat diterima dan dia bisa bimbingan secepatnya.

"Hasil riset lo apa?" tanya Cantika. Gadis itu tadi masih terlihat sibuk menonton video YouTube, tapi ikut menimpali.

"Gue 'kan cuma riset undang-undang doang, terus cari referensi. Tapi selama gue riset, judul skripsi gue masih kurang, bahkan di kampus cuma ada dua skripsi aja," jawab Sava.

"Barusan yang lo bilang udah jadi alasan. Lo tertarik meneliti itu, terus masih belum banyak yang meneliti. Bukannya itu jadi alasan yang masuk akal?"

Sava manggut-manggut mengerti, kenapa dia tak terpikir sampai sana? Kemudian senyum gadis itu mengembang, membuat ketiga temannya sadar bahwa Sava kini mendapatkan alasan yang pas untuk diberikan pada Afkari.

"Thank you, guys. Gue ketemu pak Afkari dulu.

"Hati-hati," ucap Fahri.

"Ruang dosen sama perpustakaan cuma beberapa langkah, btw. Ngapain lo bilang hati-hati?"

Tentu saja Sava bertanya seperti itu, pasalnya sangat jarang mendengar Fahri mengucapkan hati-hati sekalipun dia atau kedua teman perempuannya bepergian ke tempat jauh.

"Hati-hati nanti CLBK," jawab Fahri tersayang terkikik geli.

Kesal mendengar jawaban Fahri, Sava menoyor kepala sang senior kemudian melenggang pergi meninggalkannya ketiga temannya. Mana mungkin dia CLBK dengan Afkari, dia dan Afkari sudah cukup lama berpisah.

***

Sava memilin ujung bajunya dengan tubuh yang tak bisa bergerak saat dia sudah berada di hadapan Afkari. Gadis itu sementara menunggu Afkari selesai Zoom baru akan bimbingan. Harusnya tadi dia tak usah langsung menghampiri Afkari saat dosennya itu Zoom, alhasil berujung dia yang disuruh menunggu sampai Afkari selesai Zoom.

Ketika salam sebagai penutup Zoom terdengar di laptop Afkari, Sava seketika memperbaiki letak duduknya dan berdeham pelan. Gadis itu bahkan menarik napasnya kemudian menghembuskan perlahan melalui mulut agar Afkari tak menyadari kegugupannya. Kenapa setiap mau bimbingan dia selalu gugup? Kalau begini terus, yang ada Afkari dapat berpikir kalau dia belum bisa melupakan pria itu. Padahal nyatanya Sava sudah cukup melupakan Afkari.

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang