Lima Belas

22.7K 716 5
                                    

Sava bernapas lega saat  cover pada majalah kampus telah selesai didesain. Dua hari yang lalu masalah terjadi, cover yang Azka buat semuanya terhapus, karena tablet yang Azka pakai untuk mendesain dipakai adiknya. Entah apa saja yang sudah dilakukan adik Azka di tablet itu, tapi semuanya terhapus.

Dengan terpaksa pria itu kembali mendesain, bermodalkan contoh cover yang sudah pernah dia perlihatkan pada semua anggota Lembaga Pers Mahasiswa, hal itu agar tak ada satupun ornamen tertinggal karena itu sangat penting.

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, Sava dan seluruh anggota Lembaga Pers Mahasiswa masih setia di kampus saling bantu dalam mendesain cover majalah, beberapa yang tak ahli dalam mendesain, mereka memilih menyelesaikan tugas mereka yang lain. Sava membantu mewarnai ilustrasi yang sudah Azka buat di tablet salah satu anggota lembaga, begitu juga dengan beberapa anggota yang memiliki bakat mendesain. Mereka berbagi tugas agar bisa secepatnya selesai, pasalnya jadwal perilisan majalah kampus kurang dari sebulan. Semuanya ekstra kerja, terutama pada tim wartawan dan editor setelah mereka memperlihatkan artikel pada Sava dan di-ACC.

"Jantungan gue pas dengar covernya kehapus," ungkap Sava disertai dengan helaan napas lega.

"Si Ola gue marahin habis-habisan. Gara-gara dia kita jadi kerja dua kali," gerutu Azka.

Resiko memiliki adik kecil berumur empat tahun memang seperti ini, mereka tak tahu apa saja yang penting dan tak penting. Hal seperti itu mungkin bisa dimaklumi, beda lagi kalau seandainya adik Azka sudah SMP atau SMA, mungkin tak akan ada yang memaklumi.

"Udah terjadi, mau diapa? Biarin, toh kita juga memaklumi. Ola 'kan masih kecil," kata Sava seraya menyandarkan tubuhnya ke dinding.

"Ah, baring-baring enak, nih," lanjut Sava.

"Maafin gue, ya, Bu Pimred. Nanti gak bakal gue ulangi lagi," ucap Azka penuh penyesalan.

Sedangkan Sava hanya membalas dengan menunjukkan jempolnya pada Azka, gadis itu sudah membaringkan tubuhnya dengan berbantalkan ransel entah milik siapa. Punggung Sava rasanya mau lepas karena seharian full duduk. Pagi sampai siang revisi itupun belum selesai, siang sampai malam bantu Azka mendesain.

Sava sudah memejamkan matanya, hanya beberapa detik karena gadis itu teringat akan undangan pernikahan yang kemarin diberikan Hiro padanya. Gadis itu langsung bangun dari berbaringnya, menatap Azka sejenak.

"Lo dapat undangan dari mas Hiro?" tanya Sava.

"Undangan apaan?"

"Nikahannya. Hari Selasa dia nikah. Dapat undangan, gak?"

Azka menggeleng, nyatanya dia memang tak mendapatkan undangan dari sahabat kakak sepupunya. Oh, atau mungkin orang tuanya sudah menerima, hanya saja dia tak tahu.

"Temenin gue, ya? Ke nikahannya mas Hiro," pinta Sava membuat Azka mengernyit heran.

"Loh, kok ngajakin gue? 'Kan ada Nava."

Sava berdecak kesal kala nama Nava dibawa, dia jadi teringat dengan perkataan sombong adiknya itu yang akan pergi jalan-jalan dengan Cantika, bahkan menyombongkan diri kalau dia pelan-pelan mulai bisa membuat Cantika luluh padanya.

"Si sialan itu gak bisa, Selasa katanya dia mau ngajak Cantika jalan, mumpung tanggal merah," ujar Sava kesal.

"Ya udah, sendiri aja ke nikahan bang Hiro."

"Gak bisa, temenin lah. Nanti gue kayak anak hilang di sana. Orang yang gue kenal cuma mas Hiro, kalau ada yang gue kenal, 'kan, enak," ucap Sava.

Azka mencibir, lalu berkata, "Ya udah, ajakin bang Afka aja."

"Heh? Mana mungkin gue ajak mas Afka?! Gue sama dia udah jadi mantan."

"Mantan masih bisa balikan, 'kan?"

"Tega banget lo sama gue. Padahal gue udah berbaik hati bantuin lo desain cover majalah," kata Sava mengungkit kebaikannya. Yah, sebenarnya hal tersebut tak boleh, sayangnya Sava tak ada pilihan lain.

"Gak ikhlas banget lo, anjir. Oke, gue temenin. Tapi habis salam-salaman kita pulang."

Azka pasrah, nanti kalau dia semakin menolak, Sava semakin membujuknya dengan mengungkit kebaikan. Azka paling tak suka orang mengungkit kebaikan padanya, hal itu malah membuat Azka berpikir kalau dia memilih utang budi pada orang tersebut.

Mata Sava tentunya berbinar mendengar jawaban Azka yang pasrah, dia mengepalkan kemudian meninju ke udara, tanda berhasil.

***

Afkari menatap Azka dengan tatapan permusuhan setelah mendengar cerita Azka perihal Sava yang mengajak adik sepupunya itu ke pernikahan Hiro bersama.

"Kenapa dia gak ajak saya aja?"

"Gak mau dia," jawab Azka seadanya.

"Kenapa kamu gak tolak? Atau kenapa gak kamu suruh ajak saya?" tanya Afkari lagi dengan kesal. Padahal niatnya pria itu, ingin mengajak Sava pergi ke pernikahan Hiro bersama, tetapi sialnya Sava malah mengajak Azka.

"Gue udah cerita tadi, 'kan? Udah gue tolak, tapi dia malah ungkit kebaikannya sama gue. Sava itu tahu kelemahan gue," tutur Azka membuat Afkari menghela napasnya panjang.

Batal sudah niat Afkari mengajak Sava pergi bersama, padahal hal itu mau dia jadikan sebagai kesempatan untuk mendekati Sava. Yah, tetapi Afkari dapat bersyukur karena pria yang diajak Sava adalah Azka, bukan pria lain. Pria itu tak bisa membayangkan kalau Sava mengajak pria lain.

"Terus lo besok bareng siapa?" tanya Azka.

"Niatnya sama Sava, itu juga sebenarnya buat mengindari Ratu yang akhir-akhir ini sering ke rumah dan selalu dinomor satukan sama ibu," jawab Afkari.

Ratu. Nama itu sering Azka dengar dari ibu Afkari semenjak pisah dari Sava. Ibu Afkari kerap kali membanggakan Ratu, sampai membuat Azka kadang muak melihat wajah gadis bernama Ratu itu yang notabenenya adalah mantan kekasih Afkari.

"Mantan Bang Afka yang satu itu emang meresahkan. Pas lo sama Sava mau nikah, dia tiba-tiba deketin lo lagi, cari-cari muka sama tante Bella lagi."

Afkari tak dapat berkata-kata kalau masalah itu, mantan kekasihnya yang masih belum bisa melupakannya terus saja mengejar. Afkari kadang menolaknya, tetapi Ratu kadang melaporkan semau pada ibunya dan berujung dia yang ditegur.

"Saya masih cari cara biar dia bisa jauh dari saya. Ratu mainnya begitu cantik, sampai saya susah cari cara," ungkap Afkari.

Memang awal-awal Afkari dan Sava menyiapkan pernikahan, Ratu kembali mendekatinya bahkan mendekati ibunya, sehingga membuat ibunya yang memang tak suka dengan Sava, semakin tak suka dengan Sava. Ibunya saja merestui pernikahan mereka demi kebahagiaan Afkari, tetapi sayangnya Afkari masih belum bisa bahagia karena Sava membatalkan pernikahan mereka.

"Lo pernah dengar hama harus dibasmi secepatnya, sebelum tanaman rusak?"

Afkari mengangguk menjawab, dia pernah mendengar orang berkata seperti itu. Hama harus secepatnya dibasmi sebelum merusak tanaman.

"Lo harus secepatnya urusin dia sebelum berbuat masalah besar. Ratu itu hama dan masalah itu tanaman rusak. Kalau lo gak mau tanamannya rusak, lo harus basmi hamanya," pungkas Azka.

Hal itu sukses membuat Afkari terdiam mendengarnya. Dia harus secepatnya mengurus Ratu sebelum semuanya terlambat, sebelum ibunya semakin tak menyukai Sava. Biar bagaimanapun, Afkari hanya mau bersama Sava, hidup selamanya bersama Sava, bukan sama gadis lain.

***

Holaaa ....

Ada tokoh baru lagi ini yang mau muncul. Mantan Afkari yang meresahkan, persiapkan diri kalau 😚

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang