3'~•°ᘛ

1.6K 57 0
                                        

Naka sudah tertidur tenang di dalam kamar Eji. Sedangkan Eji dan Raja sedang berbicara berdua. Raja terus memberi pertanyaan kepada Eji. Awal mula Eji bertemu dengan Naka pun diceritakan, hingga mereka bertemu di toko makanan tadi.

"Udah, intinya sekarang kita tunggu dulu anak itu bangun" Eji sudah kesal akan Raja yang terus bertanya.

"Terus anak itu mau digimanain? Mau tinggal disini gitu? Atau ke panti?"

"Gue bilang tunggu anak itu bangun. Baru kita buat keputusan"

Lupa. Eji lupa jika anak itu belum makan. Ia akan memasak sedikit makanan untuk anak itu. Eji merupakan seorang laki laki, tapi apa salahnya jika ia pandai memasak. Jaman sudah berubah, bukan lagi perempuan yang dituntut harus pandai memasak. Lelaki pun harus.

Hingga kini Naka terbangun dengan kebingungannya. Terakhir kali ia menangis bersama seorang pria, namun kini kenapa Naka ada di sebuah kamar.

"Kamar ber cat soft gray? Kamar siapa ini?" Naka berusaha mencari sesuatu di dalam kamar itu. Ia menemukan sebuah bingkai foto. Ia merasa cukup lega, lantaran Eji lah yang ada di foto itu. "Oh.. Eji"

"Naka lagi ngapain? Kenapa pegang pegang foto Eji?" Eji masuk dan Naka terkejut.

"Naka bingung ada dimana, ternyata Naka di kamarnya Eji pas liat foto ini"

Eji menghampiri Naka. Menyentuh dahi Naka, hingga ia memastikan bahwa Naka tidaklah demam.

"Naka lemes ya? Makan dulu ya, Eji udah masak" Eji berjalan terlebih dahulu, hingga ia berhenti saat merasa ada yang menangis.

"Kenapa nangis Naka? Kan Eji udah bilang kalau Eji gak jahat. Jangan takut sama Eji, Naka"

"Naka gak takut. Naka cuman gak mau lagi ngerepotin orang lain. Naka dicap anak ngerepotin, anak pembawa sial, anak gak tahu diuntung. Tapi Naka gak ngerasa kalo Naka anak kayak gitu" Naka kemudian menangis kencang. Eji prihatin. Seorang anak perlu disayang, sama seperti dirinya yang disayang oleh keluarganya. Dan mungkin anak itu tidak merasakannya.

"Naka tadi bilang kan, kalo Naka gak takut? Itu udah hebat banget. Eji aja kadang masih takut. Tapi Naka anak yang beda. Dalam hal besar Naka gak takut, dan Naka berhak disayang. Tapi sekarang Naka makan dulu ya, makan masakan Eji. Nanti Naka cobain masakannya Eji"

Naka digendong oleh Eji, menyuruh agar Naka menyandarkan kepalanya di bahunya.

"Naka sekarang jangan pikirin apa apa, jangan pikirin hal yang gak penting. Sekarang Naka sama Eji, Eji yang jaga Naka, Eji yang ngurus Naka. Eji jadi temen Naka kalo Naka kesepian" Eji menimang Naka sembari berjalan ke ruang makan. Naka masih menangis, dan Eji terus menimang Naka.

"Eji, gue pulang du ya. Kangen mamah, nanti gue kesini lagi. Gue masih bingung sama tuh anak" Raja sudah lelah akan seharian ini. Kini waktunya Raja pulang, sang ibu pasti menunggu. Karena Raja anak semata wayang. Kedua orang tua Raja dari dulu sudah berusaha memberikan Raja adik. Namun sia sia. Terutama ibu Raja yang mengalami sakit paling sakit. Keguguran tiga kali, hingga kini ibunya Raja tak mempunyai lagi rahim.

"Iya makasih, Ja. Hati hati" Eji mengunci pintu apartemen nya. Ya, Eji tinggal disebuah apartemen, dan ia mempunyai rumah. Eji akan mengunjungi rumahnya dan keluarganya itu ketika libur panjang. Jarak rumah dan apartemennya tak terlalu jauh, namun Eji hanya ingin tinggal sendiri.

"Naka udah tenang? Makan dulu ya, habis itu Naka mandi" Naka makan, tapi masih dalam pangkuan Eji, dengan Eji yang duduk di salah satu kursi itu. Menunggu beberapa waktu setelah selesai makan untuk Naka mandi, sebenarnya setelah makan tidak boleh mandi. Mandi lalu makan itulah yang terbaik, ini juga untuk kesehatan.

Naka sudah siap untuk tidur. Naka berpikir, memakai pakaian Eji akan membuat tidurnya nyenyak. Harum, lembut, dan bajunya bagus. Kapan ya, Naka akan mempunyai uang untuk membeli baju seperti ini. Ah, sepertinya tidak mungkin. Pikir Naka.

"Eji nanti tidur dimana, kalo misalkan Naka tidur disini? Ini kan kamarnya Eji, kasurnya Eji" Naka turun dari kasurnya. Naka merasa kurang ajar. Padahal Eji yang menyuruh, tapi Naka tak enak hati.

"Eji nanti tidur di samping Naka. Tapi Eji tidurnya nanti, Eji sekarang mau kerja dulu sebentar. Naka tidur duluan aja, nanti Eji juga tidur kok''

"Iya Eji, makasih" Naka berbenah untuk tidur, dirasa nyaman ia mulai menutup matanya.

Eji bingung, Naka lebih suka tidur gelap atau terang? Jika lampunya dimatikan apakah Naka akan takut. Tapi melihat Naka nyaman dengan lampu menyala, Eji tak akan mematikannya.

"Dirumah orang kok gak bisa tidur ya?" Ucap Naka sembari memejamkan matanya, kemudian ia membuka matanya perlahan. "Haus, Naka haus. Naka harus minum" tenggorokan Naka butuh cairan, ia akan mengambilnya di dapur Eji.

"Kenapa jam segini Eji belum tidur? Main laptop melulu" Naka sudah selesai minum, tapi melihat Eji yang belum tidur, ia merasa tak enak. Sebab Eji lah tuan rumah, tapi Naka malah enak enakan tidur.

"Eji, kenapa belum tidur?" Naka menghampiri Eji, Eji menggunakan kacamata ya? Pikir Naka, mungkin minus, atau mungkin menghindari radiasi.

"Eji kan udah bilang, kalo Eji kerja dulu. Terus, kenapa Naka malah bangun. Naka tidur aja, udah jam 12 lho ini!" Eji si penggila kerja, ia bicara tapi tak menatap Naka, hanya fokus ke laptopnya itu.

"Gak bisa tidur, Naka gak bisa tidur Eji"

"Nih anak harus dikelonin dulu kali ya, biar tidur. Kasian dia harus tidur" Eji mengenyampingkan laptopnya, mengangkat Naka ke pangkuannya. Naka berada dia atas paha Eji dengan posisi menyamping, seperti posisi ibu menyusui anaknya.

Naka tak berontak, ia hanya melihat pergerakan Eji. Eji menepuk nepuk pantat Naka, sembari menggerakkan badannya ke kanan kiri. Naka merasa seperti bayi, bayinya Eji.

Perlahan lahan mata Naka mulai sayu, Eji berteriak dalam hatinya "BERHASIL HUH" Eji kegirangan, lalu mengangkat Naka untuk kemarnya.

Menurunkan Naka dengan perlahan, menyelimutinya sampai lehernya. Sekalian saja lah ia tidur, pikirnya. Eji, menaruh badannya disamping Naka. Menggantikan lampu yang awalnya terang menggunakan lampu tidur, agar tak terlalu gelap, dan tak terlalu terang.

Naka terbangun lebih dulu, ini sudah pagi. Langit pun sudah terang, tapi Eji belum juga bangun. Ia beranjak untuk pipis, tapi tak berniat mencuci muka. Kembali masuk ke kamar Eji, ia melihat Eji sudah membuka matanya. Naka menghampirinya, duduk di kasur dan memperhatikan wajah Eji. Eji pun sama, ia menolehkan wajahnya untuk menatap Naka.

"Naka, ini beleknya kenapa besar banget?" Eji tertawa melihat mata Naka yang belekan, lalu membersihkannya.

"Huh?" Naka bingung. Ketika ia melihat tangan Eji, barulah ia ikut tertawa sekaligus malu. Eji tak jijik mengambil belek yang ada di matanya.

"Nanti Eji mau kerja, Naka dirumah ya. Nanti Eji pulang jam 3" Eji berharap agar Naka menurut padanya.

"Iya" Naka menjawab sembari menganggukkan kepalanya. Eji bersyukur ternyata Naka anak yang penurut.

Mereka berdua sudah selesai atas kegiatan paginya. Tadi ketika Naka mandi, ia terpeleset lantaran tak bisa menggunakan botol sabun yang ada di kamar mandi Eji. Dirumah ibu tirinya dulu, sabun yang digunakan adalah sabun yang menggunakan botol pump. Tapi di rumah Eji, botol sabun nya terlihat asing. Naka bingung, ini gimana.

Naka mencoba membuka tutup botolnya, tutupnya berhasil terbuka dan menggelinding. Naka ingin mengambil tutupnya, tapi ternyata sabun yang ada ditangannya tumpah. Naka tak sadar jika sabunya tumpah, alhasil ia terpeleset.

Eji terkejut ketika Naka memanggil manggil namanya. Eji menghampiri Naka, dan melihat Naka yang rebahan di lantai. Ia pikir Naka sedang bermain, dan mengajaknya bergabung. Tapi ternyata, Naka sedang menangis dengan badan di lantai.

Eji mengangkat Naka, dan membilas badan Naka. Memakaikan handuk untuk Naka, dan menggendong Naka keluar kamar mandi.

Semua drama di pagi hari telah selesai, namun Naka tetap menangis. Tak ingin ditinggal Eji katanya. Alhasil Eji membawa Naka ke tempat kerjanya.

Bagian 3, selesai.

28 Juni 23

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang