13♪ヽ・ˇˇ・

333 11 1
                                    

"Aa gak suka ya sama Naka?"

Kini Naka berada di rumah temannya ayah. Naka memaksa agar dirinya ikut dengan ayah. Ayah tak bisa menolak ketika melihat sikap Naka yang sangat memohon.

Naka terus diperhatikan oleh anak temannya ayah. Sedangkan ayah dan temannya berada di ruangan kerja rumah itu.

Naka dititipkan kepada seorang pemuda, terlihat berusia 21 tahun dengan struktur wajah yang tampan. Albian, itulah namanya.

Albian tak henti-hentinya menatap Naka. Tatapan datar itu membuat Naka bingung. Naka ingin melarikan diri, tapi tak bisa. Ia tak tahu ayah berada di ruangan mana.

Diangkatnya Naka oleh Albian. Naka melayang, kakinya menendang-nendang udara, wajahnya di atas wajah Albian, menatap Albian dengan keterkejutan.

"Diem lu!" Perintah Albian. Itu membuat Naka berhasil tak bergerak sama sekali. Hanya merasakan dirinya yang di angkat Albian. Entah akan dikemanakan Naka.

"Sakit, Aa! Tangan Naka sakit!"

Entah pikiran dari mana, Albian dengan mudahnya mendudukkan Naka di atas meja televisi. Pikiran Naka sangat lambat, tak menyadari keadaan dirinya sekarang.

Naka melihat Albian pergi menjauh dari meja tempat Naka duduk, lalu Albian pergi mendekati sofa. Albian hanya menatap Naka sembari duduk, seperti sedang melihat tayangan tv. Dianggapnya Naka televisi apa?!

Tak mudah untuk Naka turun dari sana, mejanya sangat tinggi. Albian hanya satu-satunya cara untuk membuat Naka turun. "Aa, tolongin!" pinta Naka dengan wajah memerah.

"Gak akan!" Tolak Albian mentah.

"Kecuali.." lanjutnya.

"Ihhh!" Kesal sekali Naka. Albian orang yang sangat angkuh, berbicara dengan Albian banyak sekali pengecualian.

"Minta yang bener sama Aa!" Setelah Albian mengucapkan itu, ia langsung berdiri. Entah akan pergi kemana.

"Aa Bian, tolongin aku, ya" rentangan dari Naka, membuat Bian puas.

"Kurang bener minta nya!"

"Aa, Naka gak bisa turun karena Naka pendek. Naka minta tolong sama Aa Bian, ya?! Karena Aa Bian lebih tinggi dari Naka" Halus sekali perkataan Naka untuk Bian. Semoga permohonannya akan luluh.

"Tuh ada kursi. Tinggal injek aja kursinya, terus turun"

"Susah, Aa!" Naka diacuhkan Albian. Albian benar-benar pergi meninggalkannya. Naka hanya merenungi nasibnya. Naka hanya ingin menunggu ayah saja.

"Sini" Albian datang. Rentangan tangan Albian membuat Naka tersenyum. Rentangan itu diterima Naka dengan senang hati.

Tapi kenapa Albian hanya memeluk Naka, tidak menurunkannya. Hingga beberapa detik, Albian pun mengangkat Naka.

"Maaf ya, Aa jahil sama Naka" Albian meminta maaf, sembari mengusap-usap punggung Naka.

"Iya. Naka mau ayah aja" Tak kuat dengan perilaku Albian, lebih baik Naka bersama ayah. Ayah mah baik gak aneh kayak Albian.

"Ayah sibuk. Gak boleh diganggu!"

"Mau ayah! Naka mau ayah, Aa!" Perkataan Naka sama sekali tak didengar Albian. Kini Naka dan Albian berada di kamar Albian. Albian yang membawanya ke sini.

"Ngapain ke sini sih?! Naka kan bilang, Naka mau sama ayah aja!" Terus saja Naka mengomeli Albian, Albian tak mendengarkan ucapan cerewet itu.

Pintu ditutup oleh Albian. Televisi yang ada di ruangan itu dinyalakan oleh Albian. Temperatur AC pun Albian sedikit turunkan. Hal itu Albian lakukan dengan masih menggendong Naka, dengan Naka yang terlihat sedikit ingin menangis.

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang