10 '..)◟₎┘..

429 15 0
                                    

"Muach, muach, muach... Naka maaf ya, Eji cium cium. Soalnya Naka gemes" Eji telah memasuki kamarnya, dan melihat Naka yang sedang tidur. Perasaan Eji terus dihantam sesuatu yang keras, hingga ia tak mampu untuk menahannya. Tak mampu menahan untuk tak menciumi Naka.

Terus saja Eji menciumi Naka, tak ada hentinya. Naka tertidur pulas, hingga lenguhan terdengar.

"Gawat! Naka bangun" Eji sangat tak ingin jika Naka terbangun karena terganggu, Naka akan menangis.

Tentu benar firasat Eji, Naka menangis. Beribu-ribu cara Eji lakukan agar Naka tenang, dan selama ini Eji baru mengetahui, jika pelipis Naka diusap dan cium maka Naka akan berhenti menangis.

Terbukti sudah, sekarang Naka tak lagi menangis. Naka bilang kepada Eji, bahwa dirinya ingin buang air besar.

"Mau pupup"

Eji menggendong Naka, mengantarkannya ke dalam kamar mandi lalu menunggunya di luar. Kadang-kadang Naka ditemani Eji ketika buang air besar, jika Naka memintanya maka Eji akan menemani.

"Eji, Naka udah pupupnya"

"Udah selesai?" Setiap Naka keluar dari kamar mandi, pasti ada ciri khasnya. Basah.

Baju Naka tentu selalu basah jika keluar dari kamar mandi, apalagi selesai buang air besar. Naka selalu kesulitan menggunakan closet duduk, air di selangnya selalu muncrat kemana-mana.

"Udah cebok? Udah cuci tangan?" Naka hanya menganggukkan kepalanya, memberi jawaban jika ia sudah melakukannya.

"Mandi ya?!" Naka diperintahkan Eji untuk membersihkan dirinya, karena Naka sendiri merasa dirinya basah, ditambah dengan keringat ketika ia tidur siang tadi.

"Mandiin ya, Eji"

"Mandi sendiri lah, sayang"

"Enggak mau, maunya dimandiin!"

"Enggak mau, harusnya mandi sendiri!" Eji menuruti kata-kata Naka tadi, tapi mengubahnya menjadi kalimat sarkas.

Eji kebingungan, kenapa Naka malah berlari keluar kamar, meninggalkan dirinya sendiri. Padahal Eji tadi menyuruh Naka mandi. Biarkan Naka pergi, sekarang Eji sangat mulas. Sedari diperjalanan pulang, Eji terus menahan mulasnya, hingga sekarang benar benar tak bisa ditahan.

Dengan keadaan bersih dan wangi, Naka kini memakan buah pir. Eji baru tahu, ketika dirinya buang air besar, Naka dimandikan oleh Ravel.

Sedang enak-enak nya rebahan, tiba-tiba Naka menduduki perut Ravel. Ravel tak masalah jika Naka menduduki perutnya, hanya saja Ravel takut jika badan Naka akan tersengklak kebelakang.

"Apple, apple uncle" pada baju Ravel, terdapat gambar pohon Apple dengan buahnya. Naka tertarik dengan baju yang dipakai Ravel, hingga terus menerus mengucapkan kata Apple. Naka mengetahui jika apel adalah apple.

Disisi lain Ravel terkejut, mengapa Naka memanggilnya uncle, padahal dirinya bisa dibilang masih muda. Apakah Naka diajari Eji untuk memanggilnya uncle, Ravel sangat tak mau jika dirinya dipanggil uncle.

"No! Don't call me uncle"

"No? Uncle? No?"

Gemas, sangat gemas. Naka kebingungan dengan ucapan Ravel tadi, nada bicaranya sangat seperti anak kecil.

Dimulai dari kaki, betis, perut, dada, hingga muka Naka, semua Ravel cium. Tak ada hentinya Ravel mencium Naka "No no no no, don't call me uncle"

"Apple, Ave'l?" Naka berbicara dan ujung jari telunjuknya menunjuk nunjuk baju Ravel.

"Avel?! Ya, Avel" dalam sekejap, Naka langsung menemukan nama pengganti untuk Ravel.

"This Avel" Ravel menunjuk dadanya sendiri, hingga "and this, Nyanya" Ravel menunjuk badan Naka, menandakan bahwa apa yang Ravel ucapkan itu untuk Naka.

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang