18❛ ˶°-

416 23 0
                                        

Eji mendapat surat pemberitahuan dari guru yang membimbing Naka home schooling. Pada suratnya, tertera bahwa semua murid yang terdaftar mengikuti home school seperti Naka, akan mengadakan acara wisata.

Tentu saja Naka senang, ia akan bertemu teman-temannya yang lain. Walaupun ada rasa takut, sebab ini pertama kalinya Naka akan bertemu mereka.

Acara akan dilaksanakan esok hari, dan pada malam ini Eji mengemas barang apa yang Naka butuhkan.

Naka hanya fokus pada tujuannya. Ia tak memikirkan betapa Eji yang ribet mengurusi perlengkapan Naka. Tapi jika Naka dibiarkan untuk mengemas barangnya, kemungkinan akan hancur. Naka tidak mengetahui barang-barang yang ia butuhkan apa, lebih baik Eji saja yang mengemas. Eji pun memakluminya.

Eji hanya menatap bingung Naka yang tiba-tiba berlari keluar kamar. Sejujurnya, Eji masih belum yakin mengijinkan Naka untuk kegiatan kali ini. Bila teman-teman Naka tak menerima Naka, lantas Eji harus apa? Mengingat jika Naka yang sangat manja dan masih menyesap dot, apakah mereka akan menerimanya atau menjauhinya? Lalu siapa yang akan menenangkan Naka, jika Naka menangis.

Miss Lusi pembimbing Naka, mengetahui jika Naka memang seperti bayi. Harapan Eji tentu saja pada Lusi, ia percaya bahwa Naka akan baik-baik saja.

Langkah kaki seseorang memasuki indera pendengaran Eji. Tapi langkah kaki itu sangat lembut didengarnya, seperti langkah kaki seseorang yang sedang gugup.

"Eji, mau peluk, boleh?" Bagaimana bisa Naka datang dengan mesra. Eji hanya menatapnya dengan senyuman lembut tanpa berbicara sedikitpun.

Paha Eji yang kosong langsung menjadi tempat duduk Naka, badan kokoh Eji langsung Naka peluk, pundak yang selalu digunakan Naka untuk menangis menjadi sandaran untuk kepala Naka.

"Kenapa sayang? Naka mau apa?" Eji membalas pelukan Naka, kening mulus Naka mendapatkan kecupan sayang.

"Naka mau-..."

"Kenapa ragu? Kesayangan Eji gak akan Eji tolak. Naka mau apapun, pasti Eji turutin"

Bila Naka tak berani memberi tahu keinginannya, Naka akan masuk pada pakaian Eji, menenangkan rasa gugupnya.

Rambut Naka menyembul keluar pada kerah baju Eji. Dapat Eji rasakan, Naka menempelkan pipinya pada dada Eji.

Pantat Naka ditepuk Eji berkali-kali, sembari Eji menggerakkan badannya sendiri yang masih berada pada posisi duduk. Naka semakin memeluk Eji erat.

Eji pikir jika Naka sudah terlelap di dalam bajunya, tapi ternyata anak itu semakin bergerak gelisah. "Eji, boleh ya Naka ikut sama Yesa?" Wajah Naka menyembul keluar dekat leher Eji. Menatap Eji, meminta permohonan untuk mengijinkannya.

"Mau kemana, sayang? Udah malam, dingin"

"Yesa ngajak Naka pergi keluar, tapi Naka juga gak tahu kemana"

Eji mengerti sekarang. Iming-iming Yesa mampu membuat Naka ingin ikut. Biasanya Naka selalu menolak ajakan Yesa untuk pergi keluar malam, karena Naka tahu Eji takkan memperbolehkannya.

"Naka ayo" orang yang mengajak Naka menimbulkan kepalanya di pintu kamar Eji, menyuruhnya untuk bersiap-siap dengan segera.

"Naka gak ikut!" Tentu Eji yang menolak ajakan Yesa. Naka hanya diam tak ingin Eji marah.

"Sebentar doang, kak. Gak jauh kok"

"Yesa, Naka masih kecil. Naka gampang kedinginan, gampang sakit apalagi keluar malam!"

"Naka cuma mau aku ajak ke cafe, kok. Aku mau ketemu dosen. Sekalian Naka ikut, soalnya dosen bawa anaknya yang masih kecil. Biar anaknya dosen ada temennya"

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang