17•́。~

285 13 0
                                    

Untunglah Naka dan Aldhika selamat dari perjalanan mereka. Keduanya sudah sampai di depan lobby perusahaan Akmal, namun keduanya belum juga turun dari kendaraan roda empat itu.

Aldhika turun terlebih dahulu, lalu berjalan menuju arah sebelahnya. Aldhika membuka pintu untuk Naka, melepaskan seat belt nya, tak lupa Naka yang akan selalu ia gendong.

Aldhika beralih membuka pintu penumpang belakang. Di sana ada tas yang berisi peralatan milik Naka. Setelah semuanya selesai, mereka berjalan masuk ke dalam lobby. Aldhika meminta security untuk memarkirkan mobilnya di parkiran paling dekat.

Naka tak malu sedikitpun ketika orang-orang memperhatikan dirinya. Lebih baik Naka melihat-lihat gedung ini, gedung yang luas. Sepertinya Naka ingin berkerja seperti ayah dan papa Akmal, menyenangkan sepertinya.

Tuk tuk tuk....

Setelah mengetuk pintu itu, Aldhika membukanya. Memberitahu Naka jika ini adalah ruangan miliknya dan milik Akmal.

Naka berusaha untuk turun, kakinya berusaha menggapai lantai. Susah, Aldhika menahannya dan mempererat gendongannya agar Naka tidak berjalan.

"Turun, Aa. Dedek gak mau digendong-gendong..." muka sedih itu terus Aldhika perhatikan tanpa rasa iba sedikitpun. Satu tetes air mata membasahi pipi bulat itu. Apakah Aldhika terlalu kejam?

"Hiks... Hiks... Padahal dedek cuman mau jalan-jalan aja"

Cklek!

Beruntungnya Naka melihat kedatangan Akmal. Tak berpikir lama, Naka langsung merentangkan tangannya. Meminta bantuan Akmal untuk melepaskannya dari tatapan serigala yang tidak memperbolehkannya untuk berjalan.

"Kenapa? Kok nangis?" Akmal mengangkat Naka untuk beralih pada gendongannya. Namun tatapan Akmal menatap tajam sulungnya, karena telah membuat anak temannya menangis.

"Meeting, 6 menit lagi!"

Aldhika melihat Naka dibawa Akmal entah kemana. Dirinya ditinggalkan sendiri di ruangan itu. Mengingat jika 6 menit merupakan waktu yang sebentar, dirinya langsung mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan saat rapat.

"Anak Om papa kenapa nangis, hem?" Naka yang mendengar Akmal bertanya hanya acuh, tak ingin menjawab. Ia sedang dalam keadaan tidak mood. Hanya gelengan sebagai jawaban Naka.

Akmal membawa Naka untuk melihat jalanan dari dalam ruangan rapat. Naka sepertinya tidak tertarik. Jadi, Akmal hanya bisa menggerakkan badannya, menimang Naka agar berhenti menangis.

Melihat tangannya yang terhiasi jam, Akmal langsung bersiap. Rapat akan dimulai 2 menit lagi. Semua orang yang terlibat dalam rapat itu mulai berdatangan.

Aldhika berjalan dengan santai, hingga berhenti sejenak pada pintu yang berada di depannya. Aldhika memberanikan diri untuk menerima tatapan tajam itu lagi.

Atensi mereka teralih menatap pintu yang terbuka. Orang terakhir yang datang ke ruangan rapat adalah Aldhika.

Beruntungnya Aldhika tak duduk dekat ayahnya. Kursi yang tersisa untuknya berjarak jauh dari tempat ayahnya duduk.

Rapat sudah dimulai, diawali pembukaan dan mulai pada acara inti.

Kalian tahu tidak, jika Naka ikut rapat? Naka duduk dipangkuan Akmal, sembari memeluk leher Akmal. Anak itu kini jadi pusat perhatian. Orang-orang yang rapat kali ini sepertinya malah memikirkan siapa anak kecil itu?

Rapat sudah berlangsung cukup lama, hal itu sangat membosankan untuk Naka. Kadang Akmal menawarkan handphonenya untuk Naka gunakan. Tapi, Naka tak sesuka itu bermain gadget.

Lembaran kertas yang ada di depan Naka malah di acak-acak, Naka lebih tertarik dengan itu. Satu lembar Naka ambil untuk ia baca, walaupun belum lancar. Sesekali Akmal membantunya membaca kata per kata.

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang