"Eji! Kenapa gak boleh? Jahat!"
Eji sedang menahan kesabarannya. Naka terus meminta untuk bermain ke taman, tapi Eji melarang. Sebenarnya boleh saja, namun harus Eji temani. Untuk kali ini, Eji tak bisa menemani, lantaran pekerjaan kantornya harus segera dibereskan.
"Naka mau pergi sendiri aja!"
"Sayang, pergi ke tamannya besok saja. Besok Eji temani sampai Naka puas bermain"
Terlambat, Naka sudah pergi. Lebih baik Eji biarkan, Eji akan meminum kopi saja, nanti Eji susul si kecil itu.
Naka sedang berjalan menuju taman, emosinya sedikit mereda. Naka lihat jalanan lumayan ramai, lumayan banyak mobil yang berlalu lalang.
"Waw...." Naka melompat-lompat sambil bertepuk tangan. Tidak Naka sangka, ternyata ia sampai di taman dan disuguhkan orang-orang yang sedang bertanding basket. Pasti akan seru, penontonnya pun lumayan ramai.
Sudah setengah permainan, Naka merasa lapar, tapi Naka tak membawa uang. Naka ingin jajan.
Permainan telah selesai, Naka akan segera pulang dan meminta maaf pada Eji. Naka tahu, Naka salah. Eji pasti khawatir padanya.
"Aduh, sendal Naka copot" Naka hampir sampai rumah, Naka tak pikir panjang, lebih baik nyeker saja.
Baru beberapa langkah, kaki Naka menginjak benda tajam. Ketika Naka lihat, luka itu lumayan dalam. Susah untuk Naka melanjutkan perjalanan.
"Sakit... Naka gak kuat"
Naka berjongkok, berusaha mencari cara agar bisa mengeluarkan besi yang ada dikakinya.
"Kenapa?"
Naka mendongakkan kepalanya, melihat wajah yang bertanya padanya. Naka tak tahu dia siapa.
"Kaki Naka berdarah"
Orang itu membantu Naka melepaskan besi yang tertanam, namun darah mengalir semakin deras.
"Jangan, sakit... Hiks.."
"Kenapa nangis"
"Sa...kit.. mau pulang"
"Pulang aja sendiri!"
Bagaimana bisa, orang itu tega meninggalkan Naka sendirian. Di pinggir jalan dengan keadaan kaki bersimbah darah.
Dengan kekuatan yang tersisa, Naka melanjutkan perjalanannya, walaupun dengan gontai. Sendal rusak tadi, masih Naka bawa digenggaman tangannya.
"Hey, kenapa?"
Lagi-lagi ada yang bertanya pada Naka, tapi Naka tak ingin menanggapi. Pasti orang itu sama saja dengan orang tadi, hanya sekedar bertanya, tak ingin membantunya.
Naka mempercepat langkah gontai nya, suara tangisannya pun dikencangkan pula. Naka ingin Eji saja.
"Adek, kakinya berdarah. Sakit, kan?"
"Kakak bantu, ya? Mau?"
Tangan Naka dicekal orang itu, lumayan keras. Naka bingung, orang itu mau membantunya atau menyakitinya? Jika ingin membantu, kenapa dengan kekerasan.
"Gak gitu, Jay"
Satu manusia lainnya datang menghampiri mereka, sepertinya teman dari orang itu.
"Adek, jangan nangis. Kakak bantu obati, ya?"
"Eji...."
"Iya, nanti ke Eji, ya"
Keadaan Naka masih menangis, orang itu bilang bahwa akan mengantarkan dirinya pada Eji, maka Naka merentangkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pohon Permata
FantasíaApakah ini yang dinamakan kasih sayang? Tapi sayang sekali, apapun yang Naka jalani akan berakhir seperti obat. Tak manis, tetapi PAHIT. Sayang, orang yang disayang menyayangi diriku. Sayang, orang yang disayang mulai menyayangi orang lain. Sayang...