4''✧′≈

720 29 0
                                    

"Naka malu, Eji" Naka ikut Eji bekerja, Eji pun mengajaknya. Eji tak masalah, asalkan Naka tak rewel.

"Tadi kan Naka yang mau ikut Eji, kenapa sekarang malah malu?" Naka susah sekali dibujuk ternyata. Eji sudah membujuk Naka selama 8 menit, tapi Naka keukeuh berkata malu. Mereka sedari tadi berada di mobil.

"Tak apa apa, tak usah malu, Naka. Kan ada Eji, nanti Naka punya temen baru di sana"

"Temen? Siapa, Eji?" Naka mulai tertarik. Eji mengajaknya untu keluar dari mobil.

"Nanti lihat aja, orangnya ada di dalem" tangan kanan Naka dipegang oleh Eji. Dan tangan Naka sebelah lagi, memegang botol minum yang dibawanya dari apart Eji.

Naka terus menunduk, tak memperdulikan Eji yang terus memanggilnya. Ketika sudah berada di dalam lift, Naka mulai tenang. Ia menatap Eji. Eji menatap Naka dan meyakinkan kalau Naka akan aman bersamanya. "Naka tak usah malu, semua orang disini pasti baik sama Naka, kalo Naka nya nurut" Naka mengangguk.

Setelah keluar dari lift, mereka berjalan untuk menuju ruangan Eji. Naka terus bertanya tentang teman yang diceritakan oleh Eji. Naka tak sabar bertemu dengannya.

Mereka sampai di ruangan Eji. Eji tak memberi tahu Naka kalau ia punya ruangan sendiri. Naka pun bingung kenapa di ruangannya hanya ada Eji dan dirinya. Awalnya ia mengira Eji akan bekerja digabungkan dengan karyawan lain, disatu ruangan kan.

Tapi yang penting menurut Naka adalah, MANA TEMAN YANG DIMAKSUD EJI!! Apakah Eji berbohong? Naka terus menunggu teman yang dimaksud Eji itu, dengan duduk tenang pada sofa yang berada di ruangan itu.

Naka melihat ada seseorang datang, dan mukanya sedikit terlihat seperti Eji. Tapi stylenya tak sama seperti Eji, terlihat lebih kasual, sedangkan Eji formal.

"Mana kak orangnya?" Pria itu bertanya kepada Eji. "Kok dia manggil Eji kakak sih? Kan Eji kakaknya Naka?" walaupun aslinya Naka diam, tapi dalam hatinya, Naka cemburu. Baru kemarin Naka bertemu Eji, tapi ia menganggap Eji kakaknya.

"Dia lagi duduk di sofa" Eji menjawab dengan nada dingin. Berbeda ketika Eji berbicara dengan Naka. Ketika dengan Naka, Eji lebih lembut.

"Oh, halo Naka" Pria itu menghampiri Naka. Naka tetap berusaha untuk tetap tenang. Naka hanya membalas dengan senyuman.

"Naka bisa panggil aku Yesa, aku adiknya kak Eji. Sekarang aku temen kamu" Yesa adalah adik Eji, ia lebih muda 4 tahun dari Eji. Yasa berumur 19 tahun sedangkan Eji 23 tahun.

Awalnya Naka excited akan bertemu temannya itu, ia kira teman seumurannya. Tapi yang datang malah lebih tua darinya.

"Naka berapa tahun, kak?" Melihat Naka yang hanya diam, Yesa kemudian bertanya mengenai umur Naka. Sepertinya lebih muda darinya.

Eji menepuk pelan keningnya. Ya ampun, Eji pun tak tahu umur Naka. Ia lupa untuk menanyai Naka tentang umurnya itu dan lain sebagainya. Eji menyuruh Naka agar menghampirinya, ia duduk di kursi yang biasanya digunakan untuk bekerja, sedangkan Naka di sofa. Kemudian Naka menghampiri Eji.

"Naka, Eji lupa mau nanya umur Naka. Sekarang Naka umur berapa?" Eji memegang tangan Naka yang ada di depannya. Naka terlihat malu ketika adiknya Eji pun menatap dirinya. Naka hanya menggelengkan kepalanya seakan tak ingin menjawab. Melihat mata Naka yang berkaca-kaca, Eji menuntun agar Naka duduk dipangkuan nya. Naka menurut ketika disuruh Eji duduk dipangkuan nya.

"Naka kenapa, sayang? Maaf ya, Eji cuman mau tahu umurnya Naka. Tapi kalo misalkan Naka belum berani jawab pertanyaan Eji, gapapa. Eji tunggu Naka tenang dulu, ya" Naka menangis tanpa bersuara, badannya bergetar. Bukan apa apa, ia hanya mempunyai hati yang sensitif. Ketika ditanya oleh Eji mengenai umurnya itu, Naka langsung teringat ketika ia di adopsi oleh ibu tirinya pada umur 12 tahun, dan pada saat itu lah ia mulai disiksa oleh ibu tirinya.

Mendengar kata kata penenang dari Eji, Naka mulai memberanikan diri untuk menjawab.

"Na.. Naka 16" pelan sekali kata yang di ucapkan oleh Naka, tapi Eji tetap bisa mendengarnya.

"Wahh.. Naka masih 16 tahun ternyata, masih kecil. Pantesan Naka imut" Eji mengusap usap pipi Naka,  Naka mulai berhenti menangis.

Yesa, adik Eji pun bersyukur, ternyata umur Naka dibawahnya. Ia jadi bisa mempunyai adik kecil. Selama 19 tahun ini, Yesa berdoa terus menerus agar mempunyai adik, tapi tak pernah terkabul. Hingga kini, Naka lah yang akan menjadi adiknya.

Dengan perlahan, Yesa mengangkat Naka ke gendongannya. Naka sedikit berontak, lantaran ia takut kepada Yesa. Menangis, Naka kembali menangis setelah tadi berhasil tenang. Eji kesal kepada adiknya, Yesa. Lantaran membuat Naka kembali menangis. Padahal niat Yesa baik, hanya ingin menenangkan Naka dengan cara menggendongnya.

Eji mengambil alih Naka dari Yesa. Berdiri, kemudian menimang Naka. Naka menangis, namun ia tertarik dengan kaca besar yang ada di ruangan itu. Naka menunjuk nunjuk kaca itu, namun Eji tak paham.

Naka diambil alih oleh Yesa agar berada digendongnya. Karena Yesa paham apa yang diinginkan oleh Naka. Naka dengan anteng berada di gendongan Yesa, kepalanya ia taruh di leher Yesa. Naka melihat kaca itu, ia bisa melihat diluar sana banyak kendaraan yang berlalu lalang, dan pemandangan lainnya yang belum pernah ia lihat dari ketinggian ruangan Eji. Eji merasa jika Naka sudah merasa aman dengan Yesa. Ia kemudian fokus pada apa yang akan dikerjakannya.

Yesa datang dengan sengaja, ia disuruh oleh Eji untuk datang ke kantornya. Awalnya Yesa ogah untuk datang ke kantor Eji. Kemudian Eji menceritakan tentang Naka. Tanpa menunggu lama lagi, Yesa langsung berangkat ke kantor Eji.

Naka ingin memanggil Yesa, tapi dengan sebutan apa. Kalo untuk Eji, Eji lah yang menyuruhnya untuk memanggil Eji tanpa embel-embel kakak atau Abang.

Naka memutuskan untuk memanggil Yesa dengan kata Yesa. "Yesa, Naka mau minum"

"Mau minum apa dek? Nanti Yesa beliin" Yesa akan terus berusaha untuk memanjakan Naka, menyayangi Naka. Yesa juga akan berusaha untuk tidak membuat Naka menangis.

"Air putih aja, Yes-sa. Tapi Na-ka mau sama ciki ciki" sehabis menangis tadi membuat Naka sesenggukan. Yesa tersenyum, mencium pipi Naka "Ya ampun, lucu sekali sekali sekali adek ku ini...'' Yesa membatin mengenai senangnya ia bertemu Naka, hingga ia gemas sendiri dengan Naka.

"Naka mau ikut Yesa beli jajannya? Atau mau nunggu disini sama kak Eji?"

"Ikut Yesa"

"Kak Eji, aku mau beli jajan sama Naka sebentar. Nanti kesini lagi" Jika Yesa tak ijin kepada Eji, maka hidup Yesa tak akan tenang. Sebab ia membawa anak kecil milik Eji keluar.

"Hum, jangan lama lama. Jagain Naka yang bener, kasian Naka dia masih takut sama dunia luar" kemudian Eji berdiri menghampiri Naka dan Yesa. Mencium pipi Naka dan memberikan kata kata penenang.

Yesa dan Naka pergi dari ruangan Eji, Yesa berusaha menutupi muka Naka yang ketakutan. Naka takut lantaran banyak yang membicarakannya.

Ketika sampai di mobil Yesa, Naka bingung kenapa Yesa tidak mendudukkan dirinya di kursi penumpang, malah memangku dirinya di kursi pengemudi.

"Yesa, kenapa Naka duduk di sini? Naka bisa duduk sendiri, Yesa"

"Naka, Naka diem ya. Kan tadi Yesa disuruh sama kak Eji, buat jagain Naka. Biar Yesa juga bisa peluk peluk Naka" Yesa melajukan mobilnya sembari memangku Naka. Yesa berusaha agar menyetir dengan benar, walaupun sedang memangku Naka. Naka pun terlihat anteng bersama Yesa, berbeda ketika awal ia menangis bertemu Yesa.

Bagian 4, selesai.

28 Juni 23

Pohon Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang