"Dedek duduk di situ, ya. Mau Aa pakein selimut gak? Biar gak dingin" keduanya sudah duduk anteng di dalam mobil. Aldhika memasang seat belt nya dan bersiap menyalakan mobil.
"Naka mau dodot" murung sekali Naka sekarang. Badan yang dimiringkan dan menyender pada kursi mobil, menatap Aldhika dengan down smile yang membuat pipi Naka sedikit menurun.
"Apa itu? Aa gak tau apa yang dedek mau"
"Susu punya Naka. Naka mau dodot"
"Iya, Aa ambilin dulu ya. Dodot nya ada di ayah kan? "
"Heum"
Sembari menunggu Aldhika pergi, Naka memainkan hiasan yang menggantung di depannya. Bunga yang cantik, namun terbuat dari kaca. Akan sangat menyakitkan jika terpecah.
Dipegang, ditarik, diputar-putar dan hampir saja Naka akan mencabutnya. Jika bunga itu dicabut dari talinya, maka bunga itu akan pecah. Tak bisa dibayangkan jika bunga itu pecah, Naka akan terluka. Untunglah Aldhika datang dan menghentikan pergerakan Naka.
"Ini kan?" Aldhika membawa apa yang Naka mau.
"Dodot Naka" melihat apa yang ia butuhkan, Naka mencoba meraih dot tersebut dari tangan Aldhika.
"No!" dot tersebut dijauhkan Aldhika dari jangkauan Naka.
"Aaaaaa!"
"Berisik, jangan teriak-teriak"
Tentu saja air mata Naka mengalir dengan bibir melengkung ke bawah. Kaki yang ikut menendang-nendang laci mobil, membuat Aldhika was-was.
"Bilang yang baik sama Aa. Dedek mau dodot nya kan?" Diusapnya kepala Naka, menghapus air mata yang mengalir di pipi Naka, menciumi dua kelopak mata Naka. Hal itu berhasil membuat Naka menatapnya dengan tangisan yang mereda.
"Aa, Naka mau dodot" kedua telapak tangan Naka disatukan, mengadah pada Aldhika agar memberikan apa yang Naka mau.
"Tapi Aa gak suka, kalo misalkan anak kecil manggil namanya sendiri. Aa lebih suka kalo kamu manggil diri sendiri pake sebutan dedek" Naka hanya mengangguk-angguk menerima permintaan Aldhika.
"Coba bilang lagi sama Aa, dedek mau apa?"
"Dodot, dedek mau dodot"
Tak tahan melihat anak senurut itu, Aldhika mengangkat Naka ke pangkuannya. Memberi kecupan manis dan permintaan maaf karena telah membuatnya menangis.
Naka menerima dot yang Aldhika berikan. Dengan sesegera mungkin, ia memasukkan ke dalam mulut kecilnya.
Naka terlihat nyaman. Aldhika pastikan bahwa Naka aman dipangkuan nya dan segera menancapkan gas.
Melihat Naka yang terlelap, Aldhika memilih untuk menepi terlebih dahulu. Aldhika menaruh Naka agar duduk di kursinya sendiri, lalu membaluti nya dengan selimut. Dot yang tadi Naka gunakan, masih tersisa setengah. Dot itu hampir terlepas dari bibir Naka, sepertinya Naka tak ingin menyesapnya lagi.
Mobil itu telah melaju dengan kecepatan sedang. Hingga tiba pada tujuan utama mereka, yaitu basecamp Albian.
Ponsel Aldhika bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ternyata itu adalah balasan dari Albian tadi, Albian baru membalas pesan yang Aldhika kirim tadi ketika di rumah.
Aldhika keluar terlebih dahulu untuk bertemu Albian, menceritakan apa tujuannya ke sini.
"Kasian dedek nyariin lu. Gue gak tega liat dia nangis terus tadi"
"Dimana Naka sekarang?"
"Tuh, di mobil. Lagi tidur"
Albian berjalan agak cepat menuju mobil Aldhika. "Kalo ada orang yang ngirim chat itu, buru-buru jawab dong. Apalagi ini dari keluarga" Albian terkena omelan kakaknya, dan memilih untuk pura-pura tidak mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pohon Permata
FantastikApakah ini yang dinamakan kasih sayang? Tapi sayang sekali, apapun yang Naka jalani akan berakhir seperti obat. Tak manis, tetapi PAHIT. Sayang, orang yang disayang menyayangi diriku. Sayang, orang yang disayang mulai menyayangi orang lain. Sayang...
