09

3.2K 333 8
                                        




.


.


.


Suara langkah kaki serta seretan ban kecil beradu di lorong panjang yang sepi dan hanya diterangi oleh lampu listrik yang terpasang di atas tiap pintu kamar asrama yang mereka lewati.

Chenle dan Jisung baru saja tiba di asrama vampir khusus laki-laki sejak 15 menit yang lalu diantar oleh mobil suruhan Jaemin. Sekarang mereka berdua sedang mencari kamar bernomor 27 yang akan mereka tempati.

Setiap kamar asrama bisa ditempati dua sampai lima orang. Karena Chenle dan Jisung ke tempat ini hanya untuk melakukan suatu misi, maka mereka ditempatkan di kamar khusus untuk dua orang saja, tidak lebih.

Terlihat pada saat Jisung membuka pintu kamar asrama yang mereka cari, ada dua kasur berukuran medium yang hanya terpisah meja nakas dengan lampu tidur diatasnya. Ia langsung meletakkan koper miliknya yang berisi baju harian secukupnya. Soal seragam sekolah dan perlengkapan lainnya sudah kakak kembarnya yang mengurus jauh hari sebelumnya.

Chenle terkagum-kagum melihat luasnya kamar asrama yang baru pertama kali ia lihat. Fasilitas disini terbilang lengkap, dan dibandingkan dengan kamar kost yang sebelumnya ia tempati, jelas ini besarnya berkali-kali lipat.

Dulu ia hanya tinggal di kost biasa setelah keluar dari panti asuhan yang membesarkannya sampai ia menginjak pendidikannya di tingkat sekolah menengah pertama. Pemuda itu akan bangun pagi-pagi sekali guna menaiki angkutan umum yang membawanya ke sekolah.

Dulu Chenle hanya dapat melihat bangunan asrama ini dari jauh. Sekarang ia bisa menginjakkan kakinya disini bahkan menempati salah satu kamar asrama disini. Rasanya seperti mimpi saja.

Suara resleting koper ditarik menyadarkan kekaguman Chenle. Ia melihat tuannya mengeluarkan pakaiannya hendak memindahkan ke lemari baju. Chenle berinisiatif untuk membukakan lemari sekaligus mengecek apakah di dalamnya sudah bersih atau belum.

Setelah dibuka, ada dua pasang seragam sekolah sudah tergantung rapi di dalam. Lemari itu terpisah oleh sekat yang membelah simetris, menandakan bahwa pakaian mereka tidak terbaur. Ia bingung karena ukuran seragam sekolah keduanya sama.

'Ukuran seragamnya seperti kebesaran untukku.'

"Kenapa?"

Chenle berjengit sedikit kala suara Jisung tepat berada di belakangnya dengan kedua tangannya penuh dengan lipatan baju. Ia menoleh perlahan dan menunjuk ke objek yang sedari tadi ia bingungkan.

"Itu.. ukuran seragamnya sama. Kalau aku yang memakai sepertinya akan kebesaran."

Jisung juga ikut memperhatikan dua pasang seragam itu. Memang jika sekali lihat pun sudah tahu jika ukuran seragamnya senada dengan ukuran tubuhnya. Itu artinya Jeno tidak menanyakan terlebih dahulu ukuran tubuh Chenle hingga vampir dominan itu hanya menerka-nerka dengan random bahwa ukuran tubuh keduanya sama.

"Besok saja mengurusnya." ujar vampir jangkung itu cuek seraya mengisi sekat paling kanan dengan baju-bajunya.

Chenle hanya mengangguk, namun kemudian terlintas dibenaknya untuk mengambil seragam miliknya yang ditinggalkan di kost sebelumnya.

"Tuan, boleh aku mengambil seragam milikku di kost?" tanya Chenle penuh harap. Ia tidak mau besok pagi ke sekolah menggunakan pakaian biasa.

Jisung menoleh dengan tajam. Apa-apaan slavenya ini mau pergi selarut ini hanya untuk mengambil seragam di kost yang tentu jaraknya saja jauh dari wilayah asrama.

"Tidak kuizinkan." titahnya mutlak. Chenle bungkam dan memilih untuk membereskan pakaiannya dan bersiap untuk istirahat.

Soal Chenle yang ternyata siswa di Neo High School sudah diketahui oleh Jisung dari kakak kembarnya. Mereka juga sudah mengorek latar belakang Chenle yang ternyata hidup di panti asuhan sejak kecil, memiliki kerja sampingan di toko bunga dan memilih untuk keluar dari panti saat pendidikannya sudah berada di tingkat menengah atas.

Sungguh miris takdirnya ketika malam itu, saat Chenle baru saja akan pulang dari toko bunga tempatnya bekerja, ia sedikit terlambat dari jam pulangnya karena membantu sang pemilik toko mengangkut bunga-bunga baru yang datang dari luar kota malam itu.

Saat ingin menyeberang ke pemberhentian angkutan umum, rupanya malaikat maut sudah mengikutinya sedari ia melangkahkan kaki keluar dari toko bunga tersebut.

Telinganya seolah tuli dari kerasnya suar klakson mobil truk pengangkut kayu gunung hingga kakinya dengan ringan melangkah ke tengah jalan.

Kejadian mengerikan itu terjadi sepersekian detik hingga Chenle tidak sempat berpikiran apa-apa lagi saat tubuhnya terlempar keras ke pinggir jalan. Kepalanya pening luar biasa, tubuhnya merasakan sakit yang tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata.

Ia tetap berjuang untuk hidup walaupun nyawanya sudah di ujung tanduk.

Dan disitulah secara kebetulan Jisung membawa langkahnya menemukan pemuda malang itu lewat bau darah yang terbawa angin.

Chenle selesai dengan pakaiannya, sekarang ia akan ke dapur mengecek apakah persediaan bahan makanan sudah lengkap.

"Bawakan aku segelas darah." ucap Jisung saat netranya melihat punggung Chenle hendak ke luar kamar. Pemuda itu mengiyakan perintah sang tuan. Segera saja ia membuka satu-satunya kulkas yang ada di dapur.

"Uh? Cuma ada kantong-kantong darah saja."

Memang, inikan asrama khusus vampir. Tak mungkin mereka mengisi kulkas dengan bahan makanan manusia. Sepertinya Chenle besok harus berbelanja bahan makanan untuk persediaannya. Walaupun ia sudah menjadi vampir, tetap saja dirinya sebelumnya adalah seorang manusia yang butuh makan dan istirahat. Ia tidak bisa menghilangkan kebiasaan makan saat menjadi manusia walaupun rasanya makanan-makanan tersebut tidak terlalu lezat lagi di lidahnya.

Tangannya meraih sekantong darah dan menuangkannya ke dalam gelas. Sebelum ia pergi ke kamar, terlebih dahulu pemuda itu menghabiskan sekantong darah untuk mengisi energi yang sempat terkikis saat perjalanan panjang barusan.

Gelas berisi darah itu ia letakkan di atas meja yang memisahkan kasur mereka. Terdengar gemericik air di arah kamar mandi. Rupanya Jisung sedang mandi ketika dirinya ke dapur.

Chenle tidak membersihkan diri karena dirasa tubuhnya tidak lengket. Ia hanya mengganti pakaian dengan piyama tidur dan langsung masuk ke dalam balutan selimut hangat.

Jisung baru saja selesai mandi, dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawahnya, matanya melihat pemandangan di kasur seberang dekat jendela, dimana slavenya sudah bergelung dengan selimut dan hanya menyisakan ubun-ubun kepalanya yang mencuat di atas bantal. Sedangkan kasur Jisung dekat dengan kamar mandi.

Vampir itu tidak menanggapi dan hanya cuek sembari memakai pakaian santainya. Dirinya tak tidur pun juga tak masalah. Dengan kaos putih berlengan pendek serta celana kain hitam selutut, ia dudukkan tubuhnya ke tepian kasur membelakangi tempat tidur Chenle sembari mengeringkan rambut silvernya dengan handuk kecil.

Pikirannya berkelana menerka-nerka bagaimana langkah awal untuk memulai misi menemukan para Traitor itu. Kalau sampai para Traitor itu masuk ke dalam sekolah ini, itu mungkin akan menjadi ancaman bagi para vampir origin.

'Selain ingin mengadu domba ras manusia dan vampir, para Traitor itu juga akan membinasakan vampir origin tanpa sisa supaya mereka bisa menguasai dunia dengan leluasa.'

Perkataan Jeno masih terngiang-ngiang di benaknya ketika ia ingin meninggalkan mansion. Dirinya tak habis pikir kenapa ada saja orang-orang yang gemar menciptakan masalah di tengah kedamaian. Apa karena jika mereka hidup tanpa melihat kekacauan akan terasa hambar?

Tak sadar ia menghela nafas sedikit kasar. Chenle yang memang masih belum tidur menyembulkan kepalanya dan menoleh menatap punggung lebar tuannya.

Entah dorongan dari mana ia bangkit menuju kasur yang Jisung tempati. Tangannya meraih handuk kecil yang tersampir di bahu vampir itu dan mengusap-usap rambut belakang Jisung yang masih setengah kering.

Mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu dari Chenle sebenarnya Jisung sedikit terkejut, namun ia memilih diam saja dan menikmati usapan lembut di kepalanya.



Tbc.


Ini per chapter nya kurang lebih 1000 word aja, jadi semoga masih semangat membacanya ya🤗

Master! [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang